Tujuh Belas

7.1K 415 19
                                    

Happy Reading✨

****

Petra sedikit meringis ketika seorang perawat mencabut jarum yang tadi digunakan untuk mengambil darahnya. Ia menoleh ke samping dimana terdapat Baby yang sedang berbaring tak sadarkan diri. Baby sempat kritis karena kehilangan banyak darah. Petra tanpa ragu menawarkan dirinya untuk mendonorkan darah pada sang kakak karena stok darah di rumah sakit tidak memadai. Kebetulan golongan darah mereka sama.

Dengan wajah yang sudah pucat Petra kembali bergabung bersama yang lainnya di lorong rumah sakit depan ruangan IGD.

"Lo ganti baju dulu sana" Vio memberikan sebuah paper bag berisi baju bersih milik Petra. Tadi Petra hanya sempat membasuh darah yang menempel di tubuhnya tanpa sempat mengganti baju. Sebagian darah Baby yang menempel dibajunya sudah mulai mengering.

Sepeninggalnya Petra, dokter yang menangani Baby keluar mengabarkan bahwa wanita itu sudah melewati masa kritisnya. Semua yang ada disana menghela nafas lega, apalagi Dewa. Tadi, ia yang mendapat telpon dari Mbak Iis. Sambil menangis terisak-isak asisten rumah tangganya itu mengabarkan bahwa Baby masuk rumah sakit karena mengiris tangannya. Dirinya dan sang istri yang tadi sedang berada di kantor pengacara yang ditunjuk untuk mengurus perceraian Baby mendapat berita itu buru-buru pergi ke rumah sakit. Semuanya tak menyangka Baby akan dengan nekat bisa melukai dirinya sendiri.

Keluarga Baby yang tadi menunggu dengan tegang akhirnya bisa sedikit melemaskan bahu mereka ketika dokter memberitahu bahwa nyawa Baby dan bayi yang ada di dalam kandungannya pun masih bisa diselamatkan. Tinggal menunggu wanita itu sadar.

*****

Sejak sadar sekitar 15 menit yang lalu Baby terus saja menangis. Sudah coba ditenangkan tapi tangis wanita itu belum juga berhenti. Petra yang awalnya kasihan lama-lama ia kesal juga melihat tingkah kakaknya. Ia berjalan menghampiri ranjang Baby lalu menatap wanita itu tajam.

"Nangis terus! Kenapa lo nyesel masih hidup?" Sentak Petra.

"Petra!" Petra tak mendengarkan teguran sang Ayah. Ia terus berceloteh masih dengan menatap tajam wajah kakaknya yang kini juga menatap dirinya dengan pandangan kosong.

"Kenapa lo bawa gue kesini, sialan?" Baby berteriak marah dengan sisa tenaga yang ia punya. Apakah tadi ia kurang dalam mengiris nadinya makanya ia masih bisa hidup? Sia-sia saja tadi rasa kesakitan ketika nadinya teriris.

"Tolol. Kenapa dengan mudahnya lo nekat lakuin hal konyol. Lo harusnya buktiin sama laki-laki itu lo bisa lebih baik tanpa dia. Jangan jadi cewek bego"

"Emangnya mati enak, hah? Lo jangan egois! Anak lo juga berhak hidup. Jangan cuma pikirin diri lo sendiri. Lo gak mikir gimana perasaan Mama dan Papa yang sudah mati-matian merawat lo sejak kecil. Jangan sia-siakan hidup lo hanya untuk lelaki brengsek macam dia"

"Gak tau diuntung tau gak lo jadi orang. Lo gak bisa pergi gitu aja ninggalin duka untuk kami disini. Buka mata hati lo. Ada gue, Mama, Papa bang Zaki dan Vio, lo tega tinggalin kami dalam keadaan kaya gini" suasana seketika mendadak hening dan meneggangkan, hanya terdengar tarikan nafas Petra yang terengah, bahkan mata lelaki itu sudah menerah menahan sesak melihat keadaan Baby saat ini. Ia seperti tak mengenali kakaknya. Bukan hanya Petra sebenarnya, semua yang ada di dalam ruangan tersebut sedang menahan rasa sesak yang sama. Lena bahkan sudah tidak ragu lagi mulai terisak-isak di dekapan sang suami.

"Jangan karena satu laki-laki lo jadi lemah, kak. Lo wanita hebat. Lo panutan gue. Buktiin kalo lo bisa hidup bahagia tanpa dia. Buat dia menyesal sudah menyia-nyiakan lo. Lelaki itu gak pantes untuk lo tangisi" suara Petra mulai melemah.

Trapped With My Ex [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang