36

212 10 3
                                    

Double up! vote dulu dong!

*******

Erlangga dan Kiren saling menatap satu sama lain. Keduanya sama-sama enggan berpisah padahal mereka sudah sampai di depan rumah Kiren. Erlangga menggenggam kedua tangan Kiren dan tak mau melepaskannya.

"Gak mau pisah deh!" kesal Erlangga tak mau pergi. "Kita nikah sekarang aja yuk Ren! Biar aku bisa bawa kamu ke rumah aku!"

"Nggak usah ngaco deh!"

"Aku serius Ren, aku punya rumah, punya mobil, punya motor, kalau mau buka usaha juga bisa! Aku siap modalin, udah layak aku jadi suami kamu!"

"Iya udah layak tapi aku nggak nilai kelayakan kamu dari materi aja. Menikah itu bukan hal yang sepele!"

Erlangga memanyunkan wajahnya. "Berarti kamu gak mau nikah sama aku dong! Percuma dong aku punya uang banyak tapi nggak nikah sama kamu!"

Kiren menggeleng dengan cepat. "Nggak usah aneh-aneh deh Er! Kita kan udah sepakat habis lulus SMA tunangan dulu dan setelah lulus Universitas baru nikah."

"Kelamaan, aku bisa kok jadi imam kamu sekarang juga!"

"Itu nggak lama kok, 4 tahun lagi."

"Lama!!" kesal Erlangga menggoyangkan kedua tangan Kiren. "Sekarang aja yuk ke KUA!"

"Er!" geram Kiren.

Erlangga menghela napas panjang. Erlangga memalingkan wajahnya. "Kiren nyebelin!" kesal Erlangga cemberut.

Kiren tersenyum geli melihat wajah Erlangga yang ditekuk dan cemberut.

"Sana pulang!"

"Gak mau!!" tolak Erlangga tegas.

"Udah malam Er, jalanan disini bahaya kalau malam-malam! Banyak penjahat gitu deh!"

"Biarin aja, aku nggak takut! Aku gak mau pulang, nanti kalau aku kangen gimana?"

"Iya, kamu nggak bakal takut, kamu juga udah biasa berantem tapi aku nanti khawatir! Aku yang takut kamu kenapa-kenapa dan besok kita ketemu di sekolahan," jelas Kiren perhatian dengan keselamatan Erlangga.

"Iya deh, aku mengalah aja!" Erlangga menundukkan kepalanya lalu menarik kedua tangan Kiren hingga tubuh Kiren bertabrakan dengan tubuhnya.

"Aku sayang kamu," ucap Erlangga.

"Apa sih Er, ya ampun! Jangan bikin aku malu deh!"

Kiren ingin melepaskan pelukan Erlangga namun Erlangga terus memeluknya dengan erat.

"Er? Lepasin dong pelukannya, malu tahu! Kalau nanti Mama sama Ayah aku lihat gimana?"

"Gapapa. Om sama Tante udah restuin hubungan kita kok! Sebentar aja kayak gini ya! Aku mau isi energi sebelum pulang, kalau energi aku habis nanti mogok ditengah jalan."

Kiren terpaksa menunggu Erlangga puas memeluknya. Hingga tak lama setelahnya, Erlangga melepas pelukannya. Erlangga tersenyum lebar menatap bola mata indah milik Kiren.

 Erlangga tersenyum lebar menatap bola mata indah milik Kiren

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cup

Erlangga mencium punggung tangan Kiren. Menyampaikan kasih sayang darinya untuk Kiren.

"Aku pulang ya?"

"I-iya."

Erlangga tersenyum lebar lalu mengelus rambut Kiren yang lembut. "Jangan kangen loh! Dadah!"

"Dadah."

"Love you!"

"Sa-sana pulang!" jawab Kiren mengusir Erlangga sambil menahan malu.

"Jawab dulu!"

Kiren menatap tajam Erlangga. "Love you too!"

"Gitu dong! Cantiknya aku, aku pulang dulu ya!"

"I-iya."

Kiren menunggu Erlangga menaiki motornya lalu pergi dari depan rumah Kiren. Setelah Erlangga pergi, Kiren memegangi kedua pipinya yang terasa panas. Pasti tadi Erlangga melihat pipinya yang memerah setelah Erlangga mencium punggung tangannya.

Kiren pun masuk ke dalam rumahnya sambil tersenyum bahagia dan juga mengelus-elus punggung tangan bekas ciuman Erlangga.

*****

Erlangga baru saja sampai di rumah barunya. Meski belum terbiasa dengan suasana rumah barunya, paling tidak Erlangga punya tempat untuk tinggal sendirian. Kedepannya Erlangga akan hidup mandiri meski sebelumnya Erlangga memang sudah hidup mandiri tanpa kehadiran orang tua yang selalu ada setiap hari untuknya tapi kali ini Erlangga benar-benar sendirian.

Suasana rumahnya lebih terasa sepi, sunyi, suram dan hampa. Erlangga merebahkan tubuhnya ke sofa di ruang keluarga lalu menyalakan televisi di depannya. Erlangga membuka channel tv yang menayangkan kartun.

Erlangga melihat kartun dua anak botak di layar televisinya sambil tersenyum remeh. "Bisa-bisanya lo berdua masih TK!"

Kartun itu sudah ada sejak Erlangga kecil hingga dia dewasa. Melihat kartun itu membuat Erlangga teringat saat itu Ibunya belum depresi dan masih mengurusnya dengan baik.

Alangkah baiknya jika Ibunya terus seperti itu. Mungkin hidup Erlangga jauh lebih baik dan mungkin saja Erlangga tidak jadi anak nakal seperti sekarang.

"Hah!"

Tak

Erlangga mematikan televisinya. Tubuhnya lelah setelah berjalan-jalan bersama Kiren jika otaknya harus dipakai untuk memikirkan masa lalu atau masalah yang rumit, maaf. Erlangga tidak mau.

Erlangga memejamkan matanya lalu menutup kedua matanya dengan lengan yang dia taruh di atas muka. Rumah sebesar ini, Erlangga bebas mau tidur dimana pun selain kamarnya.

Drrt Drrt

Erlangga terpaksa membuka matanya lagi karena ponselnya bergetar. Erlangga segera melihat satu pesan singkat yang dikirim Deka dan Johan untuknya.

Dekaanjing
Erlangga!
Lo musti lihat artikel ini!
------link------

Johantu
Er, bokap lo kecelakaan tuh
Kalau lo mau ke rs nya kita-kita siap nemenin lo

Erlangga mengernyitkan dahi. Erlangga segera membuka artikel online yang dikirim Deka.

Kecelakaan tragis, satu mobil hancur setelah menabrak bahu jalan.


Setelah membaca seluruh isi Artikel. Erlangga langsung berdiri dari tempatnya dan bergegas keluar rumah.

"Han, lo kasih tahu ke gue dimana rumah sakitnya! Gue kesana sekarang, kalian nyusul aja!" perintah Erlangga menelepon Johan.

Setelah mematikan panggilan teleponnya. Johan langsung mengirimkan nama rumah sakit.

"Lo Ayah buruk, Pak! Kalau lo mati, gue nggak akan ampunin lo seumur hidup gue!!" ucap Erlangga berkata sendiri.

Erlangga segera tancap gas menuju Rumah Sakit Mutiara. Rumah Sakitnya sangat jauh dari pusat kota, Erlangga terpaksa mempercepat laju motornya agar cepat sampai.

TIN

TIN

TIN

"WOY!!"

Erlangga tak menggubris pengendara lain yang marah-marah kepadanya. Dia ingin cepat-cepat menemui Alaska di Rumah Sakit.

Seburuk-buruknya Alaska dimata Erlangga, Erlangga belum siap kehilangannya. Erlangga tidak rela jika harus kehilangan seorang Ayah selama-lamanya. Erlangga terus berpikiran positif, dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa Alaska tidak kenapa-kenapa. Alaska pasti baik-baik saja. Dia pasti selamat dari kecelakaan tragis itu.











_Thanks For Reading_

ERLANGGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang