A

31 1 0
                                    

"Udahan pokoknya gue gak mau tau!" Alvian mengatakan satu kata singkat itu tatkala dirinya bertemu dengan Ana.

Ana yang kala itu memang sudah muak dengan Alvian menatap santai pada manusia yang dia anggap bukan lagi seorang manusia.

Melihat Alvian pergi begitu saja dihadapan nya, membuat Ana memandang sinis beberapa detik, tak lama ikut meninggalkan tempat dimana mereka janjian untuk ketemuan.

Alvian yang tengah berjalan menuju kelas, merasa sedikit aneh. Alvian pun menoleh kebelakang, ternyata sudah tak ada siapapun disana. Lalu Ana? Kemana dia? Pikir Alvian.

Alvian membalikkan badannya dan kembali menuju belakang sekolah. Dilihatnya disana benar-benar kosong.
"Emang gak ada inisiatif buat ngejar gitu?" batin Alvian ngedumel sembari kembali ke kelasnya. Lain halnya dengan Ana, ia tampak terlihat santai.

Kembali berkumpul bersama Intan, Gea, dan Tania. "Jadi pergi gak nih? Abis pulang sekolah?! Gue sih oke-oke aja!" Seperti biasanya, kalau sedang diskusi Gea pasti berbicara sambil menggosokkan alat kikirnya ke kuku yang amat terawat miliknya.

"Lu ngomong sama siapa? Ama kuku lo?!" sahut Ana. Gea menghentikan sejenak kegiatannya dan menatap kearah ketiga temannya.

"Kenapa?!" tantang Intan. Bukannya apa-apa, mereka serasa gak di hargai jika berdiskusi dengan Gea.

Gea hanya menatap sinis kearah Ana dan Intan. Beda dengan Tania. Diantara berempat sejoli itu, cuma Tania yang memiliki perawakan amat tenang, namun jangan salah, Tania itu luar Hello panda dalam harimau.

Perihal labrak melabrak, Tania lebih senior diantara berempat itu. Tania menatap santai kearah teman-temannya karena, sejudes-judesnya mereka kalau berbicara pada sesama, persahabatannya juga udah berjalan 5 tahun. Emang setelan pabriknya gitu.

"Lu sok soan santai, bisa pergi gak?!" tanya Gea pada Tania. Tania mengangguk saja sambil menyenderkan kepala di kursi dengan dua tangan dilipat di bawah kepalanya.

"Yaudah, Fix nih ya! Ntar pulang langsung berangkat. Gak usah pakai acara ganti baju segala!" ucap Ana memberi arahan untuk kegiatan mereka sepulang sekolah.

"Yes! Gak sabar banget pengen beli jepitan rambut kayak orang-orang gitu loh!" Intan bersorak gembira.

"Diem! Gausa bacot ini tuh di kelas!" Intan menyikut siku Gea.

"Aww! Sakit tau!"

"Biarin, ribut bener bocah!"

"Halah orang cuma ngomong gitu doang!"

"Hilih cimi ngiming giti diing!"

"Gue sumpel mulut lo baru tau rasa!"

"Diem bisa gak sih?!"

"Bocil dibawah umur dilarang ngomong!"

"Dih so– Awwws!"

"Awww!"

"Enggak gue enggak!"

Seketika perkelahian mereka pun berhenti, dan Tania pun kembali duduk di bangkunya seperti tadi.

"Sikopat lu Tan! Maen cubit-cubit anak orang aja!" kesal Intan sambil mengelus punggung tangannya yang baru saja di cubit Tania.

"Kalau berbekas gue laporin polisi lu!" protes Gea yang juga tak terima dirinya di cubit.

"Gue cuma nyahut Dikit doang malah ikutan kena!" sungut Ana.

"Rese bet kalian tuh," sahut Tania santai.

"Pala lu!" balas mereka bertiga serentak.

Tania memang tidak mencubit kuat, itu hanya cubitan peringatan.

Namun untuk Gea si paling anak Mami, itu sangat menyakitkan. Berbeda dengan Intan dan Ana.

'Tuk! Tuk! Tuk!'

Suara langkah kaki sepatu pantofel milik Bu Mega sudah terdengar oleh beberapa murid termasuk Geng TIGA. Tania, Intan, Gea, Ana.

Mereka langsung kembali duduk ke kursi dan meja masing-masing.

Langkah sepatu semakin dekat, dan...
Seluruh murid di kelas terkejut melihatnya.

Tampak Bu Elen, kepala sekolah SMA Lentera Bangsa, berdiri tegap di depan pintu sembari membawa banyak tumpukan kertas yang pastinya kertas yang mampu membuat seisi kelas tegang dibuatnya.

──────ೋღ 🦕🦕🦕🦕 ღೋ─────

𝚆𝚎𝚕𝚌𝚘𝚖𝚎 𝚝𝚘 𝚍𝚞𝚗𝚒𝚊 𝚙𝚎𝚛𝚖𝚊𝚗𝚝𝚊𝚗𝚊𝚗, 𝚋𝚞𝚊𝚝 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚐𝚊𝚖𝚘𝚗 𝚜𝚒𝚕𝚊𝚑𝚔𝚊𝚗 𝚍𝚒 𝚜𝚔𝚒𝚙.

𝙸𝚗𝚒 𝚍𝚒 𝚛𝚎𝚟𝚒𝚜𝚒 𝚢𝚊 𝚐𝚎𝚗𝚐𝚜! 𝚈𝚊𝚗𝚐 𝚔𝚎𝚖𝚊𝚛𝚒𝚗 𝚐𝚊𝚔 𝚜𝚎𝚛𝚞.

Akhir kata 𝙈𝘼𝙉𝙏𝘼𝙉Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang