Kedelapan

2.4K 326 80
                                    

Derap langkah sang Antasena begitu menggema siang ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Derap langkah sang Antasena begitu menggema siang ini. Semua pasang mata tertuju padanya, pun bisik-bisik halus yang terdengar oleh rungu tajamnya.

Yang memuja? Itu sudah biasa. Pun yang mencibir dan bersikap iri dengan hidupnya, itu juga sudah biasa.

Yang dilakukan Bintang tetap sama. Bersikap bungkam dan tak perduli pada sekitar. Dia terlampau malas mendengar gunjingan tak bermutu mereka yang pada akhirnya mengemis minta jadi sahabat.

Tiga kata. Tidak tau malu.

Lagi pula, masa bodoh dengan mulut menyebalkan para manusia itu, yang entah kenapa selalu iri padanya. Terutama para kakak kelas yang hobi sekali mencibir dirinya karena dekat dengan Asya, si gadis yang diam-diam menjadi primadona di kalangan kakak kelas.

Pemuda itu mendorong semua orang yang menghalangi langkahnya, tak perduli laki-laki atau bahkan perempuan. Sekarang, fokus Bintang hanya tertuju ke arah depan, di mana seorang gadis dengan tas berwarna cokelat tengah berjalan santai seraya memasang wajah dingin seperti biasa.

"Asya!"

Sejujurnya Bintang sudah tak tahan terus mengejar, langkah Asya lumayan cepat dan sedangkan Bintang akan kelelahan jika memaksakan diri untuk berlari.

Ada alasan tersendiri yang membuat Bintang terpaksa menyusul Asya ke kelasnya. Gadis bersurai panjang itu, lagi-lagi melupakan kotak bekal yang berisi makan siangnya. Bintang sangat tau, Asya itu cerobohnya minta ampun kalau perkara barang-barang. Yang gadis itu ingat hanya buku pelajaran dan setoples kue cokelat kesukaan, selain itu mau statusnya sepenting apapun Asya akan melupakan benda yang seharusnya ia bawa.

"Asya!"

Bintang berdecak sambil terus melangkah, selain ceroboh Asya sepertinya juga memiliki masalah pendengaran. Buktinya saja kali ini, padahal Bintang sudah berteriak keras memanggil-manggil namanya, Bintang bahkan sudah rela menjatuhkan harga diri sebagai si kulkas sombong yang pantang berurusan dengan orang lain jika itu tak penting, tapi di kejauhan sana Asya bisa-bisanya tak mendengar panggilan dari Bintang.

"Asya!"

Nah, sekarang barulah gadis itu menoleh. Bintang menghentikan langkah lebar dengan derap sepatunya yang menggema. Satu tangannya terulur menyerahkan kotak bekal bergambar karakter tokoh kartun kepada Asya yang masih terbengong di depannya.

"Buat Asya?"

Bintang berdecak, satu tangan yang masih terulur ke arah Asya itu ia turunkan kembali. Tanpa kotak bekal di tangannya yang tersentuh oleh tangan putih Asya.

"Buat Ayah gue! Ya, buat lo, lah. Dari Ibu, katanya bekal lo ketinggalan di atas meja makan."

Asya baru ingat, memang dirinya tadi lupa membawa bekalnya sendiri karena terlalu terburu-buru. Asya lupa kalau hari ini tidak ada pembelajaran karena semester yang berakhir. Bahkan, satu minggu lagi sekolahnya akan mengadakan bazar dan pentas seni akhir semester sebelum libur panjang.

1. Hug Me Star [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang