Kali Kedua - 49

24.9K 1.5K 16
                                    

Sebuah dress casual sebatas lutut berwarna denim sudah membalut tubuh Manda yang kini terlihat lebih berisi dibanding sebelumnya. Wajahnya sudah ia poles dengan make up tipis-tipis ditambahkan dengan polesan lisptick nude pink pada bibirnya. Rambutnya dibiarkan tergerai yang kemudian ia tambahkan bando yang membuatnya semakin terlihat cantik. Setelah merasa siap, Manda menyambar tas lalu berjalan keluar kamar.

Manda menuruni anak tangga dengan hati-hati. Barra akan menjadi orang pertama yang akan langsung memarahinya jika ia menaiki atau menuruni anak tangga dengan berlari atau pun terburu-buru. Padahal Manda merasa ia tidak pernah seperti itu. Namun, suaminya memang berubah menjadi lebih bawel saat Manda hamil. Bahkan Manda merasa bawelnya Barra melebihi mama Heni.

Barra juga mencetuskan ide untuk mereka pindah ke kamar yang ada di lantai satu agar Manda tidak perlu naik turun tangga ke lantai dua. Tetapi Manda menolak, ia terlalu malas mengatur kembali barang-barang mereka. Lagipula kamar di lantai satu juga lebih kecil dibandingkan kamar mereka saat ini, Manda menjadi tak yakin semua barangnya akan cukup di kamar tersebut. Kemudian Manda pun berjanji akan hati-hati saat naik turun tangga dengan catatan mereka tak perlu pindah kamar.

Begitu menuruni anak tangga terakhir, Manda menoleh begitu menyadari suara langkah kaki suaminya yang datang dari arah pintu samping. Barra memang baru saja memastikan semua pintu terkunci rapat sebelum mereka pergi meninggalkan rumah. Seperti saat ini contohnya, mereka akan ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan rutin kehamilan Manda.

Di perjalanan menuju rumah sakit, suasana mobil hanya terdengar suara penyiar radio yang sedang menyapa para pendengar setianya. Barra fokus menyetir di jalanan ibukota yang padat merayap saat waktu hampir menuju jam pulang kantor. Manda yang duduk di sampingnya nampak melamun dengan siku kiri yang bertumpu pada pintu mobil sementara tangan kanan yang berada di pangkuannya sesekali mengelus perutnya yang sedikit menyembul.

Pria dengan polo shirt hitam itu menoleh begitu menghentikan laju mobil karena macet. Matanya menatap istrinya yang nampak melamun lalu mengulurkan tangan mengambil tangan Manda, menggenggam tangan tersebut dan mengisi sela-sela kosong jemari tangannya. Manda menoleh dan tersenyum.

"Mikirin apa, sih?" Barra mencium punggung tangan istrinya.

Manda memperbaiki posisi duduk. "Lagi mikir mau makan apa setelah pulang check-up nanti." Ia tersenyum lebar.

"Pantesan serius banget."

"Aku makan terus nanti gendut."

"Kebanyakan ibu hamil memang gendut, kan."

"Tapi kalo udah melahirkan tetap gendut gimana?"

"Ya, enggak gimana-gimana. Mau gendut atau pun kurus, kamu tetap Amanda. Istrinya aku. Aku sama sekali enggak masalah dengan hal kayak gitu." Ia tersenyum.

Senyuman lebar ikut tersungging di wajah Amanda. "Pulangnya ke supermarket aja deh, beli buah. Mau buat salad buah."

"Siap, nyonya." Jawab Barra yang membuat Manda tertawa, begitu juga dengan Barra.

Setengah jam kemudian, keduanya sudah tiba di rumah sakit. Rumah sakit yang berbeda dengan tempat bertugas Barra. Sebab dokter kandungan yang mereka pilih memang tidak bertugas di rumah sakit yang sama dengan Barra. Pemeriksaan belum dimulai sebab sang dokter sedang melakukan tindakan pada pasien lain. Mau tak mau mereka harus menunggu beberapa saat.

Sambil menunggu, Manda mengajak suaminya ke cafetaria rumah sakit yang berada di dekat lobby. Dengan menggandeng tangan istrinya, Barra mengajak Manda memasuki sangkar besi yang akan membawa mereka turun ke lobby. Lift mulai bergerak turun lalu berhenti di lantai dua, sepasang suami istri melangkah masuk dengan sang istri yang terlihat menggendong bayi perempuan berusia enam bulan. Refleks Barra dan Manda sedikit menggeser tubuh mereka memberikan ruang untuk pasangan suami istri tersebut.

Kali Kedua [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang