15.

51 10 22
                                    

Ini adalah makan malam terakhir Widuri bersama Rubiyah dan Anton. Pasangan ini akan pulang ke Indonesia esok pagi. Hanya Ezra yang akan tinggal di sana sampai bulan depan. Rubiyah curiga kalau Ezra akan menemui kekasih lelakinya.

Saat Anton dan Widuri sedang bicara di balkon kamar hotel, Rubiyah menggunakan kesempatan itu untuk bicara dengan Ezra.

“Kamu tinggal lebih lama di sini karena mau bertemu pacarmu kan, Mas?” tanya Rubiyah.

“Ya. Dia tinggal di negara bagian ini juga,” jawab Ezra.

“Kamu mau bawa Widuri untuk berkenalan dengan pacarmu?”

“Enggaklah. Dia enggak perlu tahu bapaknya gay.”

Rubiyah mengangguk pelan. “Apa pacarmu itu Kenny lagi?”

“Bukan.”

“Terus siapa? Apa aku pernah bertemu dengannya?”

“Kamu pernah bertemu dengannya saat aku wisuda. Mungkin kamu enggak ingat wajahnya seperti apa.” Ezra membuka ponselnya untuk membaca beberapa email dari kantornya.

“Ya. Aku pernah menghampiri kamu saat kamu sedang bicara dengan seorang lelaki. Kamu malah menyuruh aku pergi.” Rubiyah mengingat kejadian itu. “Apa dia kekasihmu sekarang?”

“Ya. Kamu benar. Dulu dan sekarang. Aku enggak mau bahas ini lagi. Aku enggak akan mempertemukan Widuri dengan lelaki itu. Aku akan selalu bertanggung jawab pada Widuri. Enggak ada yang bisa mematahkan ikatan antara aku dan anakku.”

Ponsel Ezra berdering. Widi menelepon. Pria itu langsung keluar kamar hotel untuk menjawab panggilan itu. Rubiyah merasa khawatir jika Widuri mengetahui orientasi seksual Ezra yang sebenarnya, pasti akan sangat menyakitkan bagi putrinya.

*

Hari pertama tanpa Rubiyah dan Anton membuat Widuri merasa ada yang tidak lengkap dalam hidupnya. Wajar saja karena hampir seluruh hidupnya dihabiskan bersama mereka. Rasa cemas merasuk dalam jiwanya.

Kelas yang Widuri hadiri mulai terisi oleh banyak mahasiswa. Seorang mahasiswa berambut merah duduk di sebelahnya. Saat mata mereka tak sengaja bertemu, Widuri tersenyum ramah padanya. Sayangnya mahasiswa itu tidak balik tersenyum. Pemuda berwajah pucat dengan banyak bintik-bintik cokelat itu malah semakin memasang wajah tak ramah. Kondisi ini membuat Widuri merasa sangat tak nyaman.

Judes amat jadi orang. – Widuri

Seorang dosen masuk ke dalam ruangan dan memulai memberikan materi untuk hari itu. Sepanjang tiga puluh menit ia menjelaskan materi di depan seluruh mahasiswanya. Setelah itu dia memberikan kesempatan kepada mahasiswanya untuk bertanya.

Tanpa diduga pemuda di samping Widuri mengangkat tangan untuk bertanya. Setelah memperkenalkan diri, ia mulai memberikan pertanyaan. Sebenarnya pertanyaan yang ia ajukan sangat bagus, tapi aksen yang keluar dari mulutnya terdengar aneh. Banyak mahasiswa yang menahan tawa saat mendengar ia berbicara.

Widuri mendengar beberapa orang menyebut kata Rusia. Ia menyimpulkan kalau dari sanalah pemuda ini berasal. Yang membuat Widuri semakin kagum adalah pemuda itu tidak ambil pusing dengan kelakuan orang-orang di sekitarnya.

Ketika pertanyaan sudah selesai diberikan, dosen itu mulai menjawab. Sambil mendengarkan jawaban dari sang dosen, si pemuda mencatat hal-hal penting dalam bukunya. Setelah jawaban yang diberikan dosen berakhir, pemuda itu berhenti mencatat. Tiba-tiba ia melirik pada Widuri yang ternyata sedang menatapnya sampai terdiam.

Wajah si pemuda langsung cemberut. “Kau datang ke sini untuk belajar, kan?”

Widuri sangat terkejut. Ia mulai gugup. “Ya. Maafkan aku.”

His Love 3 🌈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang