Bab 23

12 2 2
                                    

"Om mohon, Kai. Terima perjodohan ini. Sebelum kecelakaan Olivia, anak itu memang membicarakan hal ini kepada kami berdua. Dia meminta untuk bertunangan denganmu. Lagi pula kalian juga sudah kenal dari kecil."

Kai sudah menduga akan ada hal seperti ini terjadi kepadanya. Pria itu bersikap setenang mungkin mempersiapkan kalimat agar kedua orang paruh baya ini tidak merasa tersinggung atas penolakan yang akan ia ucapkan.

Bukan tanpa alasan Kai mengerti jika akan ada masalah perjodohan ini. Pasalnya ia pernah sekali memergoki Olivia sibuk merayu Cassandra untuk bisa bertunangan dengannya. Saat itu Kai sengaja diam mengabaikan apa yang telah ia lihat. Lagi pula tak ada pembicaraan apa pun antara dirinya dan Cassandra terkait perjodohan ini. Oleh karena itu Kai lebih memilih bersikap biasa saja.

Mungkin inilah saatnya masalah perjodohan ini keluar. Saat gadis itu terkapar tak berdaya dengan lilitan kabel yang menempel di tubuhnya. Masih belum ada tanda-tanda Olivia melewati masa kritisnya padahal waktu saat ini mulai menunjukan pukul dua malam.

Kai memang kembali ke rumah sakit setelah mengantar Cassandra pulang ke rumahnya. Ia menunggu gadis itu dan berharap dia tersadar. Ada sedikit perasaan bersalah menggelayuti hatinya mengingat alasan kecelakaan ini terjadi. Ia tak menyangka Olivia akan mengendarai mobilnya seperti itu hingga ia berakhir di rumah sakit.

Kai mengusap pelan wajahnya lalu menghirup udara banyak-banyak. Ditatapnya dua pasang mata yang juga sedang memandangnya dan mulai membuka suara.

"Maafkan aku Om, Tante. Aku tidak bisa menerima perjodohan ini," jawab Kai sepelan mungkin. Intonasi nada bicaranya sangat lembut berharap dua orang di hadapan ini mengerti maksud ucapannya.

"Kau memiliki kekasih? Bukankah kau baru putus dengan pacarmu?" Kali ini Ibu Olivia membuka suara. Matanya memandang Kai penuh pengharapan agar pria itu ia menerima perjodohan ini.

"Ya."

"Sungguh? Kau tidak sedang mencoba membohongi kami karena sebenarnya kau memang ingin menolak perjodohan ini bukan?"

"Om dan Tante ingat perawat yang tadi menerobos masuk ke sini? Dia itu kekasihku."

***
Entah mengapa malam ini sepertinya sangat panjang bagi Kia. Wanita itu tak bisa memejamkan mata sama sekali. Teringat kalimat akhir yang Kai ucapkan tentang akan ada hal sulit yang akan terjadi pada hubungan yang baru sebesar biji jagung ini. Permasalahan seperti apa hingga dapat memengaruhi jalinan yang sedang ia dan pria itu jalani?
Banyak argumen memenuhi kepala Kia. Ia sangat gusar sampai kedua matanya terbuka lebar tanpa ada rasa kantuk sedikit pun.

Kia meraih ponselnya dan menatap benda pipih itu ragu. Ingin rasanya menghubungi pria itu yang bertanya-tanya apa yang sebenarnya maksud dari ucapan Kai. Namun, saat melihat saat ini sudah dini hari Kia mengurungkan niatnya. Mungkin juga pria itu sekarang sedang beristirahat dan Kia tak ingin menggangunya.

Kia menarik selimutnya hingga menutupi kepala. Bergerak ke kiri dan kanan agar rasa kantuk itu datang. Namun, gagal. Ia sangat segar sekarang. Kia bangkit dari tidurnya dan membanting selimut ke lantai.
Kakinya melangkah keluar kamar menuju dapur. Ia harap setelah segelas coklat panas masuk ke dalam perut, dapat membantunya untuk tidur.

Aroma coklat yang menguar di seluruh ruang, sedikit membuat Kia tenang. Ia menyesap minuman itu dengan pelan menikmati rasa manis dan hangat yang mengalir di kerongkongannya. Larut dalam lamunan, ucapan Kai kembali berkelebat di ingatan. Kia menggeleng cepat, mengusir setiap pikiran buruk yang tiba-tiba memenuhi isi kepala.

"Sepertinya aku tidak akan bisa tidur. Apa sebaiknya aku ke rumah sakit? Jika mengantuk, aku bisa tidur di ruang istirahat para perawat."

Kia bergumam lalu bangkit dari posisinya menuju ke kamar. Kia meraih ponsel memesan kendaraan yang bisa mengantarnya. Beruntung masih ada yang menerima. Secepat kilat, Kia merapikan barang bawaan lalu menunggu taksi itu datang.

My Auntumn (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang