6

952 36 0
                                    

"Laki-laki kurang ajar." Nanda berkata dengan penuh emosi. "Jangan mau lagi sama laki-laki pengkhianat seperti itu. Sekali berkhianat pasti nantinya akan berkhianat lagi. Laki-laki masih banyak diluaran sana." ucapnya menggebu.

Nanda paling benci seorang pengkhianat. Karena seorang pengkhianat adiknya berubah jadi pribadi yang berbeda. Meski masih adik kecilnya, namun perbedaan itu terasa nyata.

"Kenapa Mbak Nanda begitu emosi?" Qila mengernyit bingung.

Nanda kembali duduk, menghela nafas. "Nasib kamu sama seperti Zayn. Dia di khianati juga oleh istrinya. Bahkan ja*ang itu sampai hamil."

"Astagfirullahaladzim."

"Cih, dasar aja itu perempuan gatel. Padahal yang jadi selingkuhannya nggak ada cakep-cakepnya. Udah jelek, kere pula." caci Nanda. Setiap mengingat pengkhianatan yang membuat adiknya sempat terpuruk itu Nanda selalu emosi. Tatakrama yang diajarkan orang tuanya lenyap seketika setiap kali mengingatnya.

Sebenarnya Qila masih penasaran. Tapi dia tak mau bertanya lebih banyak lagi. Dia tak mau jika Nanda berpikiran bahwa dirinya ingin ikut campur urusan keluarga mereka.

"Pokoknya jangan mau kalau bajingan itu ngajakin kamu rujuk. Masih banyak laki-laki diluar sana."

"Laki-laki memang banyak, Mbak. Tapi nggak akan ada mau sama saya."

"Loh kenapa? Aku yakin banyak yang antri mau jadi papanya anak-anak."

Qila tertawa pelan. "Mbak Nanda ini ada-ada aja. Nggak akan ada yang mau sama janda anak lima, miskin, jelek pula."

"Eeehhh, nggak boleh menghina dan merendahkan diri sendiri." Nanda menyanggah ucapan Qila. Dimatanya, Qila cantik. Hanya kurang terawat saja, menurutnya.

"Kalau memang saya cantik, Mas Zaky nggak mungkin berpaling dari saya."

"Loh, masih aja mikirin laki-laki model begitu."

"Mau bagaimana pun, kami menikah karena saling cinta, Mbak. Nggak munafik, jika dihati saya masih ada sedikit rasa untuk Mas Zaky. Meski rasa benci lebih dominan. Dan lagi, Mas Zaky adalah ayah anak-anak."

"Cih, ayah macam apa yang tidak perduli pada anaknya. Coba aku tanya, mana suami eh calon mantan suami kamu itu? Apa dia tahu jika kamu sudah melahirkan? Apa dia tahu kamu hampir meninggal ketika melahirkan anaknya? Nggak kan! Palingan juga sekarang dia lagi asik sama ja*angnya."

Nanda benar. Sampai saat ini Zaky belum muncul. Padahal dia sudah mengirim pesan jika dia sudah melahirkan. Ya, bagaimana pun juga Zaky berhak tahu jika anaknya telah lahir. Lagi pula, Qila tak akan membiarkan Zaky lepas tanggung jawab dari kelima anak mereka. Qila akan berjuang semampunya untuk mendapatkan hak anak-anaknya.

°•°•°•°

Satu minggu dirawat, akhirnya Qila dan bayinya diperbolehkan pulang. Pak Suryadi, bu Widya juga anak-anaknya ikut mengantar Qila pulang. Awalnya Qila menolak, karena ayah sudah menyewa angkot tetangga untuk menjemputnya. Tapi pak Suryadi menolak, dia berkata akan bertanggung jawab pada Qila sampai Qila pulih. Sebab keadaan Qila saat ini juga karena menyelamatkan nyawanya. Karena tak enak. Akhirnya Qila menyetujui permintaan pak Suryadi.

"Maaf rumahnya kecil dan sempit, Pak, Bu." ujar mama saat keluarga pak Suryadi masuk kedalam rumah.

"Wes toh. Bu Nur ini. Rumah kami juga kecil. Rumah ini nggak kecil dan sempit. Justru rumahnya sangat asri. Bu Nur ini hobby menanam bunga ya?"

"Ah iya. Disela waktu berkebun dan merawat cucu, saya selalu menyempatkan diri merawat tanaman saya."

"Waaaah, sama kayak Bunda dong." sahut Sarah. "Bunda tuh ya, Bu. Kalau udah di kebun bunganya nggak inget waktu. Kadang sampe makan pun kudu disusul sama cucu-cucunya dulu."

"Ya gimana. Kalau udah liat tanaman yang tumbuh cantik itu, perasaan kita jadi tenang. Iya kan Bu Nur?"

"Iya benar, Bu. Saya pun kadang diomelin sama Byan kalau disuruh makan malah bengong liatin bunga."

Keduanya tertawa bersama. Seolah sudah mengenal sejak lama. Mengobrol banyak hal, layaknya keluarga. Keluarga itu pun tak keberatan saat yang tersuguh hanyalah teh manis hangat dan ubi rebus yang ditaburi kelapa parut yang sudah lebih dulu di kukus. 

"Maaf hanya ada ini." Irwan merasa sungkan menyajikan makanan sederhana pada keluarga itu. Tapi apa boleh buat. Panen belum ada hasilnya. Jadi apa yang ada, mereka makan. Untung saja, dihalaman belakang rumah mereka banyak tanaman ubi kayu dan ubi manis. Juga ada sedikit sayuran, serta beberapa bumbu dapur. Seperti lengkuas, sereh, kunyit, jahe merah dan jahe putih.

"Ya ampun Pak Irwan. Maaf kami merepotkan." pak Suryadi mengambil satu ubi yang bertabur kelapa parut. Menikmati setiap kunyahannya. "Heeem, jadi inget waktu masih dikampung loh, Bun. Cobain deh."

Suryadi mengambil satu potong lagi, menyuapkannya pada Widya. Mata Widya berbinar. Rasanya sudah lama dia tak menikmati cemilan seenak ini. "Benar-benar sama persis dengan yang suka kita makan kalau Ayah nggak dapet uang ya, Yah!"

Suryadi mengangguk semangat. Kembali mengambil satu potong, memasukan kemulutnya.

"Ayah sama Bunda nggak malu diliatin sama Pak Irwan dan Bu Nur?" tanya Zayn dengan nada datar pada orang tuanya yang asik suap-suapan.

"Eh ya ampun. Maafkan kami Pak, Bu. Kami jadi berasa nostalgia ini loh." Widya sedikit tak enak. Ubi yang berada dipiring itu hanya tinggal beberapa potong lagi.

"Alhamdulilah kalau Pak Suryadi dan Bu Widya suka. Biar saya tambah lagi ubinya."

"Eeeeeh, jangan Pak. Duh ini ngerepotin banget jadinya."

"Dih, Bunda mah sok-sokan nolak. Padahal mah seneng tuh." celetuk Nanda yang mendapatkan pelototan dari Widya.

"Nggak apa. Kami senang jika kalian senang dengan apa yang kami sajikan."

Tok

Tok

Tok

💜💜💜

Semoga suka .....😊

Kamis, 10 November 2022

Terluka (Perselingkuhan Suamiku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang