Cahaya 2 : Dua Mode, Itulah Diriku

223 21 4
                                    

Daun-daun kini sudah tidak terlalu basah seiring menghilangnya atau mungkin menetesnya air yang sedari tadi hinggap di beberapa bagiannya. Jalanan masih terasa becek sehingga menyisahkan bunyi seperti CEK CEK ketika seseorang maupun siapapun menginjaknya. Mesin-mesin bergerak juga mulai lagi memadati suasana sore itu.

Dika, kini tengah berjalan bersama dengan anak yang baru saja Ia temui di pinggiran jalan. Perasaannya sebenarnya masih bertanya-tanya akan hal yang baru saja terjadi. Tadi itu apa ? Kenapa hatinya langsung tergugah hanya dengan melihat anak kecil menangis sendirian di tepi jalan yang bahkan orang-orang pun enggan melirik ke arahnya. Tapi kenapa Dia ? Apa Ia kira anak itu senasib dengan dirinya yang notabene sering sekali merasa kesepian lalu Ia tergugah ?

Arghh bahkan Dika tidak fokus lagi dengan arah maupun jalan yang Ia lalui. Sesekali Ia juga menerjang saja genangan air yang pastinya membuat sepatunya basah. Namun Ia tetap tak menghiraukan mau sepatunya basah atau tidak karena arwahnya masih bertanya-tanya.

Bocah kecil itu masih menggenggam dengan erat tangan si Dika. Seolah tak mau Dika berubah pikiran lalu melepaskan dan mencampakkanya begitu saja.

Dua orang itu berjalan beriringan.

"Kakak" anak kecil itu memanggil Dika. Namun Dika masih asyik dengan pikirannya.

"Kak !"                                                                  

"Oh iya ada apa Dek ?"

"Kita mau kemana kak ?"

"Aku juga masih belum tahu. Mungkin kita ke rumahku dulu"

"Tap—-"

"Kantor polisi sangat jauh dari sini. Lagi pula belum tentu kita kesana sekarang dan langsung ditanggapi oleh me—- " Dika melirik dan ternyata si bocah tengil itu sudah tidak berada di dekatnya. Ah tabiatnya sama dengan Adi, apa dia saudaranya ? Entahlah "—-HEI APA YANG KAU LAKUKAN ? AKU SEDANG BICARA DENGANMU"

Dika mendapati anak itu sedang menempel erat di kaca sebuah toko. Matanya berbinar-binar memperhatikan di balik kaca yang penuh dengan barang yang sangat disukai anak-anak. Mungkin dalam hatinya berkata "Inilah surga" dan terkekeh.

"Oi oi tidak sopan meninggalkan orang yang sedang bicara denganmu. Lagi pula ini juga bukan rumahku. Ayo" Dika menghampiri anak itu

"Kakak" ucap Anak itu penuh makna dengan suara khas merayu. Matanya masih berfokus ke dalam toko itu.

"Apaan ? Jangan bilang kalo kamu mau it—-"

Anak itu langsung membalikkan badannya yang sedari tadi lengket sekali menempel di kaca yang disitu terpampang tulisan KID'S STORE. Berhadapan dengan Dika, Ia memasang muka innocent, cute, dan segala macam ekspresi yang kiranya dapat membuat Dika terayu dan merasa iba.

"Hei hei jangan memasang muka menyeramkan seperti itu"

"Kakak..." lenguh anak itu lebih panjang.

"Sampai kiamatpun aku tak akan memberikan uang sakuku yang sudah aku kumpulkan seminggu ini dengan cuma-cuma padamu" tegas Dika.

.

.

"Bummmmmmmm" suara anak menirukan bunyi seperti pesawat. Tangannya atau lebih tepatnya pesawat yang sedang Ia pegang Dia mainkan di udara bak sedang terbang seperti pesawat pada umumnya. Dan anak itu adalah... Tentu saja anak yang baru saja Dika temui.

Dika akhirnya menggelontorkan uang hasil kumpulannya selama seminggu ini untuk membelikan sebuah mainan pesawat yang bisa berubah menjadi robot itu pada anak yang bahkan tidak Ia kenal sama sekali. Dika memang terbiasa menabung. Ia mengumpulkan sisa uangnya selama satu minggu, lalu Ia tabungkan di Bank kesiswaan di sekolahnya. Dan itu berlanjut sampai sekarang.

natsu no HOTARU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang