1

252 12 2
                                    

Pemandangan dengan hamparan teh yang sangat luas memanjakan mata siapa saja begitu melihatnya. Rintik hujan membasahi dedaunan, membuat daun-daun tersebut nampak berkilauan. Membuat seorang gadis yang tengah berada di ambang pintu tersebut sangat tertarik dengan pemandangan tersebut, dan hendak menjejakan kakinya keluar.

‘’Serin,,’’ panggil seorang ibu yang tengah sibuk dengan aktifitasnya kepada sang anak, sehingga memmbuat kaki gadis itu terhenti.

‘’Iya mah,,!!’’ Serin menyahuti panggilan sang ibu.

‘’Jangan keluar sayang hujan,,’’ ucap sang ibu memperingati Serin, yang tahu jika anaknya ini akan keluar jika setiap kali ada hujan. Karena ibunya Serin sangat tahu jika anaknya ini sangatlah menyukai hujan, meski begitu jika anaknya terkena air hujan,maka anaknya akan langsung jatuh sakit. Maka dari itu ibunya sebisa mungkin akan melarang Serin bermain dengan air hujan.

‘’Eummhhh,,’’ Serin bergumam namun matanya masih tertuju pada hamparan teh yang dang dibasahi oleh rintik hujan yang sedang membasahi bumi. Hingga akhirnya kedua kakinya membawa tubuh Serin keluar dari rumahnya.

‘’Cuman gerimis gak apa-apa kan mah,,’’ teriak Serin pada ibunya yang berada didalam rumah. Kini tubuhnya mulai basah karena air hujan.
Membuat ibunya berdecak dan menggelengkan kepala, karena sang anak tidak mengindahkan peringatannya.

Serin berlari meninggalkan halaman rumahnya, dan kini dia sudah  berada di tengah hamparan teh yang sangat luas miliknya. Wajahnya menengadah ke atas langit dengan kedua bola mata yang terpejam, bibirnya mengukir sebuah senyuman, ketika air hujan yang mulai semakin deras membasahi wajahnya.

‘’Hujan jangan buat Serin sakit yah,, Serin kan suka sama kamu,,’’ gumam Serin dengan kedua bola matanya yang kini terbuka menatap atas langit .

Blaarrrr

Suara petir yang sangat nyaring di telinga tersebut seolah menyahuti perkataan Serin, dan saat sore itu hujan yang awalnya hanya berupa rintikan gerimis kini semakin deras membasahi bumi.

Sementara itu pak Indra yang baru keluar dari ruang kerjanya, melangkahkan kedua kakinya  mendekati tempat dimana istrinya berada. Begitu sampai di tempat istrinya yaitu dapur. Pak Indra memperhatikan istrinya yang masih sibuk dengan adonan kuenya, tanpa menyadari keberadaanya.

Setelah asyik melihat keseruan istrinya dengan adonannya , kedua mata pak Indra mulai mencari-cari keberadaan putrinya Serin, padahal setahu pak Indra anaknya itu akan terus mengganggu istrinya yang sedang membuat kue, karena itu kesenangan Serin.

Setelah kedua matanya tidak menangkap keberadaan anak tunggalnya akhirnya pak Indra pun bertanya pada sang istri.

‘’Mah,,! Serin kemana, kok papah gak liat,?’’ tanya pak Indra pada istrinya. Tangan nya menarik salah satu kursi , lalu mendudukinya.

‘’Papah kaya gak tau anak kita aja, pas ada hujan langsung lari dia tadi keluar,,’’ jawab bu Ismi menjelaskan kemana anaknya . sedangkan kedua matanya masih saja asik dengan adonan kue yang ada di tangannya.

Dan tentu saja jawaban bu Ismi membuat Pak Indra geleng-geleng kepalanya hingga menghembuskan napasnya pasrah, pak Indra juga tidak bisa menyalahkan istrinya, karena terlalu asik membuat kue sehingga tidak dapat mencegah anaknya keluar.

Kerena meski di cegah bagaimanapun anaknya ini akan melakukan segala cara agar bisa bermandikan hujan, seperti halnya minggu lalu Serin yang di cegah supaya tidak hujan-hujanan tersebut, malah mainin sawer di rumah . alasasanya katanya biar sama kaya hujan-hujanan.

Dan benar saja anak nya itu terus berada di tengah sawer hingga hujan di luar berhenti, setelah itu tentu saja Serin sakit karena terlalu lama mengguyur diri dengan air.

‘’Emang yah gak ada kapok-kapoknya ,,’’ ucap Pak  Indra pasrah dengan suara pelan. Yang tentu saja tidak dapat terdengar oleh buk Ismi yang memang sedang sibuk dengan karyanya.

*****
Sementara itu dilain tempat, dan dengan cuaca yang berbeda. Jika di bogor sedang hujan lebat. Maka di jakarta sedang panas hebat, bahkan suhu panas tersebut
sampai kedalam ruangan ber-ace saat ini, dimana sang kake tengah menatap sengit sang cucu yang saat ini masih sibuk menatap koputer, dan membuat dirinya merasa terbaikan.

‘’ekheuum ,,’’ deham sang kakek mencari perhatian cucunya, pasalnya kakenya ini sudah hampir satu jam. Namun sang cucu tetap mengacuhkan nya seperti sekarang. ‘’ cucu gila emang,,’’ ucap sang kake dalam hati.

Dan betapa ajaibnya, seolah dapat mendengarkan isi hati si kakek, Donipun segera menghentikan pekerjaaanya ia berdiri lalu bersender di meja kerja nya dengan kedua tangan menyilaang.

‘’Jadi cucu kake ini gila,?’’ menatap sang kakek dengan salah satu alisnya yang terangkat.

“Tentu saja kamu gila, bagaimana bisa kamu mengacuhkan kakek mu yang sudah tua ini,’’ jawab sang kakek tidak menyangkal ucapan  cucunya, karena sang kakek tau insting cucunya ini sangat lah kuat, berbohong pun tidak akan bisa jika dihadapannya. Maka dari itu apapun yang harus di bicarakan dengan cucunya ini harus jujur dan to the poin.

“Oke baiklah,,! Jadi ada kepentingan apa yang membuat kakek jauh-jauh datang kesini,?” tanya Doni setelah ia mendekat, dan duduk disalah satu kursi tunggal dekat kakeknya.

“Datanglah  ke acara kalangan atas yang akan di selenggarakan besok malam,”  ucap sang kakek tanpa basa basi.

“Tidak bisa, Doni ada urusan lain,,” tolak Doni terhadap permintaan kakeknya, karena Doni yakin sang kakek menyuruhnya ke acara tersebut bukan semata-mata untuk urusan bisnis, pasti ada alasan lain yang membuat dirinya harus kesana.

‘’Baiklah jadi kamu mau menolak permintaan kakek? Padahal jika kamu setuju datang ke acara ini, kakek tidak akan menggagu kamu lagi dengan menyodorkan wanita-wanita yang ingin kakek jodohkan’’ ucap sang kakek melirik sekilas cucunya, dengan bibir bagian kanan yang terangkat sedikit, menampilkan senyum penuh arti.

Kakek Doni berdiri dari tempat duduknya, tanpa menunggu jawaban Doni cucunya ia sangat yakin, bahwa cucunya akan datang ke acara tersebut.

Setelah kepergian kakeknya, Doni megusap wajahnya lalu menghempaskan kasar napasnya. Pikirannya kini tengah memikirkan ucapan kakeknya, apakah ia harus mengikuti permintaan kakeknya ataukah tidak.

‘’Baiklah untuk terakhir kalinya aku akan mengikuti keinginan kakek tua itu,’’ gumam Doni meski dirinya sendiri tidak yakin jika kakeknya akan menepati ucapannya.

‘’Hana! Masuk keruangan saya,,’’ ucap Doni memanggil sekretarisnya setelah ia menekan benda yang ada di meja kerjanya.                    
Tidak berapa lama ruangan pintu Doni terbuka, sosok wanita cantik dalam balutan kemeja putih, dan rok span di bawah lutut memasuki ruangannya.

“Iya pak! Apakah ada yang bisa saya bantu?” tanya Hana sekertaris Doni yang kini sudah berada dihadapan Doni.

Bukanya menjawab Doni malah memperhatikan Hana yang kini sudah berada dihadapannya, diperhatikannya Hana dari ujung kepala hingga kakinya, membuat Hana merasa sedikit risih dengan tatapan Doni yang seolah meneliti dirinya.

“Besok malam temani saya bisa? ‘’ ucap Doni akhirnya dengan nada dingin dan memerintah.

‘’Baik pak! Apa ada hal lain?’’ sahut Hana sang sekertaris dengan cepat.

‘’ Tidak,’’

‘’ Kalau begituh saya permisi pak,’’ ujar Hana setelah itu meninggalkan Doni yang masih memperhatikannya hingga menghilan di balik pintu.

Seperginya Hana sekarang Doni jadi berpikir tentang cara berpakaiannya Hana, sekretarisnya yang baru beberapa waktu menggantikan sekretarisnya yang lama. Pakaian Hana terkesan sangat sopan seperti sekretaris pada umumnya, tidak seperti sekretarisnya yang lama yang selalu memakai pakaian minim dan ketat sehingga memperlihatkan lekukan tubuhnya.

Berbeda dengan Hana selain kinerjanya yang bagus, pakaiannyapun terlihat sopan. Sebenarnya itu juga tidak menjadi masalah bagi dirinya. Hanya saja tatapan sekretaris yang lama itu seolah ingin melahap dirinya hidup-hidup, bahkan terkadang teranga-terangan menggodanya, maka dari itu ia mengganti sekretarisnya.

Dan dengan sekretarisnya yang sekarang Doni merasa cukup nyaman sejauh ini, karena Hana tidak memperlihatkan tatapan yang memuja pada dirinya. Bahkan Hana seolah menghindari tatapannya.

Love In TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang