Kali ini nggak di vote nggak papa,,,asal di koment aja biar bikin akunya semangat,,,tapi koment jangan bikin gigi ngilu ya,,,
Hehehhehehehe
Happy Reading^_^
*^O^*
3 bulan berlalu.
Embun duduk termangu di ruang tamunya. Sudah jam 12 malam dan Farah masih setia menemaninya.
Sore tadi, 2 orang petugas kepolisian mendatangi rumah Embun untuk memberitahu pihak keluarga kalau bapaknya sudah dipindahkan ke LP sebagai tahanan kejaksaan.
Itu bagus kan?!
Jadi kasusnya bisa segera disidangkan dan mengungkap kebenarannya.
Namun sepertinya pemikiran Embun tidak seperti ibu.
Wanita itu menangis histeris dan hampir saja jatuh pingsan. Untung saja Farah sedang berada tak jauh dari rumah Embun. Hingga ia bisa menolong ibu dengan cepat.
Ibu, memang belum bisa menerima kenyataan dengan kondisi yang sedang dialami oleh bapak hingga saat ini.
Ibu sering sekali menangis dan mudah menyerah. Tak jarang jika sikap ibu itu membuat Embun jengkel.
Keluarganya saat ini memang tengah diuji. Dan ibu sama sekali tidak berusaha menerima dan berpikiran positif untuk kedepannya. Hal itu tentu saja menambah beban di pundak Embun. Ia membutuhkan dukungan dalam menghadapi masalah bapaknya ini. Dan tentu saja dukungan yang ia harapkan berasal dari ibunya, keluarganya sendiri.
Embun menoleh pada Farah yang tengah asyik dengan gadget barunya.
Justru Farah-lah yang selalu membantunya selama ini.
Jika kedua orangtuanya tahu kalau Embun bersahabat dengan Farah. Bisa-bisa bapaknya memarahinya habis-habisan.
Farah dianggap sebagai pengaruh yang buruk pada Embun karena mengingat profesi Farah.
Inilah pelajaran berharga. Jangan menilai seorang manusia hanya dari luarnya saja. Buktinya, Farah adalah seorang manusia yang berhati mulia dan selalu berada disamping Embun dalam menjalani cobaan ini.
Karena uang Farah-lah, Embun bisa membayar semua biaya perawatan ibu.
Karena Farah-lah ibu berhasil ditolong saat hendak pingsan tadi sore.
"Mikir apa sih Bun?" Suara Farah membuat Embun terkesiap. "Aku bantuin mikir deh."
Embun tersenyum.
"Bagi-bagi, biar nggak cepet tua."
Embun tertawa sejenak. "Mbak bisa aja."
Farah juga ikut tersenyum.
"Lagi mikir pengacara untuk bapak, mbak."
"Pengacara?"
Embun mengangguk. "Kata bapak nggak usah sewa pengacara karena bapak mau memakai jasa pengacara yang disiapkan oleh negara."
"Kalo gitu ya bisa kalah, Bun." Sahut Farah mantap.
Dahi Embun berkerut.
"Bukannya aku bilang pengacara yang disediakan negara itu jelek. Cuman kalo kita sewa pengacara sendiri, lebih memuaskan."
"Gitu ya mbak?"
"Ya, aku kan pernah punya klien pengacara. Jadi sedikit banyaknya tahu lah."
Embun mengangguk. "Sewa pengacara berapa ya mbak?"
"Tergantung kasus sama nama besar pengacaranya Bun."
Embun mendesah pelan. Ada rasa sesak menghimpit dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Morning Dew
RandomKetika keperawanan harus dikorbankan demi sebuah keluarga. Cerita Embun Pagi dan cobaan yang dihadapinya.