Jari berkutek merah yang baru dipoles tiga puluh menit lalu itu membuka tutup lipstik merah menyala, dia berkaca di depan cermin yang sudah kotor karena debu. Bibir indahnya dipoles merah dari bagian bawah lalu ke atas, senyumnya terpatri indah menatap pantulan dirinya. Dia mengabaikan suara desahan kencang dari kamar sebelah, apa boleh buat, dinding rusun ini tipis.
Laki-laki itu mengulum bibirnya agar warnanya rata, dia memuji tampilannya, bibir merah cantik dengan mata tajamnya. Lingerie kamisol yang dia pakai juga merah, merah artinya seksi bukan?
"Harusnya gue yang makein."
Suara rendah laki-laki lain membuatnya menoleh, dia tersenyum kecil melihat yang di ambang pintu, baru pulang dari pekerjaan kasarnya di luar.
"Mau gue apus lagi? Biar lo yang makein," dia lebih pendek beberapa senti, badannya juga lebih kecil dibanding laki-laki itu.
Pinggangnya direngkuh, ditarik mendekap. Mata nakal laki-laki itu menatapnya dari atas sampai bawah, "tampilan lo kayak penghuni lantai empat. Kayak lonte," gumamnya.
"Lo kayak gak suka aja gue begini. Mungkin gue harus pindah ke lantai tiga kali, ya? Biar makin cantik dandannya diajarin banci di sana."
"Kama..." Laki-laki yang lebih tinggi itu mendengus geli. "Gak usah ngada-ngada. Tempat kita di lantai tujuh," gumamnya seraya mengecup leher Kama. Kama membiarkan bibir laki-laki itu mengecupi lehernya, tangannya sendiri melepas kemeja yang dipakai laki-laki itu.
"Jarang-jarang lo ke sini," gumamnya, pinggangnya makin dipeluk erat, kecupan dan hisapan kecil di lehernya makin intens.
"Gue nunggu lama, Bagas."
"Sorry. Lo tahu gue sibuk, kan?" Bagas menyelipkan tangan besarnya ke dalam gaun kamisol itu, meremas bongkahan bulat yang dia rindukan. Harum parfum Kama memabukkan, membangkitkan hasrat yang dia kubur dari lama.
"Pake gue, mumpung lo di sini. Gue gak mau nunggu berminggu-minggu lagi," Kama mendorong Bagas dari lehernya, dia langsung menangkup pipinya dan meraup bibir Bagas, cumbuan panas penuh nafsu terjadi. Tangan mereka sama-sama nakal menggerayangi satu sama lain, turun ke pantat atau naik ke dada.
Bagas membalikkan tubuh Kama menghadap cermin, pantulan keduanya terlihat di cermin meja rias itu. Tangan Bagas menyelip di bawah lengan Kama, menangkup dadanya dan meremasnya.
"Ahhh..." Kama mendesah begitu Bagas bermain di dadanya, perpotongan lehernya dikecup habis-habisan, lehernya digigit sampai memerah.
"Lihat ke depan, lonte, lo harus lihat pas lo dipake," bisiknya. Kama langsung meluruskan pandangan, lihat dirinya, laki-laki yang berdandan, bibir merah menyala dengan lingerie.
Dia sangat cantik. Ditambah dua tangan Bagas yang bermain di dadanya, putingnya digaruk dari luar kain halus itu.
"Ahh Bagas..." Desahannya mendayu, tangannya menggapai ke belakang, dia menoleh menginginkan cumbuan lain. Bagas memberikannya, cumbuan rindu yang panas, tangan kanannya turun mengelus selangkangan Kama yang makin keras itu, ereksinya sampai menonjol membuat tenda di gaun merah itu.
Lenguhan dari sela cumbuan itu makin membuat suasana panas, lidah ikut andil dalam pertukaran saliva, Bagas makin liar menggerayangi Kama, penis ereksinya dikocok dari luar kain, dadanya masih dia remas seperti meremas punya perempuan.
"Mhmm!" Kama memekik saat Bagas mendorong tubuhnya ke depan meja rias, dua tangannya bertumpu pada pinggiran meja.
Dagunya ditarik ke depan, membuatnya melihat betapa berantakannya dia, lipstik merahnya sudah kemana-mana, mewarnai sekitar bibirnya dan bibir Bagas tentunya. Dia menjilat bibir atasnya dengan sensual, terkekeh geli pada pemandangan di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Polesan merah.
ФанфикWARNING// this is a highly mature content, read at your own risk. 🔞 HeeJay one shot. Top!Hee Bottom!Jay Salah satu kisah di Rumah Susun lantai tujuh. Tentang Kama yang suka memakai lingerie dan memakai lipstik merah hanya untuk Bagas, tentang...