Mulai menerima

2K 201 142
                                    

Di jalan raya besar, terlihat ada mobil mewah yang melaju kencang di antara mobil lainnya yang juga tampak melewati jalan itu. Terlihat ada dua orang yang berada di dalam mobil yang melaju kencang itu dengan raut wajah yang tampak panik dan khawatir. Mereka adalah Tian dan Bi Surti. Mereka tampak begitu takut dengan apa yang baru saja terjadi. Pasalnya, putra satu-satunya majikannya itu tengah tidak sadarkan diri dan mereka tengah mengantarnya ke rumah sakit sekarang. Putra majikannya mengalami mimisan saat di rumah hingga tidak sadarkan diri. Mereka takut melihat putra majikannya itu yang sepertinya tidak berminat untuk bangun sedari tadi. Putra majikannya itu tampak memejamkan matanya rapat dengan wajah yang tampak begitu pucat.

Tian terus fokus melajukan mobilnya menuju ke rumah sakit. Sedangkan bi Surti tampak memangku kepala putra majikannya yang tak lain adalah Jeno sambil menangis di kursi belakang kemudi. Ia tampak menghapus darah yang masih tersisa di sekitar hidung dan mulut Jeno dengan tisu.

"Hiks.. Jeno, kamu harus bertahan ya.. Maafin bibi sama kak Tian karena antar Jeno ke rumah sakit.. hiks.. Jeno jangan marah ya kalau nanti bangun.. hiks.. hiks.. bibi takut, Jeno.. Jeno pokoknya harus baik-baik saja, ya.. Jeno kuat, ya.. bibi ngga mau Jeno kenapa-napa.. hiks..", ucap bi Surti sambil menangis.

"Bi.. tolong hubungi tuan Devan, bi! Pake hp aku aja biar langsung diangkat! Hp-ku ngga dikunci, kok. Aku susah soalnya sambil nyetir", ucap Tian sambil menyerahkan ponselnya dengan menggunakan salah satu tangannya pada bi Surti yang duduk di belakangnya.

"Iya, Tian. Sebentar!", ucap bi Surti lalu mengambil ponsel milik Tian untuk segera menghubungi majikannya.

Setelah beberapa kali dicoba, namun tidak juga diangkat oleh Devan.

"Ngga diangkat, Tian!", ucap bi Surti.

"Coba sekali lagi, bi!", ucap Tian.

Bi Surti pun akhirnya mencoba menghubungi majikannya lagi dan akhirnya diangkat.

"Ada apa, Tian?", ucap Devan dari seberang telepon.

Bi Surti segera menghapus air matanya dan berusaha untuk tenang supaya suaranya terdengar dengan jelas oleh majikannya.

"Halo, Tian? Apa ada masalah di rumah?!", ucap Devan.

"Tuan.. ini saya", ucap bi Surti.

"Bi Surti? Ada apa, bi? Apa ada masalah di rumah?", ucap Devan.

"Tuan, mohon maaf mengganggu waktu tuan. Saya hanya ingin.....", ucap bi Surti.

"Sebentar, bi. Apa ini penting? Saya lagi di rumah sakit lagi ngobrol sama teman. Bisa nanti saja kita bicaranya?", ucap Devan.

"Tuan, tapi saya juga mau ke rumah sakit, tuan.. hiks..", ucap bi Surti kembali menangis.

"Loh, memangnya siapa yang sakit? Apa bibi sakit? Ngga usah izin sama saya, bi. Minta antar Tian saja kalau memang bibi mau ke rumah sakit untuk berobat. Biarkan Jeno di rumah sama pak Fery", ucap Devan.

"Hiks.. tapi........", ucap bi Surti.

Devan langsung mematikan panggilannya.

"Halo?! Tuan?! Halo, tuan!", ucap bi Surti.

"Kenapa, bi?", ucap Tian.

"Hiks.. tuan Devan malah matiin teleponnya", ucap bi Surti.

"Coba ditelepon lagi, bi!", ucap Tian.

Bi Surti lalu segara memanggil nomor telepon majikannya lagi. Namun, majikannya tidak mau mengangkat teleponnya lagi.

"Gimana, bi?!", ucap Tian sambil menyetir.

Peluk Aku, Bunda√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang