1. 30 AMAriana dan Stevan sedang berada di ruangan dokter sekrang. Guna meminta penjelasan tentang hasil tes DNA ketiga yang baru saja mereka lakukan. Iya, ketiga. Karena selain mencocokkan DNA Joanna dan Ariana, mereka juga mengecek DNA Hana juga.
Hasilnya? Tentu saja sesuai tebakan. Joanna adalah anak mereka sedangkan Hana tidak.
Membuat Ariana tidak terima. Karena selama ini dia telah begitu menyayangi Hana. Tidak mungkin jika tiba-tiba saja mereka harus berpisah. Kalau saja sungguhan dia dan Joanna tertukar. Karena mereka masih belum mengecek DNA Hana dengan Rendy dan Liana.
"Tidak mungkin! Hana anakku! Dia tidak mungkin bukan darah dagingku!"
Ariana menangis sesenggukan di sana. Sedangkan Stevan langsung memeluk istrinya. Mencoba menenangkan. Sekaligus berpikir keras kenapa bisa anaknya tertukar.
Setengah jam berlalu. Ariana sudah tidur di ruangan Hana. Tidur di atas ranjang yang memang telah disiapkan. Sedangkan Stevan, dia mulai mendatangi ruang rawat Joanna. Di ruangan biasa dengan tiga pasien yang lainnya.
Srettt...
Stevan menarik gorden. Dia melihat Joanna yang tidur sendiri dan tidak ada yang menunggui. Dengan wajah pucat dan bibir kering. Serta, wajah yang bengkak akibat terkena tamparan tadi.
"Maaf, karena Papa tidak sadar lebih cepat. Ternyata kamu memang anak Papa."
Stevan menangis sekarang. Tangannya juga mulai mengusap rambut Joanna perlahan. Membuat gadis 17 tahun itu langsung membuka mata. Sebab dia kehausan dan merasa terusik ketika Stevan menyentuh rambutnya.
"Om?"
Tanpa pikir panjang, Stevan langsung memeluk Joanna. Membuat Joanna yang awalnya takut dihajar langsung tenang. Apalagi setelah mendapat pelukan. Karena dia memang jarang sekali dipeluk ayahnya, apalagi ibunya.
"Kamu anakku! Maaf, karena Papa tidak mengenalimu!"
Joanna yang mendengar itu tentu saja terkejut. Membuatnya lekas melepas pelukan pria itu. Namun tenaganya tidak sebesar itu.
"Aku bukan anak Om! Aku bukan Hana!"
"Kamu anakku! Kalian tertukar! Tidakkah kamu tahu kalau tanggal lahir kalian sama selama ini?"
Stevan masih belum melepas pelukan. Joanna juga mulai diam. Berpikir sejenak dan membenarkan ucapan Stevan. Sebab dia memang tahu jika ulang tahun mereka sama. Itu sebabnya dia sangat membenci Hana.
Karena setiap hari itu tiba, Hana pasti akan datang ke sekolah dengan barang-barang baru dari kaki hingga kepala. Sedangkan Joanna? Tentu saja tidak. Karena orang tuanya saja tidak ingat tanggal lahirnya.
6. 20 PM
Matahari sudah tenggelam. Hari ini adalah hari yang paling berat bagi Rendy dan Liana. Sebab mereka baru saja mendapat kabar jika anak mereka tertukar.
Karena kelalaian pihak klinik tempat dirinya melahirkan. Sebab Stevan sudah menyelidiki semuanya dan hasilnya memang benar. Anak mereka sungguhan tertukar.
Namun selain berita itu, ada hal lain yang lebih menyakitkan. Karena Stevan dan Ariana meminta dua anak itu agar tinggal bersama mereka. Dengan alasan finansial, mengingat kehidupan Rendy dan Liana jauh dari kata mapan.
Berbeda dengan Stevan dan Ariana yang memang bergelimang harta. Jangankan mengurus dua anak. Mengurus ratusan anak saja pasti tidak akan keberatan.
"Seharusnya kita temui Joanna sebentar. Dia pasti bingung kenapa kita tidak menengoknya seharian."
Liana yang masih menangis di atas kusi makan langsung menyeka air mata. Menatap Rendy yang sejak tadi menahan air mata. Sebab Joanna akan pergi meninggalkan dirinya.
"Anak itu pasti senang karena telah bertemu keluarga kandungnya! Lebih baik biarkan saja! Sudah benar dia mereka bawa! Daripada hidup dengan kita tapi menderita!"
Liana langsung memasuki kamar Joanna. Berniat mengemas barang-barang si anak. Sebab besok pagi akan ada Stevan yang menjemputnya.
Di tempat lain, Joanna menatap jendela lantai lima yang baru saja Stevan buka. Karena saat ini, dia sudah pindah di ruangan VVIP juga. Bersebelahan dengan ruangan Hana tentu saja. Mengingat anak itu masih belum diberi tahu akan kebenaran yang ada.
Ariana yang melarang. Mengingat dia masih belum sehat. Ditambah, Hana juga memiliki riwayat jantung lemah. Sehingga mereka sepakat untuk menyembunyikan hal ini saja.
Apalagi Rendy dan Liana sudah setuju juga. Setelah menekan surat perjanjian yang dibuat. Karena orang tua kandung Hana jelas tidak akan bisa merawatnya dengan baik seperti sekarang.
Apalagi penyakit Hana sering kambuh tiba-tiba. Obat dan biaya pemeriksaan setiap bulan juga bisa sampai puluhan juta. Rendy dan Liana yang orang biasa, tentu saja tidak akan sanggup membayarnya. Hingga tercetuslah ide untuk menyembunyikan hal ini dari si anak.
"Obatnya sudah diminum, kan?"
Joanna mangangguk singkat. Lalu menatap Stevan yang kini sudah duduk di sampingnya. Memberikan kotak ponsel yang baru saja pria itu belikan. Sebab dia tahu jika Joanna memang tidak pernah punya ponsel seumur hidupnya.
Hanya pernah meminjam ponsel Liana saja jika sedang ada hal yang mendesak. Jika dia butuh internet dan yang lainnya, Joanna biasa mendatangi warnet yang hanya memakan biaya tiga ribu selama satu jam.
"Untuk kamu."
Joanna yang melihat itu tentu saja merasa senang. Meskipun sebenarnya, dia masih merasa asing sekarang. Merasa bersalah pada Rendy dan Liana juga. Apalagi sejak pagi mereka tidak kunjung datang.
Dua hari kemudian.
Joanna sudah sehat. Dia juga sudah diizinkan pulang. Namun dia tampak tidak nyaman setelah tahu jika dia akan ikut tinggal di rumah Ariana dan Stevan. Apalagi setelah tahu jika dia diminta untuk menyembunyikan hal ini dari Hana.
"Papa, aku mau bertemu Ibu dan Ayah. Boleh, kan?"
"Tentu saja boleh. Mau sekarang?"
Joanna mengangguk singkat. Sedangkan Stevan yang sedang menyetir langsung berbalik arah. Menuju rumah Rendy dan Liana. Sebab dia sudah pernah ke sana guna mengambil barang-barang Joanna.
"Maafkan Mama, ya? Kalau sampai sekarang dia masih belum bisa menerima kenyataan. Apalagi, dia juga yang telah menamparmu hingga berdarah."
Joanna mengangguk saja. Hatinya berdenyut sakit sekarang. Karena sampai saat inipun dia masih belum percaya jika Ariana adalah ibu kandungnya. Karena wanita itu tidak pernah sekalipun menemuinya. Bahkan setelah tahu jika dia anaknya.
Ceklek....
Tidak lama kemudian Joanna tiba di depan rumah. Dia langsung turun dari mobil dan memeluk Rendy yang sedang duduk di teras. Sendirian. Karena Liana tentu saja sudah kerja.
"Ayah..."
Joanna menangis ketika memeluk ayahnya. Dia marah karena Rendy dan Liana tidak datang menjenguknya selama tiga hari dirawat. Sedangkan Rendy hanya meminta maaf saja. Dengan air mata yang sudah tidak bisa lagi ditahan.
"Ayah, aku minta maaf. Seharusnya aku tidak meninggalkan Ayah."
"Tidak apa-apa. Kamu akan tetap menjadi anak Ibu dan Ayah. Tidak perlu merasa bersalah hanya karena kamu tinggal dengan orang tuamu yang sebenarnya."
Rendy mengusap kepala anaknya. Sebab Joanna memang tidak kunjung melepas pelukan. Malu mungkin saja. Karena menangis sesenggukan di depannya.
"Nanti siapa yang bersih-bersih rumah? Mencuci baju dan memasak? Ayah pasti akan kerepotan karena Ibu kerja."
"Ayah bisa melakukan semua itu sendiri. Kamu tenang saja. Ayah hanya tidak bisa berjalan. Tapi kedua tangan Ayah masih normal. Jangan khawatirkan Ayah, ya? Ayah akan baik-baik saja!"
Joanna menangis semakin kencang. Karena dia benar-benar dilema sekarang. Satu sisi dia ingin merasakan kasih sayang keluarga kandungnya. Di sisi lain dia tidak tega meninggalkan ayahnya.
Tbc...