Seorang gadis berpiyama biru yang tengah bersandar di brankar itu masih setia membuka matanya walaupun kantuk mulai datang menyambutnya.
Memory otaknya kalut akan kejadian semalam, dimana sebuah truk pertamina menghantam mobil sedan yang dinaikinya bersama keluarga.
Semalam juga kedua orang tuanya divonis meninggal di tkp.
Sungguh malang nasibnya, pagi ini belum juga ada anggota keluarga yang datang untuk sekadar menjenguk nya.Tatapan gadis itu kosong, matanya sembab karena terlalu lama menangis.
Ceklek
Seorang wanita berjas putih memasuki ruangan tersebut bersama dengan seorang perawat.
" Hai...selamat pagi Nadira..bagaimana keadaanmu?"
Gadis yang dipanggil itu pun menatap kearahnya dengan raut wajah yang sulit untuk di artikan.
" Ayo sarapan dulu nad... Abis itu diminum obatnya... " Dokter wanita itu duduk disebuah kursi dengan tangan membawa mangkuk berisikan bubur, ia hendak menyuapi gadis tersebut.
" Saya bisa makan sendiri... "
Titah gadis itu dengan nada lemah.Ia pun mengulurkan mangkuk tersebut , gadis itu memakannya pelan-pelan dengan tatapan yang kembali kosong.
" Om Syihab nanti jam sembilanan baru datang... Karena mereka baru menyelesaikan pemakaman orang tua kamu.... "
Gadis itu terdiam tak menjawabnya sama sekali, ia terus melanjutkan acara makannya.
Dokter wanita itu menghela nafasnya pelan. Ia tahu persis dengan apa yang sedang dirasakan oleh gadis tersebut.
Kecelakaan tragis juga pernah menimpanya 16 tahun yang lalu. Tepatnya ketika selesai acara pesta ulang tahunnya. Kedua orang tuanya meninggal tepat di depannya, darah mengucur begitu deras dari kepala keduanya.
Ingatan itulah yang membuatnya memiliki tekad bulat untuk menjadi seorang dokter, agar bisa menolong orang yang sedang terluka. Ia tidak mau orang lain merasakan apa yang dia rasakan sewaktu dulu.
Tangannya terulur mengusap pelan bahu Nadira, anak dari sepupunya. Syira. Yang meninggal semalam.
" Kamu lebih tau bagaimana cara menghadapi masalah dari pada tante Nad..."
Nadira mengulurkan mangkuk yang sudah kosong kepadanya. Ia pun tersenyum.
" pinternya ponakan tante..."
Gadis itu menatapnya , kali ini dengan air muka datar.
" Saya tau.... Tapi bukan itu yang saya pikirkan tan... " Nadira menatap ke arah jendela kaca, menampakkan langit yang berwarna biru cerah.
" Saya tidak mau merepotkan om syihab, tante dan keluarga lainnya... "
Sepasang manik hazel itu menatapnya, dari tatapan itulah Ia bisa melihat bahwa gadis didepannya ini sedang rapuh.
" Kami tidak pernah merasa direpotkan oleh kamu Nadira..... "
" Udahlah tan... Nadira males... Capek..." Nadira merebahkan tubuhnya dibrankar, ditariknya selimut sampai menutupi seluruh tubuhnya.
Dokter wanita itu kembali menghela nafasnya pelan. Benar-benar keras kepala seperti ibunya. Ia pun lebih memilih keluar dari ruang rawat inap setelah mengecek kondisi Nadira yang dirasa cukup stabil.
Setelah pintu ditutup , Nadira membuka selimut miliknya. Tangannya menggenggam benda pipih persegi panjang dengan netra menatap langit-langit kamar.
Entah mengapa ia merasakan mimpi yang aneh akhir-akhir ini. Tadi ia sempat tertidur sebentar, didalam tidurnya ia berpapasan dengan seorang lelaki asing yang memakai celana pendek diatas lutut dengan kaus oblong yang lumayan menampakkan abs miliknya. Dengan latar belakang yang hampir mirip pondok pesantren.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ghobir Husband
Romance" maaf... Bisa sopan dikit gak ya? " ~Nadira Kanaya Hisyam " Jangan menjauh kalau kamu tak mau syurga semakin hilang dari pandanganmu... " ~ Muhammad Fahmi Ni'am "Masa bodo... Apa aku peduli... Ya jelas enggak lah... Pancen uwong gendheng " ~Nadi...