18 - First Date
Hari ini jadwal Jeya tidak sesibuk biasanya, tapi bukan berarti Jeya akan berdiam diri di dalam kamar seperti kebanyakan kaum rebahan. Ia justru mengajak Haekal ke mall untuk membunuh kegabutannya sekalian mencari kado untuk Suzy. Ia berencana main ke rumah Haekal lagi agar kembali bertemu Suzy.
"Kal, dressnya cantik gak?" Jeya menunjukan sebuah dress coklat semata kaki, cantik dan terlihat mahal.
"Cantik."
"Nyokap lo bakal suka gak?"
"Maksud kamu?"
"Gue mau beliin kado buat nyokap lo."
"Maaf, Jeya bukannya saya nolak rejeki. Tapi kamu gak perlu sejauh itu hanya untuk bertemu ibu saya. Kamu bisa main kapanpun kamu mau tanpa perlu repot-repot membawa hadiah."
"Gak bisa gitu, gue gak enak kalau datang dengan tangan kosong, minimal bawain apa kek gitu."
"Tapi jangan dress itu, itu terlalu mahal."
Jeya merotasikan bola mata malas. "Haekal, kalau buat kado tuh jangan suka lihat harga." Ia memutar-mutar dress di tangannya. "Gue beli ini aja deh, sttt! Jangan protes ini duit gue!"
Haekal hanya bisa diam melihat Jeya yang berjalan dengan langkah ringan menuju kasir. Haekal mendekati beberapa dress yang tergantung di sana, sekedar mengecek kembali harganya.
Ia hanya bisa menghela nafas berat. Sesuai dugaan harganya memang mahal sesuai dengan brandnya yang terkenal. Kalau begini sih lebih baik membeli dress tanpa brand saja, tetap nyaman dan harganya masih terjangkau.
Ia berjalan menyusul Jeya yang sudah selesai membayar.
Duk!
Karena tak memperhatikan jalan, Jeya menabrak bahu seseorang dari arah berlawanan hingga membuatnya hampir jatuh jika saja tak ada Haekal yang menangkap tubuhnya. Posisinya terlihat seperti tengah berpelukan.
"Maaf," ujar Haekal sembari melepaskan pelukan. "Kamu gak papa?"
"Hah? Enggak papa kok."
"Mbak, kalau jalan lihat-lihat dong!" Suara lain menginterupsi. Seorang gadis yang tadi bertabrakan dengannya.
"Maaf, tapi anda juga tidak memperhatikan jalan." Haekal yang menjawab. Gadis itu mendengus sinis lalu pergi begitu saja. Awalnya Haekal akan mengejarnya agar meminta maaf pada Jeya, tapi Jeya melarang.
"Udah gak papa, gue juga yang salah barusan jalan sambil main handphone."
"Kamu beneran gak papa?"
"Iya gue gak papa, Haekal."
Haekal hanya mengangguk lalu kembali berjalan, kali ini di samping Jeya agar tak terulang kejadian serupa.
Mereka tak tahu kalau dari sebrang toko, sepasang mata menatap tajam dengan seringai kecil di sudut bibir.
***
Sesuai ucapan Ardan kemarin, sore ini mobilnya sudah terparkir di depan salon. Ia hanya diam di dalam mobil, menunggu Feli tanpa berniat keluar. Kemarin Feli melarangnya masuk ke salon agar tidak menimbulkan kecurigaan karyawan lain, Ardan sih tidak masalah toh Ellen tidak datang ke salon tak ada alasan untuknya masuk ke sana.
Tak berselang lama para karyawan sift pertama keluar dari salon tapi tak ada Feli di sana. Bahkan setelah lima menit menunggu gadis itu tak kunjung keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
WGM 3 - (Bukan) Pura-pura Menikah
Teen FictionSelamat datang di We Got Married series! WGM berisi tentang tiga lelaki dewasa yang enggan menjalin hubungan serius. Komitmen tentang berumah tangga adalah omong kosong belaka. Tak ada satupun dari mereka yang tertarik dengan itu. Tapi bagaimana ji...