𝟑𝟔: Leave You

563 91 7
                                    

Lisa kembali menghela napas lelah sebelum berkata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lisa kembali menghela napas lelah sebelum berkata. "Dengar, Rosé. Tidak ada kata terlambat jika kau tegas bertanya pada suamimu apabila dia sudah tiba di rumah nanti. Jangan terbujuk rayuannya dan berpikirlah secara jernih sebelum kau melakukan hal bodoh sehingga menjerumuskan dirimu lebih dalam lagi."

"Ya Tuhan..." Rosé berdiri, tidak mampu menghadapi perkataan Lisa. "Aku harus pergi." Gumamnya gemetar.

"Tidak sekarang, Rosé!" Lisa meraih tangan Rosé dan menghentikannya. Matanya memancarkan penyesalan karena tahu dia baru saja menghantam Rosé telak. "Maaf aku bicara seperti tadi, kumohon..." Pintanya sungguh-sungguh. "Duduklah selagi kita membahas ini. Kondisimu tidak memungkinkan untuk pergi kemana pun, Rosé."

Benar yang dikatakan Lisa, pikir Rosé muram. Ia masih dalam kondisi tidak baik-baik saja saat membiarkan dirinya masuk ke rumah Jimin lebih dari 40 menit kemudian.

Seharusnya Rosé kembali bekerja setelah makan siang tadi bersama Lisa. Akan tetapi, ia tidak bisa. Apa gunanya bekerja ketika ia nyaris tidak bisa berpikir, nyaris tidak bisa berjalan, dan nyaris tidak dapat melakukan apapun dengan kecerdasannya karena merasa sangat beku.

Tapi ia juga tidak ingin berada di rumah besar ini, Rosé menyadari sejak ia memasukinya. Tempat yang mulai terasa seperti rumah selama beberapa minggu terakhir yang menyenangkan, kini kembali jadi tempat paling asing baginya.

Pada saat ia berdiri di sana ditengah segala kemewahan dinding-dinding yang dipoles, pikirannya beralih ke rumah lain. Rumah sebenarnya—tempat yang dibangun penuh kasih sayang dan tanpa kebohongan. Satu-satunya tempat yang ingin ia datangi ketika masalah yang menimpanya seperti saat ini.

 Satu-satunya tempat yang ingin ia datangi ketika masalah yang menimpanya seperti saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika bel pintu berbunyi nyaring sekitar pukul 9 malam, Rosé benar-benar menantikannya. Menantikan penjelasan dari Jimin setelah sebelumnya wanita itu merasa perlu memaksakan diri bangkit dari sofa yang ia duduki—penuh kegelisahan serta keraguan.

Dengan mulut kering dan wajah tenang tapi pucat, Rosé susah payah meninggalkan ruangan tersebut, lalu menyusuri koridor menuju pintu depan. Ia bisa melihat sosok tinggi Jimin melalui pintu kaca patri, merasakan kemarahan pria itu seolah menembus pintu ketika dia menekan bel pintu dengan tidak sabar. Rosé sendiri menyeka tangannya yang gemetar ke sisi celana jeans sobek nya.

TOUCHING YOUR HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang