Vomennya dikencengin dong guysss! Aku seneng banget tau bacain komen kalian. Jangan malas-malas, dear 💋
***
"Ayo, Sa! Jadi pulang, kan?"
"Pulang aja sendiri," ketus Aksara sibuk bermain ponsel.
Mata Audrey membola. "Maksud kamu apa sih?!" Berada di dekat Aksara betul-betul menguji kesabaran. "Kamu nyuruh aku pulang sendirian, gitu?"
Dalam hati Audrey memohon kalau Aksara hanya bercanda. Markas Ravegasgeng jauh dari peradaban manusia, dikelilingi pepohonan tandus. Jalannya pun rawan.
Benda pipih itu berpindah tempat. Sekarang ponsel Aksara mendarat ke meja dengan keadaan mati total saking kerasnya dibanting.
Aksara maju dan tentu saja Audrey segera mundur. Sampai mentok ke tembok membuat kepalanya terhantuk, tapi cowok itu mengabaikannya. Malah semakin menghimpit tubuh Audrey menyisakan jarak minim.
Sekali sentakan pada leher gadis itu sukses mengunci mulutnya. Aksara menguatkan cengkramannya hingga Audrey terangkat dari lantai.
"Didiemin, kok lo makin ngelunjak? Gue bukan supir yang ready 24 jam buat antar jemput lo, anjing!"
Tampaknya ia tak punya harapan lolos dari jeratan maut. Cekikan Aksara begitu kencang. Darahnya mengalir lambat membikin muka Audrey merah padam. Suaranya tertahan, bernapas pun sulit.
Lagi-lagi ia dibikin bingung. Apa masalahnya? Mungkinkah omongannya tadi?
Aksara mengurai cengkraman begitu saja. Kontan tubuh Audrey ambruk ke lantai, menciptakan bunyi gaduh amat keras. Ia terbatuk. Kepalanya pusing bukan main.
Jika Aksara tidak segera melepaskannya, ia yakin akan meregang nyawa malam ini.
"Pulang sana!"
Ia menghapus jejak air di pipinya. Audrey berlari keluar ruangan.
Kedua tangannya bergetar. Aksara mengembuskan napas gusar, meninju tembok tanpa ampun. Buku-buku jarinya lebam juga sedikit lecet. Tembok monokrom itu menjadi samsak kemarahannya.
"Bodoh bodoh bodoh! Gue emang nyusahin, bawa sial, kurang ajar! Gue … emang seburuk itu." Nadanya memelan. Ia menunduk dalam kemudian menarik dirinya mundur ke pojokan. Aksara melempar benda keras dan mengenai saklar lampu, membuat ruangan gelap seketika.
Setelah keluar ruangan Aksara, dia masih menangis dan sukses mengambil simpati Rakha dan Theo. Keduanya kebingungan dengan apa yang terjadi pada gadis itu.
Gitarnya diletakkan ke samping. Lantas Rakha bangkit mendekati Audrey yang menyeka air matanya, seolah tidak ingin terlihat oleh siapa pun. "Lo kenapa?"
"Gapapa. Aku duluan, permisi." Dia berlari usai menyambar tas di sofa tempat Rakha duduk tadi.
Theo curiga. Ada yang tidak beres mengingat betapa kacaunya keadaan Audrey. "Kejar, Rak. Pasti terjadi sesuatu sama dia," tudingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA
Ficțiune adolescenți[FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA CERITA INI!!] Bagi seseorang yang susah ditebak dan gamau ribet macam Aksara, punya pacar amatlah merepotkan. Namun siapa sangka, pertemuan tak mengenakkannya dengan seorang gadis maniak permen stroberi, justru dapat...