19 - Freckles
Entah kenapa Jeya selalu senang saat berkunjung ke rumah Haekal. Entah karena keadaan rumah yang nyaman atau karena sikap Suzy yang terlampau baik hingga membuat Jeya nyaman berada di dekatnya.
"Ya ampun, Nak Jeya ini apa?"
Jeya tersenyum kaku. "Aku gak tahu harus bawa apa buat tante, jadi aku beli itu aja. Semoga tante suka ya?"
"Tante sih suka aja, tapi ... kayanya ini mahal."
Sepertinya sifat hemat Haekal memang menurun dari ibunya.
"Enggak kok tante, gak mahal makanya aku sanggup beli."
"Nak Jeya, bukannya tante gak suka dikasih hadiah, tapi lain kali gak usah repot-repot begini ya, tante gak enak jadinya."
Mau tak mau Jeya hanya bisa mengangguk mengiyakan. Sementara Haekal memilih diam melihat dua perempuan itu mengobrol.
Ia tahu sepulangnya mereka dari sini nanti ibunya pasti akan bertanya yang tidak-tidak karena kembali membawa anak gadis orang ke rumah. Mau bagaimana lagi, Jeya yang mau berkunjung, Haekal tak tega dan tak bisa untuk menolak.
"Oh iya kebetulan tante masak banyak, kita makan dulu yuk!"
Jeya segera melirik Haekal, memberinya kode untuk menolak ajakan tersebut.
Haekal segera bicara. "Kita udah makan tadi, Bu. Nanti aja makannya kalau mau pulang."
"Iya tante. Aku masih kenyang," tolak Jeya sungkan. Untungnya Suzy tak mempermasalahkan itu. Anak sekarang kalau diajak makan memang agak susah.
"Ya udah kalau gitu nanti aja makannya."
"Tante, tadi lagi ngapain?" tanya Jeya saat teringat kalau wanita paruh baya itu menyambut kedatangannya sedikit lama.
"Tadi lagi menyiangi kacang tanah di kebun belakang."
"Tante nanam apa aja di kebun belakang?"
"Ada kacang tanah, bawang daun, seledri, terong, ubi juga ada. Lumayan buat ngisi waktu luang dari pada cuman diem nonton TV doang."
Mata Jeya berbinar antusias. "Wah banyak banget, aku boleh bantuin gak tante? Aku belum pernah berkebun soalnya."
"Jangan," cegah Haekal. "Kamu cukup lihatin aja gak usah ikut bantu."
"Ih kenapa? Gue 'kan pengen bantuin!"
"Nanti kuku kamu rusak, di kebun juga panas nanti kamu sakit kalau panas-panasan."
"Ih apaan sih, gue kuat panas kok!"
"Udah-udah jangan bertengkar." Suzy melerai keduanya. "Jeya kalau mau bantu boleh tapi pakai cotom dulu ya?"
Jeya tersenyum senang dengan binar yang kian terpancar di matanya sebelum kemudian merengut bingung. "Cotom itu apa?"
Haekal hanya bisa menghela nafas sabar. Sudah tahu tidak pernah hidup susah kenapa bos kecilnya ini sok sok'an mau berkebun?
"Cotom itu apa, Kal?" tanya Jeya lagi.
Mau tak mau Haekal yang harus menjelaskan semuanya karena sang ibu sudah lebih dulu masuk ke gudang belakang untuk mengambil cotom untuk Jeya.
"Itu loh, topi para petani yang terbuat dari anyaman bambu."
Si bungsu manggut-manggut paham. "Kalau itu sih gue juga tahu." Dia itu tahu bentuknya tapi tidak tahu namanya.
"Tahu dari mana?"
"Lihat di TV," jawabnya tanpa beban.
Tak lama kemudian Suzy kembali dengan dua buah cotom di tangan. "Nih, Kal, siapa tahu kamu juga mau main ke kebun." Ia memberikan cotom tersebut pada kedua muda mudi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
WGM 3 - (Bukan) Pura-pura Menikah
Novela JuvenilSelamat datang di We Got Married series! WGM berisi tentang tiga lelaki dewasa yang enggan menjalin hubungan serius. Komitmen tentang berumah tangga adalah omong kosong belaka. Tak ada satupun dari mereka yang tertarik dengan itu. Tapi bagaimana ji...