Sore itu juga, Kana diantar Ryan dan Celine ke rumah Tante Celine yang bernama Kintan. Rumah Tante Celine tersebut ternyata tidak begitu jauh dari kampus dan kos yang disewa Kana. Bu Kintan dengan senang hati memberi Kana kesempatan untuk mengenal anaknya dan mengajarinya mulai Minggu depan. Tampaknya anaknya senang saat berkenalan dengan Kana. Anak perempuan kecil yang bernama Diva memegang-megang perut besar Kana. Kana langsung menggendongnya sambil mengajaknya berbincang. Kana terlihat sangat kuat dan keibuan saat menggendong anak usia tujuh tahun itu.
"Mau kan belajar sama Mbak Kana?" tanya Kana dengan senyum manisnya.
Diva menggeleng tersenyum menyeringai.
Dia pegang pipi gembul Kana.
"Nggak mau manggil Mbak. Aku mau manggil teteh aja,"
"Teh Kana? Boleh. Diva anak sopan,"
Diva cekikikan saat turun dari gendongan Kana. Diva lagi-lagi memegang perut Kana. Matanya berbinar senang.
______
***
Kana merasakan hidupnya jauh lebih baik dan berkualitas sejak putus dari Abi. Dia bisa lebih fokus dengan beragam kegiatannya. Kana bisa mengatur jadwal kerja dan kuliahnya dengan baik, tanpa harus terbebani dengan masalah asmara. Apalagi mengajar secara privat sangat fleksibel. Kana bisa minta izin off mengajar sewaktu-waktu, terutama saat ujian atau mengerjakan tugas kuliah. Untungnya Bu Kintan tidak mempermasalahkan dan mengerti akan keadaan Kana. Baginya yang terpenting adalah bahwa anak satu-satunya itu mau belajar sehingga bisa mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik.
Diva sangat senang diajari Kana. Kana bisa saja membuat suasana menyenangkan jika Diva yang sesekali tidak mood belajar. Ada saja ide kreatif Kana, dari mengajak Diva jalan-jalan dan jajan bersama, membuat permainan yang berhubungan dengan pelajaran, hingga bercerita yang indah-indah. Ternyata Diva sangat suka didongengkan.
Fina, sang sahabat pun senang dengan keseharian Kana sekarang. Dia tidak pernah mendengar keluhan Kana lagi. Dia senang karena Kana kembali semangat seperti dulu. Kana tetap semangat menabung hingga uangnya bertambah di setiap minggu. Fina pun ikut menikmatinya. Kana kerap menraktirnya di setiap saat menerima gajian. Akan tetapi Fina juga gantian menraktir makanan untuk Kana. Fina tidak aji mumpung, karena dia berasal dari keluarga berada.
"Kemarin pagi aku ketemu Abi di warung depan. Dia nanyain kamu dan kirim salam. Dia bilang kangen kamu," ujar Fina saat mengunjungi kamar kos Kana di sore hari.
"Kok baru ngasih tau sekarang?" Kana balik bertanya. Biasanya Fina cepat memberi kabar tentang apapun yang berkaitan dengan dirinya sesegera mungkin.
"Aku ragu-ragu, Na. Takut kamu masih gimana gitu kalo aku singgung nama Abi," jawab Fina.
"Nggak ada rasa lagi. Udah hambar," decak Kana.
Fina tertawa kecil.
"Baiklah kalo begitu," ujar Fina pelan. Pandangannya tertuju ke toplesnya yang berisi kue bawang. Fina sukar terpisah dari cemilan.
"Kenapa, Fin? Ada kabar baru dari Abi?" tanya Kana.
Fina hela napas panjang.
"Dia sakit-sakitan dan nggak bisa kerja lagi. Radang paru-paru,"
Wajah Kana berubah sendu.
"Tadinya aku pikir hanya akal-akalan aja sih dia bilang begitu ke aku. Supaya nanti aku kasih tau ke kamu, trus kamunya iba dan mau bertemu dengannya. Tapi ... pas aku pergi dari warung, aku dengar dia batuk-batuk parah. Aku perhatikan pas dia ke luar dari warung, dia masih batuk-batuk ... sampe ujung gang,"
KAMU SEDANG MEMBACA
KANA
Romance"Saya suka kamu, Kana. Saya ingin mengenal kamu lebih dekat." Bisma berujar tanpa basa basi. Kana tersenyum kecut. "Nggak salah, Pak?" "Apanya yang salah?" "Maksud, Bapak ... Bapak menyukai saya sebagai apa? Apa karena saya bisa mengasuh anak-anak B...