Jika sedang terjebak dalam sebuah pilihan pertemuanmu panjang namun menyakitkan atau pertemuanmu singkat namun terkenang, percayalah tidak ada yang jauh lebih baik diantara keduanya.
Aksa.
Banyak hal yang ingin ku ketahui tentangnya, banyak hal yang ingin ku dapatkan jawabannya.
Salah satunya, "siapa kita?"
Sudah 6 bulan berjalan, setelah perkenalan singkat yang tidak disengaja, tapi sayangnya aku adalah salah satu orang penganut "hukum sebab-akibat". Pertemuan itu ada bukan karena tidak disengaja, namun apakah sang semesta sengaja mempertemukan kita? alasan apa yang mampu semesta berikan kepadaku diakhir cerita?
Malam itu, disaksikan oleh indahnya nan rembulan sembari dipadukan dengan hiruk pikuknya kota Makassar.
Kita berboncengan, mengelilingi kota dan sempat singgah untuk sekedar berbincang mengenai "bagaimana cara Patrick bernafas padahal dia tidak memiliki hidung" dan berbagai macam pertanyaan random lainnya.
Kamu mengajariku bagaimana cara melawan kerasnya kehidupan, kamu memintaku untuk selalu mengeluhkan segala hal hanya kepadamu, namun kamu lupa mengajariku bagaimana hidup tanpamu.
Kamu hilang setelah chat yang kamu kirimkan padaku, kamu hilang setelah kamu mengatakan "aku sedang main game" aku tidak pernah melarangmu untuk bermain game lagi pula "siapa kita?" namun seasik itukah game mu sampai kau mengabaikanku sampai pukul 02.00 dini hari?
Setelah 6 bulan kita dekat tidak pernah terucap bahwa kamu menganggap ku sebagai apa, dan lagi lagi diriku bertanya pada heningnya malam "siapa kita?"
Banyak yang mengajakku jalan, banyak yang mengajakku untuk makan bersama, dan banyak juga yang mengajakku untuk sekedar menikmati indahnya senja menuju dinginnya malam, namun kenapa aku selalu mengharapkan dirimu yang acuh?
Ahh, aku lupa bahwa kamu pernah mengatakan kalau kamu tidak pernah berfikir bagaimana jika aku jatuh hati padamu. Sejak saat itu, aku mulai membatasi diriku sendiri dengan mengucapkan kata "KAK" disetiap bubble chat yang kukirim agar aku tahu posisiku bahwa kamu tidak pernah melihatku sebagai "perempuan" melainkan hanya seorang gadis kecil yang kamu anggap sebagai adik. Aku membatasi diriku untuk tidak terlalu jauh melangkah, tapi kenapa semakin aku mencoba semakin kamu menarikku untuk lebih dekat?
Kadang aku berfikir, kenapa kamu bertindak sejauh ini? setiap aku mengungkit tentang wanita berkebaya merah di profilmu kamu selalu mengalihkan pembicaraan. Kamu selalu memberikan feedback yang berlebihan, jika jari jemarimu mengetik dan mengirimkan bubble chat i love u, apakah itu hanya sebuah candaan? terus bagaimana dengan kata "rindu" yang kamu lontarkan, apakah itu juga sebuah candaan?
Awalnya aku hanya ingin diam sampai mengerti sendiri, namun hingga detik saat aku menuliskan ini, aku belum mengerti. Aku tidak pernah paham dengan sikapmu yang seperti ini kepadaku.
Aku sendirian dalam kebingungan yang kamu buat, aku bingung dengan sikapmu yang kadang membuatku merasa bahwa aku satu satunya milikmu, kamu memujiku sampai semesta merasa minder dengan ketikanmu, kamu mengabariku dimana kamu berada, namun kadang kamu menghilang tanpa jejak bagai ditelan bumi hingga aku mulai membiasakan diri tanpamu, tapi tiba-tiba kamu datang dan mengatakan "rindu". Apakah rindumu ini sebuah candaan lagi?
Aku harus bagaimana? aku sudah jatuh hati padamu, aku tidak tau sejak kapan, mungkin saat pertama kali bertemu? mungkin saat kamu mengatakan i love u? mungkin saat kita bercengkrama melalui media telefon sampai berjam jam, atau mungkin saat kamu mengajakku keluar kala itu? aku tidak tau, yang jelas saat ini hatiku sudah jatuh padamu.
Apa yang harus aku lakukan? haruskah aku mundur? atau haruskah aku melangkah maju? namun apa yang harus aku kejar jika aku melangkah maju? aku bingung ke arah mana kamu membawaku pergi.
Jika memang kamu hanya menganggapku seorang gadis kecil yang selalu mengeluh, maka ayo menjadi asing kembali, itu jauh lebih baik daripada kita saat ini. Bukannya aku tidak ingin bertukar pesan denganmu lagi, bukan pula ingin memutus jalinan yang sudah kita bangun, namun aku sudah terlampau jauh jatuh ke dasar palung perasaanku sendiri. Bahkan saat kamu hanya bertanya "lagi apa?" bahagiaku bukan main, itu karena aku memang mengharapkanmu. Sedangkan kamu? Aku jungkir balikpun tidak kamu hiraukan karena memang bukan aku yang kamu harapkan.
Maaf jika selama ini aku hanya sebuah usikan bagimu, dan terima kasih sudah mau singgah meski itu hanya meninggalkan sisa yang perih.
Bahkan jika aku tidak ada dihidupmu, itu bukan masalah besar bagimu kan? Ahh maaf, bukan masalah besar, tapi bukan sebuah masalah sama sekali, kan?
Mungkin memang kita sengaja dipertemukan ditengah jalan, sengaja dipertemuan hanya untuk saling menguatkan, setelah kuat, endingnya kita harus berjalan di pijakan yang berbeda.
Namun pertanyaannya apakah aku sudah kuat? atau hanya kamu yang meninggalkan tanggung jawabmu?
KAMU SEDANG MEMBACA
"?"
Short StorySebagai seorang penganut "hukum sebab-akibat" apakah aku harus mempercayai bahwa pertemuan kita telah ditakdirkan oleh semesta?