Keempat Belas

1.6K 253 52
                                    

Aroma petrichore menemani langkah Asya di Minggu pagi ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aroma petrichore menemani langkah Asya di Minggu pagi ini. Sudah tiga hari langkah lesunya mengalun seorang diri, tanpa Bintang yang biasanya selalu bermain ke rumahnya setiap Minggu pagi. Pemuda itu masih setia terpejam, tanpa mau membuka matanya barang sedetik.

Hari ini Asya pergi menuju ke toko bunga, gadis itu berencana akan membeli bunga aster untuk diletakan di ruang rawat Bintang. Bintang juga pernah berkata waktu itu, bahwa dirinya menyukai bunga aster putih, seperti Bundanya.

Sejujurnya Asya sedikit merasa lega pagi ini, satu jam yang lalu Ayahnya mengabari Asya bahwa kondisi Bintang semakin membaik. Bintang juga sudah dipindahkan dari ICU ke ruang rawat inap biasa, tinggal menunggu saja remaja itu membuka matanya.

Toko bunga sudah di depan mata, gadis itu mempercepat langkah agar tak terlalu siang saat nanti pergi ke rumah sakit. Asya membuka pintu kaca toko itu, di dalam masih sepi, hanya ada seorang wanita muda yang merupakan si pemilik, dan seorang pemuda lain yang sepertinya juga ingin membeli bunga. Mungkin untuk kekasih, atau ibunya.

Asya bertindak acuh, dia melangkah mendekat, memilih rangkaian bunga yang sekiranya akan disukai Bintang. Asya bahkan tak menoleh saat si pemuda asing mendekat untuk mengambil buket aster. Gadis itu baru reflek menoleh saat suara nada dering telepon dari si pemuda memasuki rungunya.

"Halo, Mbak Hana?"

"Masih di toko bunga. Sebentar lagi saya ke sana, tinggal dibayar."

Buket yang dipegang Asya terjatuh begitu saja. Bibir gadis itu seketika bergetar dengan mata berkaca-kaca. Di hadapannya sekarang, berdiri sosok Bintang dengan keadaan sehat. Bahkan tidak terlihat pucat sama sekali. Kenapa Bintang tak mengabari Asya?

"Bintang?"

Mata tajam beraura dingin milik pemuda itu bergulir, menatap ke arah Asya yang menyerukan sebuah nama. Pemuda itu berbalik, menghadap kepada Asya yang masih berdiri kaku di hadapannya.

"Bintang kenapa enggak ngabarin Asya kalau udah bangun?"

"Maaf. Gue bukan Bintang."

Langkah Asya terhenti, menatap wajah tegas itu lebih lekat. Ada sesuatu yang berbeda dari cara Bintang menatap dirinya, sebuah tatapan waspada, bukan tatapan teduh seperti biasanya. Rambut, rambut remaja itu juga berbeda warna, bahkan gaya rambutnya juga berbeda. Selain itu, wajah bersih Bintang yang putih pucat terlihat berbeda, wajah milik pemuda di hadapan Asya ini dipenuhi bekas luka.

Jika bukan Bintang, lalu dia siapa?

"Temennya Bintang? Atau ... pacar?"

Dia mengenal Bintang? Apakah mungkin sosok ini adalah ....

"Bumi?"

Asya tak mungkin salah menebak. Jika dipikirkan kembali, hanya ada satu sosok yang sama persis wajahnya dengan Bintang. Yaitu, adik kembarnya, Bumi.

1. Hug Me Star [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang