Sesosok pria yang mengenakan celana panjang dan jaket bomber berwarna army terlihat sedang duduk santai di sundeck kapal ditemani secangkir kopi hitam dan juga satu slop rokok Marlboro.
Jam masih menunjukkan pukul 5 pagi lebih sedikit, tapi Marvin sudah lebih dari siap menyambut terbitnya sang mentari. Sendirian? Tentu saja.
Pria itu yakin jika sebagian besar teman-temannya masih terlelap, selebihnya kemungkinan malah masih belum tidur sama sekali, sebab semalam mereka semua berpesta gila-gilaan hingga dini hari.
Kalian tau kan maksudnya apa? Iya, mabuk-mabukan. Memangnya apalagi?
Marvin sendiri semalam hanya mau mencicip sedikit. Setelah menenggak satu gelas wine berukuran sedang, dia langsung menjauh agar tak ditawari lebih banyak lagi. Marvin sengaja tak ingin ikut mabuk karena ingat tanggung jawabnya untuk menjaga Gianna.
Dia tau sebrengsek dan sebajingan apa teman-temannya, makanya semalam dia sengaja berjaga di depan pintu kamar Gianna hingga menjelang pagi untuk memastikan tak ada satu pun orang yang berani mendekat ke sana.
Pria itu hanya mengantisipasi kemungkinan terburuk. Dia takut jika ada salah satu temannya yang mabuk berat dan secara tidak sadar menyusup masuk ke kamar yang Gianna tempati.
Itu tidak boleh terjadi.
Dalam diam, Marvin menghela nafas panjang berkali-kali. Sejujurnya dia memang masih mengantuk karena hanya sempat tidur selama kurang lebih 2 jam saja. Jelas bahwa kebutuhan istirahatnya tidak terpenuhi.
Tapi mau bagaimana lagi? Sejak kecil dia sudah terbiasa bangun pagi. Tak peduli selarut apa jam tidurnya, dia wajib terjaga sebelum matahari menyingsing tinggi. Itu adalah salah satu ajaran sederhana yang ditanamkan oleh orang tuanya sejak dulu.
Ngomong-ngomong, sepertinya Marvin belum mengatakan jika selama private trip ini dia dan Gianna tidak bisa tidur bersama untuk sementara. Bukan apa-apa, itu karena Gianna menolak keras ajakannya untuk menggunakan satu kamar yang sama.
Alasannya jelas karena Gianna tidak ingin dijadikan bahan gunjingan oleh teman-temannya. Jadilah mau tak mau Marvin mengalah.
Marvin rela memberikan kamar utama yang paling mewah, paling luas, dan memiliki fasilitas paling lengkap ditempati Gianna bersama Karin. Sementara dia sendiri terpaksa tidur di kamar lain yang lebih kecil bersama Jerico.
Huh, jika saja bukan karena permintaan Gianna, Marvin tak akan pernah sudi berbagi kamar dengan seorang pria. Hell no.
Berbicara tentang Jerico, Marvin jadi ingat percakapannya dengan pria itu semalam. Dia tidak pernah menyangka jika beberapa kalimat yang keluar dari mulut adik tingkatnya itu bisa mencambuknya hingga babak belur.
Entah siapa dulu yang memulai, yang pasti topik obrolan Marvin dan Jerico tiba-tiba saja melenceng hingga saling bertukar cerita mengenai pasangan mereka masing-masing. Jerico sih jelas membicarakan Karin, pacarnya. Sementara Marvin membicarakan Gianna, pacarnya dalam tanda kutip.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends With Benefits [✓]
FanfictionMarvin dan Gianna memang telah sepakat untuk menjalin hubungan yang cukup rumit tanpa melibatkan perasaan di dalamnya. Namun mereka bisa apa jika takdir malah berkata sebaliknya? ©️zrstly, 2022