Tri

131 16 0
                                    

Taavi merasa senang dan berterima kasih kepada Jazmi dan Ardan yang telah bersedia menemaninya berkeliling setelah perkenalan mereka di dekat pohon beringin itu.

Meski keduanya terkadang mengatakan hal-hal aneh yang tidak bisa di mengerti oleh Taavi, tapi mereka berdua adalah orang-orang yang menyenangkan.

Jadi sebelum Taavi berpisah dengan mereka, dia bertanya. "Bagaimana caraku jika ingin menemui kalian lagi?"

Tapi sama seperti sebelumnya. Ardan dan Jazmi tidak langsung menjawab dan malah saling melemparkan pandangan satu sama lain. Seolah-olah Taavi sedang menanyakan hal yang sangat aneh pada mereka.

Padahal Taavi yakin, meskipun penampilan mereka,,, ah, lebih tepatnya penampilan Ardan terlihat seperti artis film laga pada jamannya, mana mungkin mereka masih tidak memiliki telepon sebagai alat komunikasi di jaman yang secanggih ini?

Jadi dia pun sedikit memaksa. "Kalian punya telepon kan? Boleh aku meminta nomor kalian?"

"Telepon? Nomor?" Ardan memiringkan kepalanya ke arah kanan setelah mendengar istilah yang asing barusan.

"Ah..." Saat sedang berpikir, tiba-tiba dia teringat pada nomor urutnya sebagai prajurit pencabut nyawa.

Karena untuk saat ini hanya istilah nomor itu yang dia tahu. Dan Ardan sudah hampir menyebutkannya pada Taavi kalau saja dia tidak di sela oleh Jazmi.

"Begini saja!! Kita akan bertemu di bawah pohon beringin tadi setiap seminggu sekali!! Karena kami pasti melewatinya di saat-saat itu!!"

Jazmi yang tidak ingin Ardan mengatakan hal-hal yang mungkin bisa membuat Taavi jadi mencurigai mereka, menyampaikan apapun yang terlintas di kepalanya tanpa berpikir.

Dia tidak perduli meski Ardan langsung melotot ke arahnya karena mengorbankan kesenangan nya.

Baginya lebih penting menyembunyikan identitas asli mereka sebagai makhluk halus, daripada dia menuruti keinginan Ardan untuk mempertahankan waktu bermain mereka.

Biarlah mereka rutin bertemu dengan Taavi setiap kali Ardan selesai bertugas, daripada dia harus menggunakan kekuatannya untuk membuat Taavi melupakan pertemuan mereka.

"Ah, baiklah." Taavi menjawabnya dengan berat hati.

Sebenarnya dia lebih suka jika mereka memberikan nomor teleponnya, daripada janjian bertemu tanpa adanya komunikasi yang jelas seperti ini.

Tapi Taavi tahu itu hal yang tidak mungkin di paksakan. Karena mungkin saja Ardan dan Jazmi memang belum terlalu percaya padanya.

"Oh!! Uh!! Tapi kamu jangan terlalu lama berada di bawah pohon itu jika sendirian!! Apalagi sambil menatap ke atas!!"-Ardan

"Hah?!"-Taavi

"Kekekeke..."-Jazmi

"Jangan tanyakan alasannya dan abaikan saja Jazmi!!" Ardan yang mengetahui arti kebingungan dari tatapan Taavi, membuatnya tidak bisa bertanya apapun karena Ardan tidak mungkin menjelaskan jika pohon itu sarangnya mbak kunti.

Jika dilihat dari cara Taavi mengagumi pohon tua itu tanpa menyadari keberadaan si Kunti yang cekikikan di atas pohon, Ardan dan Jazmi tahu kalau Taavi pasti bukan seorang indigo.

Meski mereka juga tidak tahu kenapa Taavi bisa melihat mereka jika memang dia bukanlah tipe orang yang sensitif terhadap hal-hal Ghaib.

Pokoknya untuk saat ini Ardan merasa dia harus bisa meyakinkan Taavi agar menjauh dari lokasi angker itu jika dia sedang sendirian.

Karena Taavi tidak tahu kalau ada banyak air liur yang menetes dari mulut sialan mbak kunti, saat Taavi mendongakkan kepalanya di bawah pohon beringin tadi.

If I Ruled The World (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang