Bab 27

198 10 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Di dalam kafe yang nyaman dengan dinding bata ekspos dan lampu gantung bergaya vintage, aroma harum kopi dari area barista serta hangatnya percakapan antara berbagai macam pelanggan pun mengisi udara. Meja kayu besar di sebelah area barista ditempati oleh dua orang pelanggan, Firman dan Gio. Di atas meja terdapat gelas-gelas berisi minuman ade, serta sepiring roti panggang yang menggugah selera.

"Bro. Gimana pernikahan kamu sama istri kamu? Baik-baik saja, kan?" tanya Gio seakan melepas kecanggungan.

Firman yang sedang menyesap grape ade miliknya hanya menghela napas. Belum pernah orang-orang menanyakan keadaan rumah tangganya. Bahkan dari orang terdekat sekalipun. Bagaimana bisa Gio seolah-olah menaruh peduli kepadanya?

"Aku tanya kayak gitu karena kamu sering-sering ambil lembur belakangan ini, padahal kamu juga pasti selesaiin pekerjaan di apartemenmu," imbuh Gio menaruh rasa khawatir pada sahabatnya. "Terus karena kamu lembut, kamu jadi nggak punya waktu menghabiskan malam bersama istri kamu. Takutnya ada sesuatu atau bagaimana."

"Aku baik-baik saja dengannya," jawab Firman secara tegas. "Lagipula kami tidak punya masalah apa-apa, kenapa jadi tanya tentang rumah tanggaku?"

Harusnya hal itu tidak patut dipertanyakan, secara rumah tangganya adalah hal pribadi buat Firman. Di kantor, dia tak pernah membahas soal Mira ataupun hal lainnya. Buat apa mengungkit pernikahan di wilayah pekerjaannya? Membuang waktu juga membuang tenaga.

"Aku tanya karena aku peduli sama kamu, Man. Nggak bermaksud yang aneh-aneh kok," tambah Gio lagi sambil menuangkan minuman jeruk pada gelas kosong untuk Firman. "Lagipula, kita sahabat. Pun Pak Hardi, manajer kita sekaligus senior kita. Beliau menganggap kamu adalah juniornya."

Firman akui hanya Gio satu-satunya sahabat yang akrab dengannya, begitu pula Hardi, yang dia anggap sebagai kakak baginya. Hanya saja membahas masalah pernikahan, sepertinya akan berlebihan membahasnya pada Gio. Sudah cukup ke ayahnya, Heru. Hal-hal tentang rumah tangganya lebih baik tidak usah jadi bahan konsumsi obrolan untuk Gio.

Yang jelas, pernikahannya dengan Mira baik-baik saja. Mira juga melakukan tugas seharusnya seperti yang dijanjikan. Membuatkan bekal, membersihkan unit. Firman juga sering-sering memanggilnya untuk melakukan tugas tambahan. Tidak ada permasalahan yang terjadi di antara mereka.

"Man. Mohon maaf nih ya aku tanya gini ke kamu. Kamu tuh pernah nggak sesekali ingin memenuhi hasratmu terhadap istri kamu?" tanya Gio tiba-tiba. "Maksudku, meski kalian tidur satu ranjang, apa kamu melakukan hal-hal yang menjadi kewajiban suami-istri? Yah, kamu tahulah."

Entah kenapa pertanyaan Gio barusan mengejutkan hatinya. Firman bahkan sudah mewanti-wanti pertanyaan tersebut bakal meluncur dari mulut Gio. Namun baru kali ini hal-hal yang berkaitan dengan istilah suami dan istri, justru makin membingungkan Firman.

Lagipula, buat apa membuang-buang waktu menyentuh Mira? Baik dirinya atua Mira pasti akan canggung melakukannya. Firman pun jarang memikirkan hal-hal berbau semacam itu, meski dia sempat tak mengelak bahwa kecantikan Mira memang tak dapat tertandingi.

My Temporary TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang