Kemana tujuanku sekarang?
Bagaimana aku harus berbuat?
Lelaki itu bernama Nozomu Sayo, dengan surai pendek segelap malam berdiri melamun di sisi jembatan sungai kota. Ia tampak menghela nafas panjang, menyandarkan punggung dan kedua siku tangannya ke pembatas jembatan.
kelap kelip lampu kota terpantul di manik hazel miliknya. Tatapannya sendu. Ia sedang bingung mencari sepeda motor miliknya yang kini hilang bersama dengan tas berisikan kunci apartemen dan dompetnya. Kini ia hanya tak tahu bagaimana caranya untuk pulang ke apartemennya jika ia tak memiliki kunci.
Sayo menatap layar ponselnya dengan daya yang hanya tersisa 5%. Selintas ia berpikir untuk menghubungi mantan kekasihnya. Mengapa? Tentu saja karena tempat ia berdiri kini tak begitu jauh dari rumahnya.
Ia pikir mungkin jika hanya semalam ia menginap itu tak masalah. Lagi pula ia masih memiliki rasa rindu setelah pertengkaran hebat minggu lalu. Ah, jika di pikir-pikir... Aito, mantannya itu sudah tak menghubunginya sejak tiga hari yang lalu.
"Apakah aku terlalu keras padanya?" gumam Sayo.
Dalam hati Sayo sebenarnya malu untuk mendatanginya untuk sekedar menginap, namun tidak ada salahnya sekalian untuk meminta maaf dan... apa itu memungkinkan untuk mengulang cerita kembali? Apakah Aito akan memaafkan dirinya?
20 menit terlewati. Sayo berdiri di depan pagar besi tinggi berwarna hitam yang sedikit berkarat. Dibalik pagar itu dapat dilihat rumah bergaya mediterania klasik bercat putih tulang dengan taman kecil berhiaskan jajaran pipa tanaman hidroponik.
Sayo membuka gerbang dan masuk kedalam. Ia memperhatikan halaman depan itu sedikit berantakan, bahkan tanaman dalam pot dan pipa hidroponik sedikit menguning seperti lupa disiram. Yang ia tahu, Aito biasanya tak akan membiarkan pekarangannya berantakan dan terlihat layu, lelaki bersurai merah dengan paras tenang seperti langit fajar yang baru menyingsing itu sangat menyukai tanaman terutama bunga iris.
Rumah ini tidak begitu besar sehingga tak ada pelayan yang menyambut Sayo di pintu masuk. Entah kebiasaan atau apa, hampir saja dirinya membuka pintu seperti rumahnya sendiri. Bagaimanapun mereka masih dalam situasi berseteru, tak baik baginya jika main masuk rumah orang.
Sayo menekan bel sambil menyimpan satu tangannya di saku jaket kulit hitamnya. Agak lama ia menekan bel lagi dan pintu itu tidak terbuka. "Aito... ini aku"
"Masuk" di balik pintu itu terdengar suara Aito yang datar namun tak terdengar nada kemarahannya.
Ia membuka pintu dan melihat Aito dengan mengenakan kemeja linen putih dan celana panjang cokelat tua sedang berdiri menatapnya. Sayo sebetulnya agak canggung, apalagi dengan tatapan Aito yang tidak biasa.
"Kau kembali. Tapi aku tak tahu harus sedih atau senang"
"Aku... aku tahu ini tidak pantas. Tapi..."
"Masuklah, dilihat dari wajahmu ku tahu kau sedang dalam masa sulit"
Sayo merenung sambil duduk di sofa. Aito menuangkan teh kemudian duduk di hadapannya sambil menyilang kakinya.
Ditengah keheningan Sayo berkata "Maafkan aku"
"..." Mantan kekasihnya itu bingung tidak tahu harus menjawab apa. "Aku sebetulnya tidak ingin membahasnya lagi karena semua sudah terlambat. Jika mau, ceritakan saja masalahmu sekarang" Aito berbicara sambil menyesap tehnya.
Sejujurnya Sayo membatin dengan sikap Aito yang dingin seperti ini. Biasanya ia selalu hangat.
"Aku baru saja kehilangan sepeda motor dan kunci apartemenku... Kejadiannya dekat dengan rumahmu, karena ku tak tahu bagaimana cara untuk pulang jadi aku kemari... hehe" ia menggaruk pipinya canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
There's Your Shadow
Short Story⚠️BL | Oneshoot story Jika ada kesempatan untuk mengucap kata terakhir, maka yang hanya akan ku katakan adalah "Aku mencintaimu"