02. Langit biru

167 19 0
                                    


"Andai kau tau hatiku masih terisi oleh mu, aku menaruhmu terlalu dalam dihati, sehingga untuk menghapusmu sangat menyakitiku."

- Aisha mughny -


Ditengah malam, Athaya terbangun untuk memenuhi undangan sang Robb disetiap sujut malamnya, sekaligus kali ini dia ingin meminta jawaban. Apakah pilihannya sudah tepat, memilih menikah dengan seorang laki-laki pilihan Ayah nya atau harus menunggu laki-laki lain?

Dalam sujut terakhirnya butiran air mata gadis cantik itu jatuh, "Tuhan, apakah ini doa terakhir yang aku ucapkan untuk laki-laki yang hamba damba?  Mulai besok hamba sudah terikat dengan laki-laki pilihan Ayah, kuharap aku bisa ikhlas ya Allah. Hanya kepadamu aku berserah diri pada takdirku." Lirih gadis itu.

Hatinya terus bergejolak hingga selesai menunaikan sholat tahajud nya, selepas itu ia tidak bisa  lagi memejamkan mata. Pikiran nya masih berkecamuk dengan hari besok yang begitu terasa menegangkan.

Suara azan terdengar nyaring ditelinga Athaya. Benar, rumah Athaya tak jauh dari masjid di kompleks nya. Otomatis Athaya selalu mendengar panggilan kewajiban dari Tuhannya.

Seperti biasa setelah mengerjakan sholat, Athaya mengerjakan tugas kesehariannya dirumah, seperti bantu-bantu, memasak, cuci piring tak lupa menyirami tanaman yang berada di depan rumahnya.

"Ayaaa," panggil sang Bunda membuat Athaya berhenti dari aktivitas menyiramnya.

"Iya Bundaaaaaa." Athaya masuk ke dalam menemui bundanya yang membawa baju cantik berwarna cream, dilapisi kain tile di luarnya membuat tampilannya lebih terkesan mewah dan elegan, sangat cocok dan pas dibadan Athaya. "Pakek ini ya nanti, siap-siap gih bentar lagi tamu nya datang." Peringat Bunda. Khayira Shaqueena, perempuan paruh baya dengan kulit putih langsat itu membawa pakaian ditangannya.

Athaya hanya membalasnya dengan mengaguk, Aya mengambilnya dan izin membersihkan badan dan memakainya. Tak berselang lama saat Athaya merias wajah nya, ketukan pintu terdengar dan suara bersenda gurau langsung mendominasi suara kesunyiannya.

"Athaya...." Panggil Bundanya sambil mengetuk beberapa kali pintunya.

"Iya bunda," Athaya keluar dari bilik kamarnya, menghadap sang bunda yang masih menutup mulut dengan tangannya karena merasa kagum dengan kecantikan putrinya.

"Gimana Bunda? Cantik nggak Aya pakek ini?" Tanya Athaya yang langsung mendapatkan acungan dua jempol dari bundanya, Bunda Ira kini memegang kedua tangan puterinya.

"Perfect. Bunda tidak menyangka puteri kecil Bunda sekarang sudah sebesar ini, rasannya baru kemarin Bunda menimang-nimang kamu Nak, kini mau jadi milik orang aja. Jaga dirimu nanti ya Nak, patuh dengan suami mu, tugas seorang istri paling mulia adalah sembunyikan Aib suami, jangan pernah membantah, tunduklah, niscaya surga ada di depanmu. Ingatlah satu hal, kunci dari seorang yang berumah-tangga adalah Patuh, jujur dan komukasi yang baik. Jagalah itu, itu adalah langkah pertama dan terakhir mu Nak, jangan lupa jaga nama baik keluarga ya Nak, anak perempuan milik suaminya ketika sudah sah menjadi istrinya tetapi laki-laki akan menjadi milik ibunya sampai ia meninggal, ingat-ingat pesan bunda ya Nak." ucap Bunda  mengelus tangan mungil milik Aya.

"Ih Bun, kan masih lama, lagian baru juga mau ketemu calon Aya tau, iya kalau Aya mau, kalau engga hayoo?" ucap Aya cengengesan, "Tapi pesan Bunda bakal Aya inget-inget kok, ini tuh pesan paling berguna buat Aya nanti, terimakasih ya Bunda." Aya mencium tangan Bundanya sedangkan Bunda hanya tersenyum sambil menganguk.

Athaya turun dari tangga rumahnya sambil digandeng Bundanya, detak jantung Athaya tak bisa berdetak dengan normal seperti biasanya, rasa penasaran dan dan takut menjadi satu.

Keluarga Arka sudah datang dan berbincang-bincang dengan Ayahnya, tak lama ketukan suara tangga itu membuat semuanya menoleh kearah dua wanita yang sangat cantik. Arka menatap sebentar wanita yang menjadi istrinya itu, rasa kagum menyelimuti hatinya. Pipi yang chubby, mata bulat, bibir pink yang tipis dan alis yang terukir indah dan bulu mata lentik yang membuat siapapun terpana.

Arka memandangi Athaya tepat disamping ibunya yang menunduk karena malu , tak lama datang lah Aisha menghantarkan air teh dan cemilan.

"Permisi, ini Tante, Om, teh nya, saya Aisha kakaknya Athaya." Aisha yang sudah terbiasa dengan sifat ekstrovert langsung membuat mereka tertawa, kecuali Arkana yang mengenali suara itu. Dia mendongakkan kepalanya melihat wanita yang mengaku kakak dari calon istrinya itu.

Betapa terkejutnya mereka berdua, Arka tidak menyangka jika ia bertemu wanita pujaannya disini, dengan status sebagai calon kakak iparnya, sedangkan Aisha sendiri tidak menyangka jika laki-laki yang ia cintai melamar adiknya. Keterkejutan itu membuat keduanya bungkam, Aisha bingung, ia hanya diam sampai acara selesai begitu juga dengan Arka.

"Kok tumben kak Aish diem aja? Biasanya juga paling humoris." Tanya sang Ayah yang cuma dibalas oleh senyuman oleh Aisha.

"Maklumlah, mungkin mau jaga sikap untuk adiknya," lontaran jawaban itu berasal dari Ayah Ahsan.

"Sukup segini dulu ya Dar, nanti sambung lagi mau ada acara lagi habis ini, lanjut jadi besan tentunya," ucapan itu membuat para orang tua tertawa. "Ya, pastinya gitu, aamiin, aamiin semoga lancar sampai hari H. terimakasih sudah menerima puteri ku ya, nanti nitip aja." Haidar Basyir selaku Ayah dari dari Athaya tersenyum berpesan kepada Ayah Ahsan.

"Iyaa, dia seperti puteriku sendiri, ah iya, sampai lupa, kapan ini berlangsung nya?"

"Lebih cepat lebih baik." 

"Gimana kalau akhir bulan? 17 Mei nanti?"

"Bagus, aku setuju, berarti terhitung 2 minggu lagi ya?" ucap Ayah Haidar sedangkan Ahsan hanya tersenyum, "Dar, kami pamit dulu ya, semoga lancar sampai hari H yaa."

"Aamiin, hati-hati di jalan yaa."

Dimalam yang sepi Aisha menatap langit malam dibalkon nya. Tak terasa air matannya menetes, "Ar, kukira kamu akan mencariku, ku kira masa indah itu masih ada di hatimu, ternyata terhempas begitu saja. Ar, andai kau tau hatiku masih terisi oleh mu, aku menaruhmu terlalu dalam dihati, sehingga untuk menghapusmu sangat menyakitiku. Aku iri sangat iri Ar, Athaya yang mudah mengambilmu, tanpa harus berjuang sekeras aku, aku merindukanmu, tapi mengapa setelah sekian lama kita bertemu, kamu malah menjadi milik orang lain? Menjadi milik adikku? calon adik iparku?" Air mata itu kembali menetes deras. 

"Sakit Allah, sakit, rasannya lebih dasyat dari ditusuk ribuan pisau yang menancap di tubuhku. Allah, apa aku sekuat itu hingga ujian ku seberat ini? Dada ku rasannya sesak, sakit sekali, sakit Allah. Apa ini karma untukku yang terlalu mencintai ciptaanmu? berharap bahwa engkau akan mengabulkan keinginanku? Amalan apa yang Aya lakukan hingga ia berhasil mendapatkan nya ya Allah? Aku kalah, aku kalah bertarung doa dengan adikku. Kuatkan aku, aku percaya bahwa takdirmu selalu baik meski kadang butuh air mata untuk menerimanya."

Aisha menghapus air matannya, ia kembali menatap langit malam yang nampak dengan awan mendungnya, "Langit, apa kamu turut merasakan kesedihanku? Menyedihkan bukan ketika yang engkau cintai telah pergi, namun dia masih menetap di dalam hati? Ku kira malam adalah tempat untuk beristirahat dari penatnya kegiatan disiang hari, ternyata malam adalah tempat ternyaman untuk keluarnya air mata." Lirih Aisha sembari mengusap-ngusap lengannya yang dingin.

.....

Tbc.

Oh iyaaa, jangan lupa mampir di cerita aku yang lain yaa, ngga kalah seru kok. See youuu❤️❤️

Jangan lupa follow aku yaaaa!
Aqidatul09

- Senin, 26 Juni 2023 -


Langit biruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang