Tatapan Arsen

37 10 3
                                    

Papa : Sudah papa bilang, jangan deketin Nara. Tadi Siska bilang ke papa. Kenapa kamu keras kepala Arya? Tinggal nurut aja apa susahnya? Katanya mau tau dimana orangtua kamu berada? Apa perlu papa hancurin bisnis keluarga Nara biar kamu nurut?!

Arya mencengkram ponselnya kuat. Pemaparan dosen seakan senyap di pendengaran Arya. Pemuda itu menatap nyalang ke arah Siska yang duduk di kursi bagian depan. 

Arya merasa hubungannya kini diatur oleh Ferdi dan Siska. Arya sama sekali tak punya kebebasan. Meskipun orangtua angkatnya itu tak melihat apa yang ia lakukan di kampus, tapi dengan adanya Siska yang ternyata suka mengadu membuat Arya makin sesak dan tak bisa melakukan apapun.

Beberapa menit kemudian pemuda itu menghela napas lelah. Dalam kepalanya berkecamuk berbagai pertanyaan. 

Apabila Arya nekad tetap dekat Nara, bagaimana kalau ancaman Ferdi benar-benar terjadi? Bagaimana nanti nasib keluarganya Nara? Apakah tekadnya itu akan membuat keadaan tetap baik-baik saja?

Tak mendapat jawaban, Arya mengelus foto Nara di layar ponselnya. "Aku harus gimana, Nar?" Bisiknya.

.......

"Jam segini mana ada tukang galon buka." Gerutu Andi, menopang dagu menatap Arsen yang terus meminum air mineral dan hampir menghabiskan setengah galon. 

"Kalau habis gimana ntar kita minum? Mana gue suka kehausan kalau kebangun."

"Lebih baik minum air mineral sih, daripada minum air keras. Lo inget kan waktu itu kacaunya Arsen gimana pas diputusin Vanya. Dia malah mabok." Sahut Rendi, Andi mengangguk setuju.

"Sen, makanya jangan terlalu berharap lebih, pas tau Nara punya pacar gini kan lo." 

Dion akhirnya bersuara setelah sekian menit hanya membisu memperhatikan Arsen yang terus minum dengan pandangan menyedihkan.

"Dia gak kelihatan punya pacar."

"Bukan gak kelihatan, lo aja yang gak tau." Balas Andi.

"Makanya, Sen, belajar dari gue. Sepatah hati apa pun lo karena cewek, bakal tetep strong dan cool bet." Imbuh Rendi dengan percaya diri. 

Meskipun dia akan melakukan hal yang sama jika sedang patah hati. Hanya alibi dia untuk membanggakan diri dan membuat Arsen kuat.

"Halah giliran pas diputusin Mega, lo nangis kejer di ruang musik pas lagi sepi. Mana ingus lo di lap ke jaket gue!" Serang Andi. Rendi cekikikan.

"Sekarang mending lo move on aja dari Nara. Cewek banyak, Sen, di kampus. Bukan cuman dia aja." Ujar Dion.

"Gue bingung, Yon."

"Bingungnya kenapa?"

"Jangan bilang karena lo udah terlanjur sayang sama Nara. Alasan klise, Sen." Kata Andi.

"Bukan itu." 

Arsen merasa perutnya sudah kembung, menarik napas lelah merasakan perih di hatinya. Lalu pikirannya melayang pada momen dimana Nara menangis di pundaknya, saat Nara melamun di balkon dengan pandangan kosong dan Nara yang berubah menjadi pendiam. 

Arsen lebih suka Nara yang ngegas kepadanya, Nara yang selalu mencak-mencak karena apa yang Arsen lakukan. Dan semua itu karena kekasihnya, Arya. Yang baru-baru ini Arsen sadari kalau ia dan Arya berada dalam satu organisasi yang sama, UKM musik.

"Gue gak mau pergi gitu aja pas Nara lagi galau." Ujarnya tulus dari dalam hati. Akhir-akhir ini Arsen merasa Nara membutuhkannya. 

"Dia butuh pundak, dia butuh temen cerita, dia butuh orang yang siap ngehibur dia. Gue gak bisa tiba-tiba menghilang tanpa sebab. Walaupun iya, alasan lain juga karena gue udah sayang sama dia."

BIFURKASI RASA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang