Hari itu, Jeno sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Ia terus saja mendesak untuk pulang meski dokter belum mengizinkannya. Jeno sempat tidak mau diajak bicara sekalipun pada ayahnya saat dokter tidak memenuhi permintaannya untuk mengizinkannya pulang. Ia bahkan tidak mau makan dan tidak mau meminum obatnya. Akhirnya, dengan berat hati dokter pun mengizinkannya pulang.
Tampak Tian menyetir mobil dengan kecepatan sedang. Di belakang kemudi, Jeno duduk tenang di dalam mobil sambil menyandarkan kepalanya pada pundak ayahnya. Hari itu Devan sengaja pulang lebih awal karena mendapat kabar bahwa putranya terus meminta pulang pada dokter.
Devan mengelus rambut kepala putranya dengan lembut dan sesekali menciumnya dengan sayang. Jeno tampak menikmati elusan lembut sang ayah hingga ia merasa sedikit mengantuk.
"Ayah..", panggil Jeno.
"Iya, dek? Ada apa?", ucap Devan.
"Jeno mau tidur", ucap Jeno.
"Tidur saja, Jeno", ucap Devan.
"Nanti kalo udah sampe rumah bangunin aja, ya?", ucap Jeno.
"Iya, dek", ucap Devan.
Jeno lalu akhirnya menutup matanya karena kantuknya tidak bisa ia tahan lagi. Devan menahan tubuh Jeno dengan memeluk tubuhnya dari samping supaya jika nanti mobil yang mereka tumpangi melewati tanjakan, tubuh putranya tidak terjatuh.
Sesampainya di rumah, Devan tidak langsung membangunkan putranya. Ia mengangkat tubuh putranya dari dalam mobil lalu membaringkannya di kamar putranya yang berada di lantai 3. Ia menyelimuti tubuh putranya sampai sebatas dada. Setelah itu, ia berjalan keluar kamar putranya dan pergi ke kamar pribadinya untuk mengganti pakaiannya karena saat itu ia masih mengenakan jas kantornya. Ia juga melepas sepatunya lalu pergi ke kamar mandi untuk mencuci kaki dan tangannya. Setelah selesai mencuci kaki dan tangannya, ia lalu berjalan keluar dari kamarnya dan kembali ke kamar putranya. Kini ia sudah mengenakan pakaian yang lebih santai yaitu mengenakan celana training dan kaos hitam polos. Ia ikut berbaring di sebelah putranya dan memeluk putranya. Ia memandang wajah putranya yang tampak tertidur tenang di sampingnya.
"Jeno, ayah jarang gendong kamu sekarang. Ternyata meski Jeno lebih tinggi dari ayah, tapi ayah masih kuat angkat tubuh Jeno sampai ke lantai 3. Jeno sudah besar ternyata. Tapi ayah ngga capek gendong kamu sampai sini. Jeno kenapa sekarang makin kurus? Jeno harus makan yang banyak ya, nak..", ucap Devan dalam hati.
Jeno lalu memiringkan tubuhnya menghadap ayahnya dan memeluk ayahnya. Devan pun semakin merapatkan pelukannya dengan Jeno dan ia menepuk paha putranya pelan.
"Puk.. puk.. puk.. anak ayah sudah tidur. Mimpi indah, sayang..", gumam Devan lirih sambil tersenyum.
Setelah itu, Devan ikut menyusul putranya ke alam mimpi. Kini, ayah dan anak itu tidur dengan tangan mereka yang saling memeluk.
•••
Di rumah Candra, tampak Candra dan Reyhan tengah duduk di teras sambil memakan lutisan buah. Di halaman rumah Candra, tampak ada 2 motor terparkir yang mana itu adalah milik mereka yang baru saja dibelikan oleh Devan. Motor itu baru saja mereka pakai ke sekolah selama 3 hari ini. Mereka tampak bangga dan percaya diri saat mengenakan motor mahal dan keren itu ke sekolah.
"Pedes banget, Can! Lu pake cabenya berapa, sih?!", ucap Reyhan.
"Eh, namanya juga lutis, Rey! Gua kalo makan lutis belum keringetan plus ingus gua belum meler tuh gua masih ngerasa ada yang kurang", ucap Candra.
"Ya tapi pedesnya ngga gini juga kali, Can! Lu pasti pakein cabenya ngga kira-kira! Pulang-pulang sakit perut nih gua pasti!", ucap Reyhan sambil buru-buru menuangkan air putih ke dalam gelas beningnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peluk Aku, Bunda√
Teen FictionDILARANG PLAGIAT!!! ❌ (𝐿𝐸𝑁𝐺𝐾𝐴𝑃 !!) "Ayah, bisakah ayah kembalikan bunda? Aku butuh bunda,"