Part 61. || Keras Kepala

19 1 0
                                    

~ Selamat Membaca ~

Sebelum kedua mata indah milik Keisya terbuka dan menyadari bahwa semalam telah terjadi sesuatu kepadanya. Tangan kanan Keisya meraba-raba ke samping, di mana seharusnya sang suami tidur menemaninya, bersama sepanjang malam. Namun, dia tidak menemukan sesuatu dan dalam sepersekian detik setelahnya dia pun terbangun.

"Eh kok Kei nggak pake ba … a-apa semalam Kak Indra yang lakuinnya?" tanyanya pada diri sendiri, "awwww, sakit banget. Perih, ya? Kalau iya semalam Kak Indra minta jatah, tapi kok Kei nggak sadar?" 

Samar-samar Kei mendengar seperti ada seseorang yang tengah berbicara, tetapi jaraknya tidak terlalu jauh. Entah Keisya hanya menebak-nebak, seluruh badannya tiba-tiba bergetar dan isak tangis pun mendadak pecah.

"Jangan lupa kirim dalam waktu lima belas menit!" 

'Aaaawww! Sssst, perih banget,' rintih Keisya dalam hati.

Suara yang Keisya dengar beberapa menit lalu perlahan menghilang. Seolah-olah orang tersebut memutuskan pergi setelah mendengar tangisan Keisya tadi. Namun, meski suasana di dalam kamar tersebut hening, tiba-tiba Kei merasakan derap langkah kaki seseorang  yang tampak seperti hendak menemuinya. 

'Punya suami demen banget ilang. Apa dia masih ngambek, ya, gara-gara semalam Kei dekat sama Zhico? Ya Allah, masa dia sampe semarah itu ninggalin Kei di sini sendiri. Mana suara langkah kaki itu kek makin deket. Ini gimana? Kei takut,' batinnya.

Demi menghilangkan rasa takutnya ini Keisya kembali merebahkan tubuhnya sambil menarik selimut dan menutupi seluruhnya. Di balik selimut Keisya membaca ayat suci Al-Quran yang dia hafal. Hati dan pikirannya melayang membayangkan sesuatu hal buruk akan terjadi kepadanya, tetapi dia berusaha menepisnya jauh-jauh. 

'Aaarghh, Mami. Ada yang nyentuh Keisya, siapa, ya? Ya Allah, lindungilah hamba-Mu ini,' bisiknya.

Kondisi Keisya sudah tak karuan lagi. 'Yah kayaknya itu orang mau tarik selimut Kei deh. Gimana ini? Semoga kalau ini orang lain, setidaknya perempuan. Jangan sampai ada laki-laki asing selain suami … eh-eh kok nggak-nggak. Kei, kamu yang tenang oke. Santai!' pikirnya dalam hati.

Sesuai dugaan yang Keisya takutkan sejak tadi, orang itu benar-benar membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Namun, meski hanya menampakkan wajah Keisya saja perempuan itu benar-benar kesal atas apa yang telah dilakukannya.

"Bener-bener, ya, kamu! Nyebelin banget jadi orang, sekali nggak pake ngagetin!" protes Keisya pada si pelaku.

Keisya benar-benar dibuat marah oleh orang seperti Indra pagi ini. Sudah sejak semalam dirinya mengomel dan sekarang Keisya dikejutkan oleh pemuda itu dengan muncul bak seorang monster. Degup jantung Keisya rasanya tak akan aman lagi.

"Galak amat, sih, elah. Harusnya aku, suamimu yang marah-marah, nyerocos gara-gara istrinya deket-deket dengan laki-laki lain. Lah ini? Malah kamu yang marah." Indra tak.mau kalah.

Beberapa jam kemudian … 

Setelah melalui berbagai macam drama yang telah terjadi semenjak kemarin hingga pagi ini. Kini perdebatan panjang itu pun berakhir dengan sebuah pelukan dan janji yang terucap oleh keduanya. Walau tampak di wajah Indra malu-malu untuk mengatakan permohonan maaf kepada sang istri, pada akhirnya pemuda itu pun mengungkapkannya. 

Keduanya sama-sama mengakui kesalahan masing-masing yang mana hari ini dan kemarin mereka bertengkar disebabkan oleh rasa cemburu dan balas dendam. Ya satu sisi Keisya ingin tahu sejauh mana Indra mencintainya. Dengan dirinya melakukan pendekatan terhadap laki-laki lain, mungkinkah Indra menaruh rasa cemburu atau murka? Nyatanya semua itu iya. Indra sangat murka. 

***

Tiga hari ditinggalkan oleh putra angkatnya berlibur ke Bandung. Samuel dan Vina selalu terlibat cekcok dan semua itu hampirlah setiap hari terjadi. Vina yang tetap bersikukuh meneror Indra supaya menceraikan Keisya, bahkan Vina pun mengancam akan mengembalikan hak asuh Indra menjadi atas namanya, sehingga wanita itu bakal dengan mudah mempengaruhi Indra.

"Coba saja kalau kau bisa, Vina. Lakukan semaumu, tapi perlu kamu tahu sebelum menuju ke pengadilan. Hakim tidak akan mengabulkan permohonanmu, karena apa? Citramu sebagai sosok ibu sudah hancur. Hem?" 

"Apa? Apa yang kamu lakukan, Mas? Bisa-bisanya bilang kayak gitu, apa kamu tahu kalau aku Ibu kandungnya. Paham?"

Samuel tak mau kalah. Laki-laki itu berjalan menghampiri sang mantan istrinya dahulu dengab sorot mata tajam.

"Iya. Mas tahu dia anakmu, tapi apa pernah kamu sedikit pun peduli terhadap dia. Hah? Pernah? Bahkan setahuku, selama ini … sejak dia lahir ke dunia ini kamu membuangnya. Kamu pergi meninggalkan dia di rumah sakit, tanpa rasa bersalah sedikit pun. Di mana hati nuranimu? Kamu juga bahkan tega nabrak dia di tempat umum, bersyukur Tuhan menyelamatkannya!"

"Alah. Aku nggak peduli soal masa lalu, yang penting sekarang aku akan mengambil alih hak asuh Indra atas namaku. Bukan ayah angkat sepertimu!"

 Vina pergi meninggalkan Samuel yang masih termenung sembari menatap punggung wanita itu. Namun, semenit selanjutnya Samuel mengejar Vina dan meminta penjaga gerbang di kantornya supaya tidak memberikan jalan padanya.

'Vina ini. Dari dulu selalu saja egois, nggak sedikit pun wanita itu memikirkan kondisi putranya. Kuharap rencananya gagal,' bisiknya sambil terus melangkah.

Padahal baru beberapa menit Vina pergi dari hadapannya. Samuel sudah kehilangan jejak, dia bahkan masih berada di lantai dua. Sesaat degup jantung tiba-tiba bergetar hebat, rasa khawatir dalam diri laki-laki tua satu ini kian membesar. 

"Sepertinya aku harus meminta bantuan orang-orang. Aku harus bisa menghentikan ulah wanita ular satu itu," gumam Samuel seorang diri.

Sambil terus berjalan Samuel tak pernah berhenti menghubungi orang-orang di kantornya. Mulai dari sekretaris hingga para bawahannya yang lain. Samuel pun menghubungkan berita ini ke koneksi-koneksinya di luar ruangan.

"Sungguh tidak satu pun di antara kalian yang melihat wanita ini yang ada di ponsel saya?"

Sebagian dari ada yang melihatnya sekilas. Ada pula yang sama sekali tidak menemukan keberadaan Vina. Samuel mulai panik hingga pada akhirnya dia ditemani sekretarisnya mencari jejak Vina.

"Kalian lanjutkan pencariannya di sini, ya! Biar saya dan Jean ke luar," ujar Samuel seraya berpamitan.

Samuel dan Jean tidak menaiki lift, melainkan turun lewat eskalator saja. Samuel memandangi ke setiap sudut ruangan dari eskalator, tetap saja yang dicari tidak bertemu.

"Apa aku beritahu Indra tentang ini. Menurutmu bagaimana, Jean?" tanya Samuel.

"Saran saya sebaiknya jangan dulu, Pak. Bukankah menantu Anda dan putra Anda telah mendapatkan musibah kehilangan calon anak mereka? Sebaiknya kita selesaikan dulu tanpa mengganggu mereka. Itu saja," jawab Jean seraya menunduk.

Tiba di lantai bawah menuju lobi, tiba-tiba seseorang berhasil membuat langkah seorang Samuel dan Jean terhenti hanya karena ucapannya.

"Baru aku gertak saja kamu sudah kalang kabut, Mas rupanya. Sampai kamu mengerahkan orang kantor untuk mencegahku pergi ke pengadilan?" 

'Si-siapa dia? Apa itu Vina?' 

After Wedding [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang