"... tapi aku bersumpah Jeon Jungkook, jika kau memilihnya, aku akan memastikan kau tak akan pernah melihatku lagi."
Perkataan yang dengan tegas dan berani disampaikan Jennie itu nyatanya hanya menjadi ancaman belaka, sekadar buah bibirnya semata, nihil akan aksi konkret yang harusnya ia lakukan. Karena bahkan setelah Jungkook memilih Lisa dan menghilang selama dua minggu, Jennie tak pergi. Ia masih di kediaman Jeon, menunggu siang dan malam untuk sang lelaki agar pulang, agar kembali padanya dan merealisasikan segala ucapan yang sudah dijanjikan untuknya.
Setiap hari Jennie duduk di samping jendela raksasa di dalam kamar yang pernah menjadi suaka ternyamannya namun kini dingin dan terasa asing, menatap ke luar jendela berharap menangkap sekilas saja bayangan lelaki dengan mata kancil yang sungguh Jennie rindukan. Di jari manisnya telah melingkar cincin bermata berlian, cincin pernikahan yang sedari dulu hanya menjadi penghuni laci meja riasnya. Miris mengapa Jennie ingin sekali memakainya saat Jungkook sudah tak ada, pergi menodai ikatan sakral yang harusnya ia jaga.
Ikatan sakral? Jennie jelas terlalu berekspektasi tinggi. Ikatan pernikahan yang diawali dengan paksaan dan berakhir dengan tragedi tak layak disebut seperti itu. Namun, mengapa ia masih berharap? Mengapa Jennie masih memiliki segudang mimpi tentangnya dan Jeon Jungkook?
Sang kakak setiap hari datang berlutut memohon di depan Jennie, meminta agar Jennie bersedia mengikutinya pindah ke New Zealand. Rosie juga tak pernah absen berkunjung, membujuk Jennie untuk menyerah dengan penantiannya, berjanji akan ikut menemani Jennie ke New Zealand.
Kedua orang tua Jungkook juga tak berhenti memeriksa keadaan Jennie, memastikan menantu kesayangan mereka tetap sehat dengan asupan makanan sehat. Namun Jennie bisa melihat tatapan penuh permohonan maaf dari Ayah dan Ibu mertuanya setiap kali mereka mengajaknya bicara, seakan memberitahu Jennie bahwa hingga kini mereka belum menemukan Jungkook, seakan memberitahu Jennie bahwa tak mengapa jika kali ini ia memilih merelakan.
Dan Jennie mulai goyah. Keyakinannya menunggu perlahan sirna seiring siang berganti malam dan malam menjadi pagi. Keteguhan hatinya dua minggu yang lalu sedikit demi sedikit tergerus akan kenyataan bahwa Jungkook tak kunjung kembali. Mungkin lelaki itu memang tak berpikir untuk kembali. Jennie bukanlah prioritas.
"Aku membawakan es krim kesukaanmu."
Lamunan Jennie pecah ketika menyadari kehadiran Somi di depannya. Gadis itu duduk bersila tepat di depan Jennie, di lantai dingin yang sama, dengan semangkuk es krim di tangannya, dan senyum sederhana di wajah cantiknya. Sudah lama, sudah sangat lama semenjak Jennie melihat Somi tersenyum untuknya, terakhir ketika mereka masih kecil, saat mengunjungi Disney Land bersama.
"Aku masih ingat kau selalu merengek meminta es krim susu waktu kita kecil," sambung Somi lagi ketika melihat raut heran pada wajah Jennie yang terkejut akan perlakuannya yang benar-benar tak biasa. "Tak usah terkejut. Aku tak meracuni es krim ini. Pun aku datang ke sini bukan untuk mengajakmu bertengkar, dan bukan terpaksa karena suruhan orang tuaku. Aku ke sini karena memang aku ingin bertemu denganmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Clandestine Reality
Fanfiction⚠️ 21+ Mature Content Romance, Angst & Drama Kim Jennie & Jeon Jungkook Everybody has a secret. xx