Kali Kedua - 50

63.6K 2K 106
                                    

Ibukota terlihat cerah hari itu. Langit biru membentang dengan sinar sang mentari yang bersinar terang. Di sebuah rumah bercat putih terlihat banyak orang yang baru saja meninggalkan rumah tersebut. Pengajian empat bulanan memang baru saja dilaksanakan. Si tuan rumah pun bisa bernafas lega karena akhirnya rencana yang telah mereka rencanakan selama satu bulan sebelumnya dapat berjalan lancar.

Sepeninggal para tamu rumah Barra dan Manda masih terlihat cukup ramai oleh keluarga dan sanak saudara mereka. Di ruang tamu terlihat mama Lita, kak Erin dan Bitha yang sedang menyantap makanan. Ada juga papa Budiatma dan papa Gunawan yang mengobrol di teras depan. Terlihat juga Barra yang sedang memangku Lulu dan tengah bermain tebak-tebakkan dan ada juga sanak saudara lainnya. Acara kali ini memang tanpa kehadiran bang Alan yang harus ke rumah sakit karena ada keadaan darurat.

Manda yang sebelumnya duduk di samping suaminya tengah menyantap puding bangkit berdiri lalu menuju dapur dengan membawa piring kotor. Di dapur terlihat mama Heni yang sedang menata kue dan menoleh begitu menyadari kehadiran putrinya. Ia menghela nafas melihat Manda yang terlihat tidak bisa diam sejak tadi, terus mondar-mandir melakukan banyak hal yang membuat mama Heni geram melihatnya. Padahal sudah berulang kali ia meminta Manda untuk duduk diam saja.

"Bolak-balik terus. Mama kan udah minta kamu untuk duduk aja, kamu lagi hamil."

Sebelum Manda menanggapi ucapan mamanya sudah terdengar suara mama Lita yang ikut nimbrung. "Ibu hamil itu enggak boleh terlalu capek. Udah biarin aja, mama sama yang lain yang akan urus semuanya."

Sebuah senyuman terukir di wajah Manda melihat perhatian dari kedua mamanya. "Iya. Makasih ya mama-mama ku yang cantik."

Setelahnya perempuan dengan balutan dress panjang berwarna putih itu memilih untuk menuruti ucapan kedua mamanya, ia duduk di kursi meja makan. Tangannya refleks mengelus perutnya yang memang sudah menyembul. Manda bukannya tidak bisa diam atau pun tidak percaya dengan mama Heni atau pun mama Lita, hanya saja ia merasa tidak enak jika hanya duduk diam sementara yang lainnya terlihat sibuk mengatur semuanya.

Manda mendongak begitu merasakan sebuah tangan yang mengelus rambutnya. Suami tampannya dengan balutan baju kokoh putih berdiri di sampingnya seraya tersenyum manis. Kedua tangan Manda langsung melingkari pinggang Barra memeluknya. "Capek, ya?"

Kepala Manda mengangguk. "Sedikit, sih. Karena daritadi juga disuruh duduk diam terus sama mama."

Senyuman Barra kian melebar kemudian menarik kursi satunya dan duduk di sana saat Manda menguraikan pelukan. "Yaudah di sini aja, temenin aku."

"Teman-teman kamu kok belum ada yang datang?"

Sambil mengulurkan tangan mengambil jeruk, Barra menjawab. "Mereka baru on the way. Sisil gimana?"

"Enggak tahu sih, chat aku udah dibalas atau belum. Handphone aku di kamar."

Manda membuka mulut begitu Barra menyuapi jeruk yang sudah ia kupas. "Tadi ada ibu pengajian yang bilang kayak gini ke aku, pak dokter istrinya cantik banget, mirip artis."

Terdengar suara tawa Manda mendengar ucapan suaminya. "Aku secantik itu, ya?"

Kepala Barra menggeleng pelan. "Kayaknya ibu itu bohong." Ia menahan senyuman seraya menatap Manda bermaksud meledek lalu memasukkan jeruk ke mulutnya.

"Jadi maksudnya aku jelek?"

Barra tertawa. "Mana mungkin. Istri aku itu cantik banget, apalagi selama hamil. Kecantikannya bertambah." Ia mengakhiri kalimatnya dengan mencium pipi chubby Manda.

"Gombal."

Barra hanya tersenyum mendengar jawaban Manda. Ia mengarahkan jeruk terakhirnya pada Manda. Namun, begitu istrinya sudah membuka mulut, Barra justru memasukkan jeruk ke mulutnya sendiri. Sontak Manda pun langsung mencebikkan bibir sebal seraya memukul pelan paha suaminya. Sementara Barra tertawa puas karena berhasil meledek istri cantiknya.

Kali Kedua [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang