1

2.6K 64 0
                                    

Aku hanya bisa menangis menghadapi kenyataan yang ada. Menatap sendu pada 4 buah hatiku yang tertidur dengan mata bengkak. Kami menangis bersama tadi. Tega sekali mas Zaky mengkhianati pernikahan kami.

Flashback

Aku mengajak Andra, Byan, Chika dan Dara ketaman bermain yang tak jauh dari rumah. Andra dan Byan membawa sepedah mereka masing-masing. Senyumku mengembang melihat anak-anak ku tertawa bahagia.

"Ma, aus." Dara menggoyangkan tangan ku yang sejak tadi menggenggam erat tangannya.

Karena usianya yang baru 4 tahun, aku tak mengizinkan abang-abangnya membonceng Dara. Aku khawatir jika Dara jatuh.

Sesampainya di taman, anak-anak berlarian gembira. Chika menjaga adiknya. Dia mengiringi kemanapun kaki Dara melangkah. Sedangkan Andra dan Byan asik berlomba dengan sepedah mereka.

"Jangan ngebut, Bang. Hati-hati nanti nabrak."

"Siap, Ma." mereka menjawab serempak sambil tertawa. Bahagia melihat mereka bahagia.

Karena hari mulai siang. Aku mengajak anak-anak pulang. Papanya pasti sudah bangun. Untung sebelum pergi aku sudah menyiapkan sarapan untuk mas Zaky.

Kenapa ada mobil Sania? Kenapa dia kesini tak mengabari aku dulu? Atau aku yang tak tahu? Karna memang aku tidak membuka ponsel.

"Ass..."

Kata salam dari bibirku terhenti, begitu juga langkah kaki kami berlima. Di sofa sana, ditempat yang sering kami habiskan waktu bercanda. Kini suamiku sedang mencumbu seorang wanita yang tak lain sahabat baikku.

Tubuh mas Zaky menindih tubuh Sania yang bagian atasnya sudah nampak terbuka.

Air mata lolos dari mataku. Tubuh pun tak dapat bergerak. Bibir ku terkatup rapat. Seolah semua telah diambil dari raga.

"PAAAA." teriakan marah Andra dan Byan membuat kesadaranku kembali.

Sedangkan mas Zaky dan Sania tampak kelabakan membenahi penampilan mereka masing-masing.

"Qi...Qila!"

Kaki ku mendekat kearah Sania yang baru saja menyebutkan namaku dengan terbata.

Tak menyangka, orang yang selama ini sudah aku anggap saudara sendiri tega mengkhianatiku.

"Terima kasih karena sudah menunjukan siapa kalian sebenarnya."

°•°•°•°

Pernikahanku dengan mas Zaky bukan karena perjodohan. Kami saling mencintai. Kami berpacaran sejak aku duduk dibangku kelas 2 SMP. Usia mas Zaky 4 tahun diatasku. Saat menyelesaikan pendidikan SMA, aku dan mas Zaky menikah. Saat itu usiaku baru 17 tahun. Tak apa, bagiku menikah saat itu atau nanti, tak ada bedanya. Meski harus mendapat gunjingan dari tetangga karena mengatakan jika aku menikah karena telah hamil duluan.

Itu urusan mereka. Bukan urusan ku. Aku masa bodo dengan ucapan para tetangga. Semua itu pun aku buktikan dengan rumah tangga kami yang adem ayem tanpa anak hampir 1 tahun. Menginjak usia 18 tahun, aku melahirkan Andra.

Hari-hari kulewati dengan bahagia sampai saat dimana perselingkuhan mas Zaky tertangkap didepan mataku juga anak-anak. Ketika itu aku sadar, bukan hanya aku yang terluka, tapi juga keempat anakku.

Bahkan tanpa rasa bersalah, mas Zaky melingkarkan tangannya dipinggang Sania. Andra yang sudah kelas 3 SMP beranjak mendekati papanya. Menarik Sania dari pelukan mas Zaky, menarik Sania keluar rumah dibantu Byan.

Kakiku berlari cepat saat tangan mas Zaky berayun pada Andra dan Byan. Disini cukup aku yang disakiti mas  Zaky, tapi aku tak akan membiarkan dia menyakiti anak-anak ku.

"Jangan berani-beraninya kamu membuat anakku terluka." ujarku menahan perih bekas tamparan tangan besarnya. Tak sedikitpun aku menangis. Air mata ini terasa sudah kering karena terlalu sering disakiti.

Ya, terlalu sering. Karena ini bukan pertama kalinya mas Zaky berselingkuh. Ini sudah kesekian kali. Namun kali ini berbeda karena kejadiannya benar-benar didepan mataku juga anak-anak. Aku tak akan membiarkan mental anak-anak rusak karena kelakuan papanya.

"Mulai hari ini saya akan kembali kerumah orang tua saya. Saya minta segera gugat cerai saya. Saya tidak sudi satu rumah tangga dengan penzina."

°•°•°•°

Satu bulan sudah aku dan anak-anak tinggal dengan ayah. Awalnya tak aku ingin tinggal dengan ayah. Aku tak mau merepotkan ayah dengan masalahku juga kedatanganku kesana. Tapi aku pun tak memiliki lagi tempat kembali selain pada ayahku.

Wajah yang mulai keriput itu tak bertanya banyak ketika anak dan cucunya datang dengan beberapa tas juga koper. Ayah menyuruh kami masuk, meminta mama menyiapkan makanan karena memang hari sudah hampir sore. Kami belum ada yang makan sejak pagi.

Beberapa hari yang lalu pun surat pengadilan datang. Ibu mertuaku yang membawanya. Ibu meminta padaku agar mengurungkan niat bercerai dengan mas Zaky. Aku mengatakan pada ibu jika yang meggugat cerai adalah mas Zaky, bukan aku. Andra dan Byan menceritakan apa yang mereka lihat hari dimana kami meninggalkan rumah.

Aku bisa melihat dengan jelas kebencian yang ada dimata kedua anak laki-laki ku itu. Aku tak pernah mengajari mereka berbuat tak sopan. Tapi Andra dan Byan bukan seperti Chika atau Dara yang belum mengerti apa-apa. Keduanya sudah SMP, mereka tahu dan mengerti permasalahan antara aku dan mas Zaky.

Ibu meminta maaf atas nama mas Zaky. Dia merasa gagal sebagai seorang ibu, sehingga anaknya bisa menyakiti menantu dan cucu-cucunya. Aku tak menyalahkan ibu. Semua sudah Allah gariskan sebagai jalan hidupku.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, aku membuka jasa seterika kiloan. 1kg aku hargai 5000. Alhamdulilah saat ini aku sudah mulai bisa menabung lagi. Menabung untuk kelahiran anak kelimaku.

Ketika meninggalkan rumah, aku sedang hamil besar. Aku tahu dalam islam wanita hamil tidak sah diceriakan suami. Dari itu, mas Zaky baru memasukan gugatan ketika tahu HPL ku sudah dekat. Sepertinya dia tak sabar lagi ingin menikahi Sania

💚💚💚

Kamis, 10 November 2022

Terluka (Perselingkuhan Suamiku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang