BAB XI : Antagonis

2 0 0
                                    

     Gerimis malam ini sedikit lebih liar bersama dengan angin sepoi yang lebih dari sekadar sejuk, melainkan sudah termasuk dingin. Laki-laki itu keluar dari mobilnya, berlari kecil memasuki sebuah rumah yang kental dengan nuansa vintage.

"Datang juga lo."

Pemuda berkemeja biru itu bergegas mendekati sahabatnya yang baru saja menyapa sambil memainkan PS 4 dengan santai.

"Tadinya mau jemput ayah, tapi ayah udah sampe rumah. Tadinya mau sekalian setelah nganterin Laura." Bastian mengacak rambutnya yang agak basah karena gerimis.

Sambil berterima kasih pada Askan yang barusan memberinya handuk kecil, Bastian duduk di sebelah Joko yang fokus pada game-nya.

"Babeh lo sehat?" tanya Jason yang duduk di sofa, menguyah Samyang yang sengaja tidak terlalu pedas.

"Puji Tuhan, keadaan ayah membaik." Bastian merasa sangat bersyukur dengan kondisi ayahnya yang semakin membaik. Pikiran buruknya sempat mengatakan untuk menyiapkan diri jika sewaktu-waktu ayah pergi bahkan dengan cara yang tiba-tiba.

"Baguslah. Seengaknya Tuhan ngasih kesempatan buat anak bandel kayak lo buat berbakti lebih lama lagi." Jason yang kembali bersuara.

"Padahal dia sendiri yang paling bandel," ejek Bastian. Joko tertawa di sebelah Bastian.

Jason, Joko, Askan .... Mereka kekurangan satu personil lagi yang membuat Bastian mengedarkan pandangannya.

"Akla gak dateng?" tanya Bastian, tidak melihat sosok sahabatnya yang paling alim itu.

"Enggak, dia 'kan udah punya bini. Emangnya lo yang pacaran 8 tahun, tapi gak nikah-nikah?" ledek Jason.

"Asem banget mulut jomblo." Bastian balik mengejek. Memang dasarnya Jason malas sekali untuk membahas kejombloannya, maka dia hanya diam sambil menikmati minya.

"Lagian mana mau Akla dateng malem-malem gini." Askan datang dari dapur pun tiba-tiba nimbrung sambil membawa mi kuah.

"Abis dari mana lo sama Laura?" Rupanya Joko yang paling penasaran tentang ini.

"Makan malam bareng," sahut Bastian sambil memerhatikan permainan bola di layar televisi itu yang dikendalikan Joko.

"Gitu amat nasib couple. Makan malam aja bareng-bareng. Mandiri bisa kali." Jason kembali menyenggol.

"Bacot banget sih jomblo satu ini haha." Askan tergelak, diikuti dengan tawa Bastian dan Joko.

"Gimana kabar lo, Kan? Udah jadi PNS 'kan lo?" Bastian bertanya, mengingat beberapa waktu lalu Askan membicarakan soal tes CPNS yang ingin ia ikuti.

Guru Bahasa Indonesia di jenjang SMA itu tiba-tiba berseri saat Bastian menanyakan kabarnya.

"Tinggal nunggu pengumumannya aja," sahut Askan.

Bastian mengangguk-angguk paham. "Feeling gue sih lulus."

"Aamiin!" seru Askan dan Joko bersamaan, diikuti oleh Jason.

"Makasih doanya, Bas!" seru Askan.

"Doain gue juga. Gue mau lamar Laura."

🎻

"Will you marry me?"

Tatapan itu ... jelas sekali menunjukkan kesungguhan. Napas yang ikut gugup tidak dihiraukan, tetap menautkan irisnya pada gadis di hadapannya. Ia dapat mendengar degub jantung yang memberontak dan adrenalin yang ikut terpacu.

KENAPA, LAURA? [Rampung] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang