BAB IX : A Dinner with Bastian

2 1 0
                                    

     Matanya menyapu sekitar secara perlahan, menilik satu per satu orang-orang yang baru saja naik ke panggung. Nihil. Ia tidak menemukannya, membuatnya menghela napas sedikit lebih berat.

Apakah keadaannya seburuk itu?

"Mencari seseorang?"

Seseorang bertanya di sebelah pemuda itu, tapi dibalas dengan gelengan kecil yang sesaat.

"Saya pikir Laura masih sakit," balasnya pada gadis di hadapannya.

"Kayaknya gitu. Cuaca akhir-akhir ini emang gak menentu." Tria, gadis itu berpendapat, mengingat awan mendung yang sudah saling menyelimuti satu sama lain di langit padahal tengah hari seperti ini begitu identik dengan cuaca panas yang tidak mengenal ampun.

Ya, cuaca September yang agak jahat. Sebenarnya siang ini juga pemuda itu tidak ingin berangkat latihan, tapi ia terbebani dengan tugas yang gurunya berikan.

"Baiklah, jika Laura masih belum sembuh, saya yang akan—"

"Permisi! Maaf terlambat."

Niel menelan saliva, menoleh ke arah pintu untuk melihat siapa yang berani menyela ucapannya.

Namun, ia sedikit lega setelah mendapati siapa yang berdiri di ambang pintu.

Dia datang

🎻

Dengan seutas senyum yang menggantung di wajah ayunya, ia menatap sekeliling dengan lekat. Berhari-hari tinggal di kamar, membuatnya merasa tua lebih cepat. Dihirupnya udara di tempat ini dengan penuh penghayatan. Tidak ada yang berbeda. Dia hanya mendramatisir rasa rindunya.

Latihan kali ini lebih lancar dari yang dibayangkan. Berhari-hari tidak menyentuh biola mungkin membuat jemarinya merasa soak, tapi performanya tidak begitu buruk.

"Kayaknya aku harus lebih hati-hati sama begadang," monolognya sambil terkekeh kecil. Karena cemburu yang tidak beralasan, dia sampai begadang untuk berlatih biola selama berhari-hari.

Ting!

Sebuah pesan masuk, mengharuskannya untuk membuka ponsel di genggamannya.

Kak Maudy
Mau dijemput gak nih?

Alih-alih menjawabnya, Laura memasukkan ponselnya ke slingbag-nya lalu keluar panggung.

"Sekitar 2 bulan lagi, ya?" gumamnya.

Acara yang amat penting bagi kemajuan kariernya akan segera digelar awal November mendatang. Semua orang penting—yang Laura yakini memiliki relasi luas, dari perusahaan yang mengadakan pertunjukan musik klasik ini akan datang dan menonton penampilan Laura. Acara ulang tahun perusahaan yang cukup mewah, tapi kenapa mereka tidak menampilkan violis yang lebih profesional? Sebenarnya tidak hanya permainan biola yang akan hadir di malam itu, tapi juga persembahan dari seorang pianis dan penyanyi sopran.

Ponselnya berdering kali ini, mengharuskannya untuk mengangkat segera.

Deg!

Dadanya serasa bergemuruh saat layar menampilkan sebuah nama. Mood-nya tiba-tiba hilang dan Laura bahkan enggan untuk sekedar mendengar suara si penelepon. Ingin rasanya mengabaikan, tapi Laura tidak terbiasa. Kenapa ia tidak bisa melakukannya?

"Aku benci diriku sendiri," gerutunya, mengangkat telepon tersebut.

["Sore, By. How are you today?"]

KENAPA, LAURA? [Rampung] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang