Untuk kesekian kalinya, Smith menyeruput kembali kopi yang hampir dingin itu guna menghilangkan rasa pening kepalanya.
Teka-teki kali ini begitu rumit untuk dipecahkan dalam hitungan detik. Butuh waktu bermenit-menit atau bisa saja berjam-jam dalam mendalami permasalahan yang begitu memusingkan kepala.
Tak hanya Smith saja yang merasakan hal itu. Dilain sisi, ada satu orang yang selalu bekerja keras membantu Smith, siapa lagi jika bukan Matthew. Jari jemari pria itu dengan lincahnya mengotak-atik keyboard komputer guna menemukan alamat G-mail yang tercatum dibagian channel YouTube tersebut.
Matthew menyenderkan punggungnya ke kursi dengan menghela napas lelah. Kepalanya ia dongak kan ke atas sebentar lalu menatap kembali layar komputer yang saat ini menampilkan tulisan google earth. Sebelumnya ia telah berhasil menemukan titik koordinat dengan bantuan alamat G-mail yang tertera disana.
Ditengah kefokusannya, jari telunjuk kirinya membenarkan letak kaca mata yang hampir melorot di hidung mancung miliknya. Kedua mata Matthew bukan minus atau pun plus, melainkan akibat gangguan iris mata silinder sejak lama.
"Bagaimana Matt? Apakah ada perkembangan?" Smith tau betul tabiat dari sifat Matthew dalam membantu dirinya sejak awal berteman dulu. Pria itu bisa dikategorikan sebagai tipikal manusia yang tak mudah menyerah dalam memecahkan sebuah permasalahan.
Pria itu begitu ambisius, dan tidak mudah merasa puas begitu saja. Walaupun setiap permasalahan yang telah pria itu pecahkan selalu berhasil mulus tetapi Matthew tidak pernah berbangga diri akan hal tersebut.Smith benar-benar beruntung dan tidak salah pilih dalam menjadikan Matthew sebagai sahabat karibnya.
Kembali, Matthew menyenderkan punggungnya ke kursi putar. "Sejauh ini menurut petunjuk google earth dari titik koordinat disana, kembali mengarah ke sebuah tempat yang terletak di jantung ibukota Jerman Barat, Luxembourg."
"Luxembourg?" Smith mengulang kembali nama tempat tersebut. Pria itu menopang tangannya di hidung.
Pikirannya lagi-lagi berkecambuk dan berkelana ke mana-mana. Satu masalah kembali datang menghampiri. Sesulit itukah Smith dalam menemukan putra bungsunya yang hilang bagaikan ditelan bumi.
"Lalu bagaimana dengan kode yang bertuliskan riririri itu?"
Matthew memijit pangkal hidung nya pelan, "Ada sebuah kejanggalan disini. Titik koordinat mengarah langsung ke Luxembourg lantas mengapa menggunakan bahasa Shona yang bukan bahasa sehari-hari masyarakat disana."
Smith mengangguk paham. Benar yang dikatakan Matthew.
...
Darrel memandangi padatnya bangunan bergaya Eropa disepanjang jalan didalam kamar tidur miliknya. Kaca bening membantu iris matanya memandangi deretan rumah dari atas kamar. Namun sayang, kaca sebening itu didesain sengaja dengan menggunakan besi tegak memanjang sebagai penghalang kokoh bagi Darrel yang sewaktu-waktu kabur dari sangkar rapat milik Devon. Miris.
Tatapan kosong tanpa memiliki tujuan lagi. Darrel seakan dibuat buntu akibat mengonsumsi barang haram tersebut. Otak yang dulunya bisa berpikir jernih, cepat dan mudah dalam menemukan jalan keluar, kini seakan dibuat membeku ditempat.
"Arghh.." Darrel berteriak frustasi akan nasib dirinya yang akan berakhir seperti ini. Tangan terkepal miliknya meninju keras besi penghalang kaca. Jika saja waktu itu dirinya tidak kabur ke Bali, mungkin tidak akan bertemu dengan sosok licik yang bernama Devon.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAVAMIRO DARREL (HIATUS)
Fanfiction⚠BUKAN CERITA BL DAN BXB YA! -BACA DOANG TAPI KAGAK VOTE [CIE KERJAAN NYA SILENT READER'S] ___________________________________ Deskripsi; Kavamiro Darrel Kyler remaja SMA berumur 15th yang sengaja kabur dari mansion keluarga Kyler. Dan dari hasil ka...