"Karena gue jatuh cinta sama orang lain."
"O-oh." Maura kaget, karena ingat betapa cintanya Nando dulu kepada Mia.
"Aneh ya, Ra?"
Maura nyengir. "Iya, lah, aneh banget. Gue pikir Mia itu cinta mati lo yang nggak bakal lo lepas sampe kapanpun."
Nando menggeleng tipis. "Nggak tau, kayaknya sekarang perasaan gue berubah."
"Bisa secepet itu ya, Nan?" Maura iri, kenapa perasaannya kepada Dewa tidak bisa secepat itu hilang.
"Nggak cepet, sih. Sebenernya udah lama banget gue rasain ini, cuma ya denial aja."
"Oh...." Maura mengangguk-angguk, bingung harus merespon apalagi. Mau menghibur juga kayaknya udah telanjur basi.
"Lo tau nggak gue jatuh cintanya sama siapa?"
"Jujur ya Nan, sebenernya gue agak penasaran dan sedikit lucu, sih. Sorry ya, Nan. Kaget aja gitu, siapa sih yang bisa bikin lo berpaling dari cinta masa SMA lo yang udah sampe ditindas, dibully, disuruh kerjain PR, ditolak berkali-kali, direndahin pun lo masih mau-mau aja balikan sama dia. Wow banget kan berarti orangnya."
"Iya, spesial banget emang orangnya. Baru gue sadari setahun belakangan ini," jawab Nando sambil tetap fokus menyetir.
"Jadi lo udah jatuh cinta sama dia selama itu dan masih tetep sama Mia?"
"Karena gue pikir cinta gue ke dia bukan cinta sesungguhnya. Tapi semakin lama, gue semakin merasa kehilangan dia dan semakin yakin kalo itu adalah cinta sesungguhnya. Gue bertahan cuma karena gak tega meninggalkan Mia setelah dia baru aja ditinggal ibunya meninggal."
"Kok... lo jahat, sih?"
Nando hanya diam, tatapannya dipenuhi rasa bersalah.
"Sekarang Mia udah tau?"
Nando mengangguk. "Dia marah banget waktu tau kalo orang itu adalah lo, Ra."
"G-gue? Gue kenapa maksudnya?"
"Lo yang bikin gue menoleh ke cewek lain selain Mia."
Maura mengerutkan keningnya, lalu dia menggeleng-geleng sambil tertawa. "Gak lucu, Nan. Lo gak ada bakat buat ngelawak kayak Dewa, please."
"Muka gue keliatan bercanda, Ra?" Nando menoleh setelah menetralkan persneling di lampu merah. Wajah itu menatap Maura tanpa kedip, dengan rahang tegas mencetak urat-urat pipi. Sukses mengunci mata dan mulut Maura untuk tidak bergerak sedikitpun.
**********
Di meja makan sudah tersaji banyak lauk-pauk dan buah-buahan –termasuk gulai kepala kakap setelah Maura keluar dari kamarnya dengan pakaian rumahan dan rambut basah. Di sofa tempat biasa dulu Nando sering duduk membaca buku bersamanya ketika Dewa justru malah mendengarkan musik lewat earphone, atau main game console.
Maura berjalan menghampiri Nando yang saat ini juga sedang membaca salah satu majalah desain milik Pras.
"Makan, yuk!" ajaknya sehingga Nando mengangkat kepala.
"Gak usah, gue udah makan kok."
"Disuruh Mama, udah dimasakin kepala kakap, tuh."
"Oh?" Nando pun sontak berdiri dan berjalan mengikuti Maura menuju meja makan. Menarik kursi yang sama seperti dulu waktu mereka bertiga sering makan di rumah ini selepas belajar bersama.
"Masih inget kursi itu?" ledek Maura.
"Emangnya boleh duduk di tempat Dewa?" balas Nando meledek.
"Boleh aja, orangnya kan juga udah gak ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye, Memory! [SEKUEL HELLO, MEMORY!]
DragosteKetika kisah mereka telah menjadi masa lalu bagi orang lain, tapi baginya hanya seperti kemarin. Banyak hal berubah, tapi ia masih tetap di perasaan yang sama. Kedatangannya kembali ingin mengulang kisah yang dulu ia tinggalkan. Mengejar lagi seseor...