[S2] - 34 | 7 Tahun Ini ...

63 7 285
                                    

Arhaan turun dari mobil dengan memasang senyuman lebar, seolah dia adalah makhluk paling bahagia di seluruh planet ini. Sedang di sisinya, Arshika merengut tak semangat sama sekali. Gara-gara Arhaan yang ingin bangun pagi terus demi bisa cepat pergi ke sekolah dan bertemu Arshia, dia jadi kena imbasnya harus bangun cepat-cepat juga. Padahal kan Arshika masih mau menikmati tidur dan mimpinya yang indah.

Sekarang demi menghibur adiknya yang tak semangat itu, Arhaan membawakan tas Arshika dan merangkulnya dengan bahagia. Tapi tetap saja, Arshika tidak semangat.

"Arshika, Kak Arhaan!" panggil seorang gadis kecil sembari melambaikan tangan pada mereka.

Arhaan langsung berbinar-binar seketika. "Arshia!" balasnya semangat.

Mereka berempat-bersama Rhea yang mau menemui Kepala Sekolah-menghampiri Arshia. Gadis kecil yang suka sekali memakai bando warna pink itu selalu sudah berada di sekolah pagi-pagi sekali.

"Ibu, dia Arshia, mantan musuhnya Arshika yang sekarang sudah jadi temannya," Arhaan mengenalkan Arshia pada Rhea.

"Halo, Bibi. Aku Arshia," ucap Arshia sembari menyalami tangan Rhea.

Rhea diam terpaku memandangi gadis kecil bernama Arshia yang kini tersenyum manis padanya itu. Wajah, tatapan, dan senyuman Arshia seperti tak asing di matanya. Dia merasa pernah bertemu dengan anak itu sebelumnya, tapi entah di mana.

"Nak, apa sebelumnya kita pernah bertemu? Bibi rasanya tidak asing dengan wajahmu," tanya Rhea pada Arshia.

"Belum, Bibi. Atau entahlah. Mungkin saat mengantar Arshika, Bibi pernah melihatku, jadi tidak asing," jawab Arshia.

Rhea terdiam dan kembali menggali ingatannya. Kira-kira di mana dia pernah bertemu Arshia? Kenapa dia merasa dekat dan sangat tidak asing dengan anak itu?

"Wajah Bibi juga tidak asing, karena Arshika mirip sekali dengan Bibi," ucap Arshia.

Rhea tersenyum. "Apa mungkin Bibi pernah bertemu ibumu? Oh iya, siapa nama ibumu?"

"Aisha, dan Ayahku namanya Vikram," jawab Arshia sekalian menyebut nama kedua orang tuanya.

Rhea mengangguk-angguk. Berarti matanya saja yang salah. Dia tidak punya kenalan bernama Aisha dan Vikram.

"Arshika bilang Ibumu juga diundang ke sini, di mana dia?" tanya Rhea lagi.

Ekspresi Arshia berubah sedih. "Bundaku sedang demam, Bibi, jadi tidak bisa datang. Tapi nanti Ayahku akan datang, cuma sedikit siang karena Ayah harus bekerja dulu," jelasnya.

Rhea mengusap lembut pipi Arshia. "Sayang, jangan bersedih, ya? Bibi doakan Bundamu segera sembuh."

Arshia kembali tersenyum ceria. "Terima kasih, Bibi," katanya riang. "Bibi, boleh aku memeluk Bibi, tidak? Aku tidak punya bibi ataupun paman," lanjutnya dengan memasang wajah sedih.

"Tentu saja boleh, Sayang. Kau bisa menganggap Bibi adalah bibimu," ujar Rhea. Ia pun berjongkok agar Arshia mudah saat memeluknya. Dan dengan senang hati gadis kecil itu memeluk Rhea erat-erat seperti seorang anak yang memeluk ibunya sendiri.

"Terima kasih, Bibi," ucap Arshia seraya mengurai pelukan. "Ternyata begini rasanya punya bibi."

Rhea hanya tersenyum mendengarnya. Masih ia artikan perasaan apa yang timbul ketika anak itu memeluknya. Rasanya sangat tidak asing, seperti pelukan Arshika.

Segera Rhea menyadarkan dirinya dari lamunan itu, kemudian berpamitan pada anak-anak itu ke ruang kepala sekolah.

Setelah Rhea menghilang dari hadapannya, Arshia mengajak Arshika ke taman. Arhaan dan Abhram tidak bisa ikut sebab harus pergi ke kelas masing-masing. Perlu diketahui jadwal masuk kelas mereka tidak sama.

Our Impossible Love (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang