Diriku

118 6 1
                                    

Aku salah satu gadis yang tidak senang berbicara. Menurutku semua perkataan teman-temanku yang memujiku adalah omong kosong belaka. Aku memang terkenal di SMA Tunas Bangsa ini, karena kepintaran, prestasi dan ketidak tarikanku yang membuatku menyendiri.

Hari ini adalah hari liburku. Hari minggu. Pagi ini aku menatap langit biru yang ditemani awan senantiasa bersama. Andai saja dulu teman SMP ku senantiasa seperti itu. Aku yakin aku tidak akan seperti ini.

***

Flash back on..

Isak tangisku tidak dapat berhenti. Setiap detik dan setiap menit yang kujalani dengan mereka tak ada yang tersisa. Semua menghilang menjadi kenangan buruk. Ku fikir mereka baik, kenyataannya mereka ingin membuangku jauh sekali. Menusukku dari belakang.

Air mataku tetap mengalir dipipiku, tak dapat ku pungkiri. Hatiku seperti tercabik-cabik. Aku menyebrang jalan tanpa melihat sekeliling. Aku berjala dengan lemas, mataku berkunang-kunang, kaki ku rasanya tidak dapat berjalan lagi.

Ada sebuah mobil yang melaju cepat di sebelah kanan jalan. Dengan sigap, ada yang menarik tanganku dan memasukkan diriku kedalam dekapannya. Hangat dan nyaman kurasakan. Saat ku mendongak dan menatap wajahnya. Pandanganku kabur, aku tidak dapat berdiri tegak lagi.

***

Mataku terbuka dan ku tatap langit-langit kamar. Kamar? Tidak mungkin, aku menoleh ke sebelah kiri dan kuakui ini adalah UKS di sekolah.

Dari pelupuk mataku, membendung sejuta rasa dihatiku. Dan aku hanya dapat menangisi semuanya. Aku terisak-isak, merasakan bahwa semua yang telahku perbuat hanya di balas keburukan.

Ada yang menjulurkan sebuah sapau tangan kepada ku. Mungkin menurutnya untuk menghapus air mataku. Kutatap wajahnya yang dingin itu, aku tidak menyangka bahwa dia yang membawaku. Musuh bebuyutanku.

Aku tidak akan menerima sapu tangan hijaunya, di musuhku. Aku berfikir berkali kali, kenapa bukan sahabatku? Apa sahabatku juga akan menindasku? Aku tidak percaya ini semua. Kepalaku mulai pusing kembali.

Air mataku meluap kembali. Ku lihat Alex yang menghampiriku dan duduk di sampingku. Dia mengusap air mataku yang tidak dapat ku bendung. "Karin, menangislah. Hilangkan semua rasa kesalmu" ucapnya dengan tenang.

Aku tidak habis fikir bahwa Alexlah yang ada di saat dia begini. Tetes demi tetes pergi meninggalkan matanya. Sekarang hatinya sangat rapuh, semuanya menghianati dia.

Aku mulai mengantuk, tangisanku di ruangan itu membuatku ingin tertidur. Aku memiringkan kepalaku dan bersender dipundaknya, hangat sekali. "Apa kau tidak marah padaku?" Tanyaku dengan nada gelisah

Alex hanya menggeleng dan diapun tersenyum. Kutatap senyumnya yang sangat indah. Andai saja dulu aku tidak menjadi musuhnya, aku pasti akan sering melihat senyumnya itu.

Aku terlelap di pundaknya. Nyaman sekali, aku tidak pernah merasakannya dari dulu.

***

Aku terbangun dari tidurku. Melirik jam dinding di ruang UKS. Sudah sore, aku segera menuju rumahku di ujung komplek. Kutatap tulisan yang tergantung di sana "Panti Asuhan Melati" aku ingat dekapannya saat menolongku. Ingin aku merasakannya, tapi bukan dari Alex. Melainkan orang tuaku.

Ku masuki gerbang yang tak cukup tinggi, melewati lorong-lorong dengan lampu kuningnya. Aku berhenti di sebuah kamar, memasukinya dan duduk di sebuah ranjang dengan spray pinky.

Sekarang aku akan mendengarkan perkataanmu Alex "menangislah, hilangkan rasa kesalmu". Ku ingat semua temanku yang sangat baik padaku. Menjelang kelulusan kita, mereka membullyku dengan tawa tawa yang selalu terngiang ngiang di kepalaku.

Ku sandarkan tubuhku di atas kasur, ku tatap langit langit kamar. Sekarang aku dapat melihat senyuman Alex di sana. Dengan matanya yang indah, sikapnya yang dingin tetapi sangat perhatian. Rasanya aku bersalah menilai sikapnya saat kita bertengkar. Kita? Bukan, aku saja. Alex hanya dapat melihatku dengan tatapan sinis. Dia tidak berkata-kata. Tapi saat mengusap air mataku dia tersenyum, berbicara padaku.

Senyuman kembali mengembang di bibirku. Sepertinya aku dapat bahagia dengan melihat senyumnya saja. Aku hanya dapat senyum senyum sendiri.

Karin, kamu kenapa sih? Sama musuh ko senyum senyum? Kurang kerjaan deh. Tapi dia memang sangat baik.

Sejak saat itu, langkah kakiku sejajar dengan alex. Aku sangat sangat bahagia sekali.

Flash back off..

Kembali kutatap langit yang sedang berjalan bersama awan. Aku ingin bertemu dengan Alex lagi. Berjalan sejajar dengannya. Memberikan dia nasihat yang dapat di terimanya

Hai semua...
Maaf kalo aneh ya..

Aku mau kalian berjalan sejajar denganku. Mengikuti semua langkangku. Kasih bintang kalo suka ya.. atau komennya gpp

Cool GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang