Bab 16 Ayah dan Anak

3 0 0
                                    

“Iya, Pa?” ucap Angie menjawab telepon dari ayahnya.

“Kamu gimana di sana” tanya Tuan Andinata.

“Baik. Papa gimana?”

“Baik. Mamamu juga baik.”

“Kapan balik ke rumah?”

“Oh iya, hari ini Mamamu mau pulang katanya. Tapi Papa masih belum bisa pulang. Maaf ya, Sayang.”

“Iya, gak apa-apa. Papa selesaiin aja dulu pekerjaannya, Angie gak apa-apa kok. Kan Angie udah bukan anak kecil lagi.”

“Eh, ngomong-ngomong ini anak Papa kok mendadak lembut begini? Ada apa sih? Mau apa hayoo...”

“Ah, Papa. Enggak kok. Angie gak mau apa-apa.”

“Hmm, bagus deh kalo gitu. Jadi Papa gak harus keluarin banyak biaya lagi untuk dengerin anak papa ngomong lembut.”

“Eh, Pa. Rencana besok Angie sama Marsha dan Lolita mau balik ke peternakan. Ya, hitung-hitung bantuin Rudi buat ngurusin peternakan. Mungkin dia butuh bantuan, boleh ‘kan Pa?”

Pak Andinata terdiam mendengar ucapan anaknya. Barangkali ia belum mampu membayangkan sikap Rudi pada anaknya besok. Sementara beberapa hari yang lalu Ibu Ratih Wijaya sudah berusaha membatalkan perjanjian mereka.

“Hallo, Pa. Papa masih dengar Angie ‘kan?” tanya Angie lagi.

“Eh, masih, masih. Papa masih dengar Angie. Kamu yakin mau ke peternakan? Apa gak lebih baik kapan-kapan saja barengan sama Papa?” dalih Tuan Andinata.

“Yaaahh, Papa. Kalo nunggu Papa mah kelamaan. Angie ‘kan pengin juga bantu ngurusin bisnis-bisnisnya Papa,” bujuk Angie manja.

“Hmm, ya udah deh kalo kamu maksa,” jawab Tuan Andinata pasrah. Ia tak kuasa menolak permintaan putri kesayangannya.

“Yeee... Makasih Papa. Muahhh...,” ujar Angie kesenangan. Sementara di seberang sana wajah papanya sudah berubah, keceriaan dapat berbicara dengan putri kesayangannya seakan sirna tak bersisa. Otaknya terus berputar, menerka-nerka apa yang akan terjadi di peternakan besok.

💌

BAPAK dan Ibu Andinata sudah menunggu di ruang tamu rumah mewahnya ketika Pak Terah Wijaya dan Ibu Ratih Wijaya tiba. Sejumlah pengawal pribadi keluarga mereka juga tampak saling siaga untuk melindungi atasan masing-masing. Pak Andinata hanya mengulurkan tangannya untuk mempersilahkan orang tua Rudi duduk. “Terima kasih,” jawab Ibu Ratih Wijaya sembari duduk.

“Maaf, Pak. Tapi maksud Bapak dan Ibu mengundang saya dan istri datang ke sini apa ya?” tanya Pak Terah Wijaya memulai pembicaraan.

“Saya tidak mau basa-basi. Besok anak saya mau ke peternakan. Tolong Bapak dan Ibu bilang sama Rudi untuk tidak menyakiti hati anak saya. Apa pun alasannya, Rudi harus bisa menghargai Angie,” tegas Tuan Andinata.

Wajah Ibu Ratih Wijaya berubah menjadi resah. Bagaimana tidak? Sejak Minggu pagi, Rudi sudah sulit ditemuinya bahkan mengangkat teleponnya pun enggan. Sedangkan Pak Terah Wijaya semakin kebingungan harus menjawab apa.

“Gimana? Bapak dan Ibu bisa ‘kan membina anaknya? Sebelum saya yang membina anak kalian,” lanjut Pak Andinata semakin sinis dan nada meninggi.

“Baik, Pak. Saya akan pastikan Rudi tidak menyakiti hati Angie lagi. Kalau perlu, besok saya akan mendampingi mereka.” jawab ayah Rudi mantap.

Mendengar ucapan suaminya, Ibu Wijaya kaget bukan kepalang. Wajahnya berubah semakin gusar dan menggambarkan sejuta kekhawatiran. Namun ia hanya bisa menggenggam erat-erat tangan suaminya. Sedangkan Ibu Andinata hanya bisa tertunduk dan membisu.

Sure, It's a Truly Love [On Going - Segera Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang