Bab 29

16 2 7
                                    

Nyatanya Kai tidak juga mendengarkan ucapan Kia. Sepeninggal ia dari rumah wanita itu, Kai pergi ke apartemennya. Tempat yang bahkan neneknya saja tidak tahu jika ternyata Kai mempunyai bangunan ini. Kai susah payah membeli gedung itu dari pengawasan Cassandra yang selalu saja tahu apa pun yang sedang dilakukannya.

Bukannya Kai bodoh tidak tahu jika hidupnya selama ini diikuti oleh mata-mata suruhan Cassandra. Hanya saja semenjak kejadian dirinya yang hancur, Cassandra seperti memberikan angin segar karena wanita tua itu tidak lagi mengawasi.

Kesempatan yang bagus untuk Kai melarikan diri dari Cassandra. Ia harap jika Cassandra dapat menyadari apa yang sudah dilakukannya itu adalah penderitaan untuk Kai. Waktu kini menunjukkan pukul satu malam. Dering ponsel yang sejak tadi berbunyi tak juga membuat Kai ingin menjawabnya. Pria itu sudah mengetahui siapa si pemanggil yang hampir lima belas kali menelpon.

Kai membaringkan tubuhnya, perasaan serta fisiknya sangat lelah sehingga ia tak dapat berpikir saat ini. Semoga saja apa yang dilakukannya mampu meluluhkan kerasnya hati Cassandra.

Di kesunyian ruangan yang luas ini, mengundang perasaan gelebah yang tiba-tiba merayap menyelimuti hati. Kerinduan akan sosok Kia membayangi ingatan Kai. Jika bisa, ia memilih menghampiri wanita itu daripada harus sendiri dalam kehampaan.

Bagaimana hubungan percintaan dengan wanita itu nantinya?
Bisakah mencapai kebahagiaan yang diharapkan atau dirinya harus kembali kehilangan?

Memikirkan hal yang berkecamuk memenuhi isi kepala, menyebabkan Kai mulai memejamkan mata lelah akan semua yang telah terjadi. Beberapa menit berlalu pria itu sudah masuk ke dalam mimpi.

Sementara di tempat lain perasaan gelisah juga melingkupi wanita yang berkali-kali melirik ponselnya. Ragu apa kah ia harus menghubungi Kai atau tidak. Pernyataannya yang mengatakan akan keluar dari rumah, membuat rasa takut menjalar ke hati Kia. Memang pria itu bukan anak kecil yang harus dicemaskan tetapi mengingat  bagaimana perasaan Kai sebab apa yang telah satu-satunya keluarga yang dimiliki lakukan, tentu saja akan menyakiti dan membuatnya kecewa.

Pria itu baru saja sembuh dari luka yang menggerogoti hati. Bisa saja luka itu kembali terbuka karena sekali lagi terkoyak. Mungkin hancurnya akan lebih parah dari sebelumnya.

Kia menimbang-nimbang sampai akhirnya memilih menghubungi karena tak dapat menahan kekhawatiran pada pria itu. Dering pertama tidak terjawab, begitu pun kedua, ketiga dan keempat. Kia mengembuskan napas pelan, berusaha berpikir positif mungkin saja Kai sedang beristirahat karena waktu memang sudah menunjukkan dini hari.

"Kau baik-baik saja, bukan?"

***
Kia terbangun karena terkejut dengan suara gedoran pintu yang sangat kencang. Terhuyung-huyung wanita itu bangkit dari kasur setelah melempar selimut ke sembarang arah. Ketukan itu semakin menjadi karena Kia masih belum juga membuka pintu. Dengan nyawa yang masih setengah, dan debaran jantung yang bergemuruh Kia membuka pintu.

Sebuah tamparan mendarat di pipi putih Kia. Di kewarasan yang masih belum terkumpul, Kia hanya dapat tercengang dengan tubuh mematung mendapatkan kejutan pagi yang menyebabkannya syok bukan kepalang. Kia mengelus pipi yang terasa perih dan menatap seseorang yang sudah melakukan hal itu kepadanya.

"Nyonya. Ada apa ini?" tanya Kia.

"Di mana cucuku. Kau sembunyikan ke mana dia?" hardik Cassandra dengan nada suara tinggi.

"Apa maksud, Nyonya? Kai tidak ada di sini." tutur Kia. Wanita itu masih belum mengerti apa yang terjadi.

"Kai di sini bukan? Suruh cucuku keluar atau aku akan mengobrak-abrik rumahmu ini," bentak Cassandra seperti orang kesetanan. Bola mata wanita tua itu memerah dengan aura pancaran yang berapi-api.

My Auntumn (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang