34. Pelangi Di Tengah Badai

362 32 3
                                    

SUDAH dua puluh menit berlalu sejak Denis duduk di kursi pinggiran kolam renang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SUDAH dua puluh menit berlalu sejak Denis duduk di kursi pinggiran kolam renang. Ia memandangi pantulan biru dari langit pagi yang cerah di permukaan air. Matanya sesekali terpejam sesaat untuk merasakan semilirnya angin yang membelai permukaan kulitnya. Gadis itu mengadahkan wajah, membiarkan tubuhnya merasakan kembali suasana yang begitu ia sukai. Rumah megah itu seolah menyambut kedatangannya, namun jika di telisik lagi, Denis sebenarnya benci untuk kembali. Benci karena harus mengingat hal yang membuatnya dilanda kesedihan belakangan ini.

Diam-diam, dari balik pintu kaca pembatas ruangan, Ivan dibuat kaku karena begitu terpesona dengan segala kesederhaan yang selalu Denis miliki. Gadis itu tak memakai riasan, tapi tetap sanggup membuat seorang Ivan menjadi tergugu ragu bercampur takut untuk mulai melangkah mendekat. Seolah-olah dirinya kini sudah tidak lagi sepadan untuk gadis sesempurna Denissa. Ivan merasa dirinya tak lebih dari sampah, pendusta dan penipu ulung yang tega mencederai kepercayaan yang sudah ia dapatkan sekian lma.

Pagi itu, rumah yang ia tinggali tiba-tiba seperti mendapatkan nyawanya kembali. Semua staff terlihat menunjukan wajah leganya begitu Denis tiba beberapa saat lalu. Mereka satu per satu menyambut kedatangan Denis, dan tentu saja di balas dengan senyum ramah gadis itu yang selalu ditebar bagai happy virus. Namun sayangnya, berapa kalipun Ivan melihatnya, sejak tadi tidak satupun senyum itu diperuntukan padanya.

Denis terlihat masih diam. Memagari diri dan tidak membiarkan Ivan masuk dan berhasil membuat pria yang ditakuti semua staffnya itu kini malah berbalik gemetar hanya karena memandangi kekasihnya yang terduduk tanpa sepatah katapun.

"Denissa... Berhenti nyiksa aku kayak gini" Ivan bertutur lirih, kini ia memberanikan diri untuk duduk di samping Denis meski gadis itu masih tetap membuang pandangan ke sembarang arah. "Maafin aku... Aku bener-bener minta maaf."

"Buat apa sih Van minta maaf? Gunanya apa aku tanya? Toh hati kamu juga udah kebagi dua gitu." Denis tersenyum perih di ujung kalimatnya. Ia mati-matian mengucap dengan menahan sakit dalam dadanya yang kini kembali menyerang.

"Nggak Nis... Nggak!!!" Ivan semakin memangkas jaraknya. Ia memandangi wajah Denis lamat-lamat dan kembali melanjutkan kalimatnya, "aku udah mikirin ini baik-baik. Aku cuma bisa sama kamu, kemaren memang aku bodoh. Cara aku yang salah dengan bawa-bawa dia lagi dari masa lalu ke masa sekarang. Denissa... tolong maafin aku, terserah kamu mau apa tapi please... udah cukup. Aku nggak bisa kalau terus-terusan begini."

Denis melengos, kini ia membalas tatapan Ivan tak kalah dalam. Dengan mata yang berbicara masih tentang rasa kecewa, ia lalu bertanya pada pria yang kini sedang menunggu tanggapannya. "Kalau aku minta udahan gimana?"

"Denissa... No..."

Ivan memberangus wajahnya dengan dua telapak tangan seraya menarik napas panjang. Bawah matanya yang menggelap karena kurang tidur mendadak berubah memerah karena menahan air mata yang sebentar lagi tumpah. Tubuhnya gemetar, hatinya seolah baru saja ditusuk oleh ribuan pisau-pisau tajam, sementara pikirannya melayang dan terus menerus menyalahkan kebodohannya sendiri.

Sweet Escape [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang