---
"Kamu pikir selamanya kamu akan bisa hidup kalo gak belajar dan selalu bolos begini?!"
Anak laki-laki itu menguap pertanda bosan mendengarkan nasihat yang sudah ia dengar berkali-kali.
Ia bahkan tahu kalimat yang akan keluar selanjutnya.
"Kakak-kakak kamu bahkan dulu selalu membantu anak lain untuk belajar--"
Ia mendengus lelah. Tidak, ia tidak kesal karena dibanding-bandingkan dengan kakak-kakaknya hanya saja guru yang sedang berdiri di hadapannya ini pernah menjadi guru di sekolah kakaknya dulu.
Sewaktu masih sekolah menengah pertama, kalimat seperti itu sering menyapanya dan membuatnya terkadang lelah. Bukan karena ia marah dan kesal, hanya tidak ingin diganggu semua proses yang ia lalui tanpa intervensi kakak-kakaknya. Maka sekolah ini lah yang ia pilih, jauh dari list sekolah favorit keluarganya.
Sialnya ia malah bertemu dengan guru yang kini menatapnya tajam tersebut.
"Leonard Wirajaya!"
Bukan hanya suara yang menggelegar itu yang membuatnya terlonjak kaget, tapi juga tepukan keras dan gemas pada lengan kanannya.
Ia menoleh lalu beradu pandang dengan seorang gadis yang tengah menatapnya penuh gejolak.
"Lo bisa iya-iya aja gak, sih? Gue kebelet pipis, nih. Kalo sampe gue ngompol cuman karena nasehatnya ga kelar-kelar gara-gara lo, tanggung jawab!"
Leonard hanya tersenyum sangat lebar sembari mengangkat alisnya menggoda.
"Mulai besok kalian berdua udah harus ada report belajar sama Clara setiap hari. Tanpa terkecuali!"
"Hah?"
"Iyain aja. Gue kenal sama Clara!"bisikan gadis di sebelahnya kembali membungkan Leonard yang ingin protes.
"Yaudah, sana kembali ke kelas!"
---
"Gue gak bisa bantu,"
Leonard melongo. Gadis bernama Clara itu memang sering ia lihat dan dengar namanya karena kepintarannya. Juga karena beasiswa penuh yang gadis itu dapatkan.
Tapi Leonard tidak menduga bahwa gadis itu akan menolak membantunya belajar.
"Lo ini tipikal anak pinter yang sombong gitu ya?"
Clara menatapnya aneh sebelum akhirmya mengangguk pelan.
"Pantes lo ga punya temen."
Lengannya kembali dipukul oleh gadis yang sedari tadi masih bersamanya sejak ketahuan kabur dari kelas dan bertemu di ruang BK.
"Sampe lo kelar kerja kita tungguin kok, Ra. Kita cuman butuh report buat ke guru BK doang. Kalo lo emang gak sempet gak apa-apa,"
Ucapan gadis yang dikuncir kuda itu membuat alis Leonard bertaut. Ia tidak mengerti kenapa gadis itu jadi sangat baik pada gadis bernama Clara ini.
"Tari..."
Oh namanya Tari.
"...gue kelar bisa sampe tengah malem bahkan bisa sampe pagi. Kalo lo nungguin gak mungkin juga karna besoknya kita sekolah,"
Tari kembali manyun dan Leon tidak bisa menahan senyum melihat wajah menggemaskan itu. Tangannya reflek terangkat dan mencubit pipi gembul itu.
"Sakit, gila!"
Makian itu datang berbarengan dengan pukulan di tangannya hingga Leon melepaskan cubitannya tapi menerbitkan tawa darinya. Hal yang membuat Clara ikut tertawa.