Bab 31

16 2 5
                                    

Di sela-sela kesibukan pekerjaannya, Kia selalu menyempatkan menengok Cassandra di ruang rawatnya. Memastikan wanita tua itu dalam kondisi baik-baik saja. Meskipun selalu mendapat tatapan sinis saat datang berkunjung, tidak membuat Kia berhenti. Masuk ke ruang penuh keheningan itu untuk sekadar mengecek tabung infus dan oksigen lalu keluar.

Begitu terus selama tiga jam sekali. Waktu bergulir sangat cepat. Hingga matahari terbenam pun, Cassandra masih bungkam. Pandangannya kosong dan menyendu. Seolah tak ada kehidupan yang mengisi raga tua itu. Kali ini Kia memberanikan diri berlama-lama di kamar Cassandra, dengan membawa senampan menu makan malam menjadi alasannya datang.

Kia menggeser pintu kamar, terlihat Cassandra sedang termenung tanpa mengalihkan pandangan dari sudut ruangan entah memandangi apa. Melangkah pelan menghampiri, Kia membuka meja untuk makan di atas ranjang yang seketika membuat Cassandra tersadar.

"Sedang apa di sini?" tanya Cassandra sinis. Auranya begitu dingin hingga mampu membekukan tempat ini.

"Meskipun Anda sangat membenciku, Anda tetap harus makan agar cepat pulih," jawab Kia menyusun memakan itu di meja.

"Aku tidak akan makan. Biar saja aku mati dalam kesengsaraan ini," cetus Cassandra. Kia hanya diam sambil menarik kursi dan duduk di sebelah ranjang Cassandra.

"Aku akan di sini sampai Anda menghabiskan makan malam ini. Atau mau aku suapi?" Cassandra sangat muak dengan wanita di hadapan. Ia hanya ingin sendiri saat ini. Merenungi nasibnya yang menyedihkan.

Wanita tua yang menunggu kapan ajal menjemput. Di sisa hidupnya, bukan kebahagiaan yang didapatkan justru penderitaan kini menghias harinya. Ditinggal dan tidak dipedulikan oleh cucu semata wayang. Sungguh menyedihkan!

Kini ia harus menghadapi seseorang yang menjadi pusat kebencian. Wanita muda yang sangat keras kepala dan menjadi alasan kepergian cucu kesayangan. Dalam pikirannya, bagaimana bisa Kai mencintai wanita seperti ini?

"Baik, tolong buka mulut Anda, Nyonya." Kia menyodorkan sendok berisi nasi dan ayam di depan mulut Cassandra. Wanita tua itu justru mendelik dan menepis tangan Kia hingga sendok itu terjatuh.

Cassandra juga membalikkan meja hingga semua makanan berceceran di lantai. Pecahan dari mangkuk dan piring serta gelas hancur berkeping-keping.
Kia terkejut bukan kepalang. Ia hanya bisa mematung karena perbuatan Cassandra. Sepertinya wanita tua itu tidak dapat diajak berbicara baik-baik.

"Anda akan terus seperti ini? Dari makan siang tadi dan malam ini, jangan mengira aku tidak tahu jika Anda tidak menyentuh makanan itu sama sekali. Anda pikir jika bersikap keras kepala seperti ini akan membuat Kai kembali? Kurasa jika pria itu mengetahuinya, dia hanya akan pergi semakin jauh dari Anda." Ucapan pedas Kia semakin membulatkan kedua mata kecil Cassandra.

Kelopak mata itu memerah dengan napas yang memburu. Wajahnya pias dengan tubuh yang menegang. Kedua tangan pun gemetar karena menahan segala rasa yang bercampur di hati Cassandra.

Kia seakan sadar dari ucapan yang sedikit kurang ajar. Kia meraih tangan keriput wanita tua itu yang dengan cepat ditepis olehnya. Kedua mata beriris hijau itu berkaca-kaca. Berusaha membendung air bening yang akan tumpah jika sekali saja berkedip.

"Maafkan aku, Nyonya. Maksudku bukan seperti itu. Aku ...."

"Aku memang wanita tua yang angkuh. Aku akui itu. Aku juga tidak menerima kekalahan. Aku ingin semua orang mendengar dan melakukan apa yang kuputuskan. Aku wanita tua jahat!" Pekikan itu memekakkan telinga. Memenuhi seluruh ruangan yang kini menjadi sedingin Kutub Utara.

Sedu sedan pun mengalun penuh kepedihan. Tubuh Cassandra gemetar dengan air bening yang terus mengalir tanpa henti. Tangannya memegangi dada bagian kanan, sontak membuat Kia terperanjat lalu memeriksa keadaan Cassandra yang masih saja terus menepis saat disentuh.

My Auntumn (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang