30. Tentang Patah Hati

371 35 1
                                    

SETIAP minggu pagi, biasanya Nathan selalu membiarkan dirinya bangun tanpa suara alarm

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SETIAP minggu pagi, biasanya Nathan selalu membiarkan dirinya bangun tanpa suara alarm. Meski begitu, ia bukan lah tipe pria yang bangun terlalu siang. Selarut apapun tertidur di waktu malam, ia akan bangun jam tujuh di keesokan paginya. Menyiapkan setelan kerja, sarapan singkat serta memanasi mesin mobil dan mogenya, sudah menjadi kebiasan kala pagi datang menyapa.

Dulu ia bukan pria semacam itu. Tapi ketika Fara sering bolak-balik ke rumah, Nathan perlahan menghilangkan kebiasaan malasnya. Ia tidak lagi membiarkan cucian piring bertumpuk, ia selalu menyempatkan sarapan meski hanya dengan sepotong roti dan segelas kopi. Dan jika hari minggu tiba, biasanya ia membersihkan taman kecil dan sudut-sudut rumahnya bersama Fara yang selalu rajin membawelinya.

Di atas sofa kesayangannya, Nathan kini terbangun menyingkap selimut. Matanya belum sepenuhnya terbuka. Ia meraba-raba meja di hadapannya mencari ponsel untuk mengetahui pukul berapa sekarang. Kepalanya sungguh berat, semalam ia tidur hampir jam tiga pagi karena menonton big match Champions League yang sudah ia tunggu jauh-jauh hari. Dan setelah ia melirik ponselnya, Nathan pun menarik selimutnya kembali karena waktu masih menunjukan pukul setengah enam pagi.

Tetapi tidak lama setelah ia mencoba memejamkan matanya kembali, bulu kuduknya dibuat merinding setengah mati. Matanya yang masih setengah terpejam mendadak terbuka lebar. Dan jantungnya berdegup begitu kencang ketika ia mendengar suara perempuan yang menangis lirih mampir ke telinganya. Nathan lalu terbangun, mengerutkan kening, serta mengusap kasar wajahnya demi memperoleh kesadaran penuh. Memastikan yang ia dengar pagi itu nyata, dirinya saat ini memang bukan sedang bermimpi.

"Arhggggg.... Bener-bener dah Si Denis. Bikin gue jantungan aja pagi-pagi!!!" gerutunya kesal.

Rupanya Nathan lupa jika Denis bermalam di rumahnya. Wajar jika pria yang terbiasa hidup sendirian itu sempat terkejut. Sebab, sudah lama sekali sepertinya sejak terakhir kali terdengar suara perempuan mengisi rumah dua lantai itu. Carissa dan Mamanya memang sesekali datang, tapi Nathan jelas mengenal suara mereka dengan baik. Sehingga ketika suara asing itu mengawali paginya, pria itu sempat hampir berpikir jika rumahnya benar-benar sedang dihantui.

"Itu air mata emang belom habis?"

Nathan menyelonong masuk ketika melihat pintu kamarnya setengah terbuka. Di sana ia melihat Denis duduk di pinggiran kasur lantai. Meringkuk menatap kosong layar ponsel yang gadis itu letakan begitu saja di atas karpet.

"Gue kepikiran Ivan Nat..." jawab Denis. Ia segera mengusap air matanya begitu melihat Nathan menatapnya sebal. "Sorry... kalau gue ngebangunin lo. Gue cabut ya..."

"HEH... Mau kemana? Masih pagi buta begini?" sergah Nathan menahan Denis yang hendak beranjak.

"Gue aja muak sama diri gue sendiri. Apalagi lo Nat," ucap Denis sambil berusaha keras menahan tangisnya, "tapi beneran deh, niat gue cuma bertahan. Apa salah ya, kalau gue terlalu berharap dia bakalan berubah? Kenyataannya malah begini, Ivan tega banget selingkuh di belakang gue."

Sweet Escape [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang