Bab 32

17 2 7
                                    

Wajah tua itu semakin terlihat pucat dengan kerutan yang berlipat-lipat karena terus termenung meratapi kesedihan. Rasa ngilu yang menjalari hati kian menambah penderitaannya. Ia merindukan cucu kesayangan yang entah berada di mana. Orang-orang suruhannya pun bahkan tidak bisa menemukan Kai. Entah mereka terlalu bodoh atau Kai yang terlalu pintar bersembunyi.

Dalam kesunyian yang melingkupi ruangan serta hati Cassandra, rasa penyesalan tiba-tiba menghampiri. Andai saja ia dapat bersikap sedikit pengertian dan paham tentang apa yang diinginkan Kai, mungkin saat ini Kai sedang bersamanya. Di kemarahan apa pun, pria itu tidak akan sampai hati meninggalkan wanita tua ringkih ini.

Apa mungkin selama ini Kai terus menahan semua emosinya?
Memang Cassandra selalu memaksakan kehendak menyangkut apa pun itu. Apa mungkin ini puncak kesabaran cucunya itu?
Tega meninggalkan nenek tua ini karena lelah menahan gejolak emosi yang tidak terbendung?

Jika memang benar, ia ingin mengubah semua itu. Cassandra ingin cucunya kembali bersamanya. Ia akan membuang semua keegoisan yang selama ini terbangun kokoh dalam dirinya. Melepaskan kesombongan serta keangkuhan hatinya.

Tidak peduli bagaimana dunia akan mengejeknya karena lemah  dan kalah dari perjuangan yang sudah ia lakukan selama ini demi keluarga. Ditinggalkan seorang diri dalam kehampaan, menyadarkannya jika tidak semua hal dapat ia genggam dalam tangan keriputnya.

Kerinduannya kepada Kai semakin menjadi. Hingga tak sadar sudah berapa kali air mata itu mengalir membasahi wajahnya. Rasanya cairan bening itu tidak pernah habis, menyebabkan wajah Cassandra begitu sembab dengan kelopak mata yang memerah. Berkali-kali berusaha menghapusnya, tetapi semakin ingin berhenti semakin pula meluruh deras.

Pagi hari setelah kejadian semalam, Cassandra tidak melihat perawat itu mondar-mandir ke kamarnya. Ia merasa bersalah mengingat apa yang sudah dilakukannya malam tadi. Perasaan tidak terima yang membuatnya bersikap seperti itu. Kini ia berharap Kia datang walaupun ia tak tahu apa yang akan diucapkan setelah bertemu dengan wanita itu.

Suara pintu tergeser membuat Cassandra mengalihkan pandangan pada benda persegi panjang itu. Bukan wanita ini yang diharapkan Cassandra datang menemuinya. Wanita yang duduk di kursi roda masuk lalu mendekat ke arah Cassandra. Dia adalah Olivia. Gadis itu memandang Cassandra dengan tatapan yang entah apa artinya. Keduanya masih diam, menjadikan atmosfer ruangan menjadi tidak nyaman.

"Di mana Kai, Granny? Dia tidak mengunjungiku beberapa hari ini," tanya Olivia memecah keheningan.

"Granny tidak tahu, Olivia," jawab Cassandra. Gadis itu mengangkat sebelah alisnya tanda tidak paham dengan ucapan wanita tua di hadapan.

"Apa maksud, Granny? Memang Kai tidak ada di sini?" ucap Olivia.

"Tidak," ucap Cassandra singkat.

"Tidak? Apa maksud ucapan Granny? Aku tidak mengerti." Nada suara Olivia mulai meninggi. Cassandra hanya bisa mengurut pangkal hidungnya.

"Granny juga tidak tahu di mana Kai, Olivia," sergah Cassandra. Olivia berdecih dan sontak itu membuat Cassandra menoleh cepat ke arahnya.

"Granny tidak sedang menyembunyikan Kai, Bukan? Kai terus menolak menikahiku Granny tidak mendukung itu, bukan?" tuduh Olivia. Cassandra tak percaya dengan apa yang di dengarnya. Gadis yang ia kenal sejak dulu ternyata memiliki sifat yang seperti ini.

Cassandra tidak menjawab apa yang Olivia tanyakan, membuat gadis itu semakin murka kepada nenek tua ini.

"Jawab aku, Granny! Granny mengatakan Kai harus bertanggung jawab atas apa yang menimpaku ini. Sekarang mana buktinya?" Olivia memaki hingga suaranya menggelegar memenuhi ruangan. Punggung gadis itu naik turun karena amarah yang menggebu-gebu. Tatapannya pun nyalang menatap Cassandra yang hanya diam seakan tak percaya dengan apa yang telah masuk ke telinganya.

My Auntumn (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang