Beberapa hari telah berlalu, saat ini Gus Aidan dan Afiza telah kembali ke rumah mereka. Tepat pukul 06:30 Afiza tengah sibuk memasak di dapur.
"Assalamualaikum zaujati". Gus Aidan memeluk istrinya dari belakang. Afiza tersentak kaget, seketika ia menegang di tempat.
"Wa-waalaikumussalam".
"Kok masih gugup sih?".
"Hah? e-enggak kok, Afiza biasa aja. Mending mas duduk dulu deh, biar Afiza lanjutin masak".
"Tapi mas masih mau gini sayang!". Gus Aidan semakin mengeratkan pelukannya.
"Susah loh ini mau masak, mas ih sana dulu". Rengek Afiza yang berusaha berontak dari pelukan suaminya.
"Yaudah iya, mas bantu ya?".
"Boleh deh".
Lalu keduanya pun memasak bersama, tak lupa juga di iringi dengan sedikit canda gurau, kadang mereka juga bermain layaknya anak kecil.
Gus Aidan mengambil sejumput tepung dan ia usapkan ke pipi chubby milik istrinya.
"HAHAHAHA". Ya, Gus Aidan tertawa puas melihat ekspresi Afiza yang belum menyadari bahwa di pipinya ada tepung yang menempel."Apasih gak jelas!". Afiza mendengus kesal, dari tadi suaminya itu selalu saja tertawa. Gus Aidan tetap memandangi Afiza dengan menahan tawanya.
Merasa curiga, Afiza berjalan ke arah cermin kecil yang ada di dekat dapur.
"Maaassss!!". Teriak Afiza dan langsung mengejar Gus Aidan yang sudah berlari mengelilingi meja makan."Udah ah capek, males!". Afiza melanjutkan aktifitas memasaknya.
"Hahaha iya deh mas yang nyerah, nih kasih tepung!". Gus Aidan menyerahkan sekantong tepung kepada Afiza. Dan Afiza membalas mengusapkan tepung itu ke seluruh wajah Gus Aidan.
"Ih ayang curang!!". Gus Aidan mengerucutkan bibirnya kesal.
"Pfftt bwahaha, makanya nggak usah gangguin Afiza kalau lagi masak".
**
"Sayang, mas berangkat ke pondok dulu ya". Pamit Gus Aidan seraya membenarkan pecinya.
"Iya mas, titip salam ke abah sama ummi".
"Siap! kamu di rumah aja ya, jangan keluar tanpa izin suami. Mengerti humairah ku?".
"Mengerti zauji!".
"Pinter". Gus Aidan mengelus kepala Afiza.
"Yaudah mas berangkat dulu, assalamualaikum".
"Waalaikumussalam".
**
Cuaca langit kian berubah menjadi gelap, udara yang semula baik-baik saja kini turut berubah menjadi dingin. Suara petir bergemuruh membuat Afiza merasa takut, ia melirik ke arah jam yang menempel di dinding dan tepat menunjukkan pukul delapan malam.
Duarr!
"Aarghh... Ya Allah jangan hujan dulu, Afiza takut di rumah sendirian". Afiza menutup kedua telinganya rapat.
Kini badannya bergetar, ia memberanikan diri untuk melihat keadaan luar rumah dari balik jendela.
Butiran air hujan turun mengenai atap rumah Afiza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uhibbuka Fillah Gus [END]
Fiksi RemajaAfiza Nur Zahra, seorang santri yang sangat mengagumi Gus nya, Muhammad Aidan Ghazanfar. Putra dari seorang kyai besar pemilik pondok pesantren Al-Hamid. Gus muda yang paham agama dan cuek terhadap lawan jenis. Namun, seiring berjalannya waktu pera...