~ Selamat Membaca ~
Jakarta, 22.00 WIB
Tampak seperti ada sesuatu yang kosong dalam diri seorang Trimo Indra Gunawan. Sebagai sosok istrinya meski tidak terlalu mengenal jauh sosok Indra, Keisya dapat merasakan kegundahan yang dialami oleh Indra saat ini. Malam ini keduanya telah resmi tiba di Jakarta, tepatnya di rumah sang mertua.
Tidak pernah menemukan Indra semarah itu, pandangannya yang kosong pun dengan usahanya menahan penyesalan terhadap seseorang yang selama ini membuatnya ada di dunia ini.
"Kalian sudah pulang?" tanya sang mertua begitu tiba di ruang tamu.
Sebelum memasuki ruang tamu dari pintu terlihat sangat jelas pun dengan yang dirasakan mertuanya. Samuel duduk seorang diri sembari memegang sebuah buku. Entah buku apakah itu.
"Assalamualaikum, Pa," sapa Keisya, kemudian menyalami mertuanya.
Lain dengan Indra yang begitu keduanya duduk saling berdampingan. Pemuda berlesung pipi satu ini malah terlihat dingin, raut wajahnya benar-benar sinis tak seperti sebelum-sebelumnya. Selalu ceria saat bertemu, tetapi sempat dia menyaksikan sebelum menikah dengannya Indra memang terkadang seringkali bersikap seperti sekarang.
Keisya memberikan kode supaya suaminya ini tak terlalu acuh pada papanya. Sayang sekali, Indra mengalihkan pandangannya ke arah lain dan berusaha menghindari tatapan dirinya.
"Sejak kapan kejadian tabrakan itu terjadi? Apa meninggalkannya di tempat atau ketika di bawa ke rumah sakit? Apa saja yang dikatakan kalian sampai-sampai dia memutuskan pergi dan dalam sekejap bisa tertabrak begitu?"
'Hah? Astagfirullah, Kak Indra ini, ya. Bukannya nyapa papanya dulu atau salam gitu, malah langsung mencecar papanya dengan banyak pertanyaan. Huft, heran,' gumam Keisya dalam hati, 'apa nggak ada sedikit rasa kasihan atau hormat pada papanya sendiri, ya?'
"Dua hari yang lalu ketika dia memaksa ingin kalian tetap berpisah, tapi Papa nggak menginginkan hal itu terjadi. Papa tahu lima bulan yang lalu kalian menikah secara terpaksa, karena sebuah perjodohan, tapi seiring berjalannya waktu. Papa bisa rasakan bagaimana kalian, setiap harinya tanpa masing-masing di antara kalian," jawab sang mertua, kemudian mengembuskan napasnya perlahan, "dia mengancam akan mengambil hak asuhmu dari tangan Papa. Bukan apa-apa, Nak. Keinginan dia mengalihkan hak asuh terhadapmu, Papa hanya takut kejadian minggu lalu terulang. Dan …." Samuel menjeda ucapannya.
"Dan apa, Pa?" tanya Indra tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya.
Tiba-tiba suasana mendadak menjadi hening. Hanya terdengar suara jarum jam berputar dan embusan angin perlahan terasa membuat Keisya yang sejak tadi diam sambil memperhatikan sang suami dan mertuanya mengusap-ngusap tangannya.
"Maaf kalau Papa katakan ini dan terlambat, Nak. Papa pun baru tahu kalau ternyata mamamu mengidap penyakit depresi tingkat tinggi, halusinasi serta kejadian masa lalu di mana mamamu sempat di nodai laki-laki asing, hal itu membuatnya jadi kadang-kadang memiliki keinginan untuk mencelakai seseorang termasuk kamu, anaknya sendiri."
"Depresi? Tingkat tinggi? Dari mana Papa dapatkan kabar semacam ini?"
"Seseorang yang telah membuat mamamu menderita selama ini, juga dokter yang telah membantu mamamu. Bahkan katanya mamamu seringkali meminum obat dengan dosis yang tinggi," lanjut Samuel menjelaskan.
Sementara Keisya yang tak paham hanya menggeleng, keningnya mendadak mengerut dan sesekali dia menoleh ke arah sang suami, lalu berbalik ke mertuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Wedding [ Revisi ]
RomancePernikahan adalah hal yang menakutkan menurut Keisya. Dengan alasan itulah, ia selalu menolak untuk berpacaran. Namun, saat memasuki dunia perkuliahan, bisnis keluarganya mengalami kebangkrutan. Tidak ada pilihan, kedua orang tua Keisya berniat menj...