Phase 00:06

323 41 51
                                    

Membagi fokus pada dua pekerjaan dalam satu waktu ternyata lebih sulit dari yang dikira.

HikiFest semakin dekat. Terhitung kini sudah jalan menuju akhir februari. Itu artinya persiapan mereka juga harus lebih intens. Tapi, masalah terkait Wellington Foundation atau apa itulah namanya juga belum menemukan titik terang. Bahkan disela mengurus persiapan seperti ini, tiga sahabat masih harus melakukan penyelidikan.

"Mereka kayak hilang sama sekali setelah dokumennya dicuri," ujar Amatsuki pada dua sohebnya. Sakata dan Mafu saling pandang, sebelum kemudian membenarkan perkataan si brunette.

Selagi mengoreksi note musiknya, Mafu menambahi, "Aku sudah menduga bakal begitu sih. Yang hilang dokumen penting. Wajar kalau mereka jadi sangat hati-hati. Yah, tapi itu bukan berarti kita boleh lengah."

Kemudian jemarinya bergerak mengganti lembaran musik dengan berkas MOU yang harus dikoreksi. Mafu melanjutkan, "Justru sekarang adalah masa-masa yang paling berbahaya. Mereka terlalu tenang. Ini sama sekali tidak beres."

Terdengar Amatsuki berdecak kesal. Pria brunette itu mengacak helaian cokelat kemerahan di kepala. "Argh, rasanya kok kita malah cuma jalan di tempat begini. Masa' sama sekali tidak ada perkembangan?!"

"Mereka rapi sekali," Sakata menukas, "Aniki sama grupnya juga kehilangan jejak begitu dokumen yang Mafu jarah sampai ke tangannya. Sampai sekarang pun ekor mereka belum terendus lagi."

Hening antara ketiganya. Menemui jalan buntu semacam ini memang membuat frustrasi. Apalagi, mereka bertiga tak bisa memberi fokus penuh karena harus membagi diri dengan urusan HikiFest yang semakin dekat.

Terlebih, Mafulah yang turut mengemban tugas sebagai ketua pelaksana HikiFest tahun ini. Sebenarnya Soraru sudah menawarkan diri untuk mengemban posisi itu. Tapi, Mafu menolak. "Ibu hamil ga boleh kecapekan," adalah dalih yang ditutur lisan Mafu saat ditanyai alasan.

Belum ada lima menit kebisuan merengkuh mereka yang tengah kusut kehabisan petunjuk, tiada angin tiada hujan lisan Sakata berceletuk, "Oh iya, Amacchi, kayaknya, akhir-akhir ini kau makin dekat dengan Tomohisa-san, ya?"

Untai kalimat itu menuai kejut seorang albino. Dia paham sang karib memang pribadi yang random, tapi bantingan konversasi barusan sama sekali di luar prediksinya.

"Serius, Sak?? Di saat genting begini itu yang kau tanyakan??" Si albino menyambar murni terkejut.

"Hm? Ah, bisa dibilang begitu? Aku tak tega melihat Tomohisa-san yang kelimpungan antara nyiapin HikiFest, kerja sambilan, sama jagain anak. Makanya aku bantuin." Di luar nalar, pemuda bintang ini malah menanggapi ucapan si merah.

Perkara musykil yang jauh lebih mengejutkan si pipi barkode.

Tidak, ini momen langka. Tidak biasanya Amatsuki tertarik membicarakan orang lain diluar pekerjaan begini. Mafu yang semula mau meluruskan jadi mengurung niat. Siapa tahu ini kesempatan bagus, bukan?

Maka si albino meninpali, "Sekalian saja kau jadi Bapaknya Sami-chan."

Saat itu juga sepasang netra si brunette mendelik. "Lu minta ditampol? Bisa-bisanya--"

"Ya terus lu deketin T-kun begitu buat apa? Daripada bikin baper gajelas anak orang, kaga ngasih kepastian, mending diseriusin sekalian."

"Ck!" Decakan meluncur dari lisan Amatsuki, "aku cuma bantu dia Sebagai teman! Sebagai teman!"

"Denial amat sih," kali ini Mafu mencibir, "perlakuan lu ke T-kun itu baperin tau. Jangan kira gue gatau ya. Lu ga cuma sering beliin Sami jajan dan mainan, tapi sering ngebiarin T-kun pake duit lu. Apa ga baper dianya?"

"Kapan gue begitu anjir??"

Menanggapi sangkalan si bintang, Mafu berdiri dari tempatnya. Si surai salju tiba-tiba berlagak merogoh saku, seperti mengambil dompet. Setelahnya dia bertingkah terkejut dengan nada suara sedikit dicemprengkan, "Lho? Uangku... Are... Jangan-jangan jatuh? Tapi jatuh dimana, ya...?"

A Family under the Umbrella [MafuSora]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang