15. Amazing Dali (2)

42 4 4
                                    

Menyusuri pertokoan dengan gaya kuno, penerangan lebih berwarna kuning semakin menambah kesan klasik. Suhu cukup sejuk di pertengahan musim panas, meski demikian jaket tetap terpasang sempurna. Berbeda ketika berada di Indonesia, tepatnya Kota Depok yang cenderung panas, sehingga mereka belum terbiasa dengan cuaca sejuk dataran tinggi Yunnan.

Toko berjejer rapi dan sederhana, plang nama dibuat menyatu dengan konsep klasik mereka. Ada berbagai macam yang dijual, dari makanan sampai pernak-pernik aksesoris.

Rinjani dan Michelle memisahkan diri dari kedua orang tua mereka, masuk ke dalam toko aksesoris. Langsung menghampiri dreamcatcher yang menggantung indah di etalase.

"Rin, ini kayak yang di The Heirs gak, sih? Lucu!" Michelle mengembangkan pipinya, gemas sekali pada benda yang dipegang.

"Ih iya, kayak punya Cha Eun Sang. Omo!" Rinjani menyahut heboh. Dia ikut meraba-raba dreamcatcher berwarna biru itu.

Tiba-tiba Michelle teringat sesuatu, melepaskan sentuhannya dari dreamcatcher, beralih memegang dagu. "Eh, omong-omong kamu nanti ke Korea, gak? Aku mah iri sama kamu, coba liat si Papi. Papi malah sibuk kerja mulu," cerocos Michelle kemudian.

Refleks Rinjani memalingkan badan ke arah luar toko, nampak Benjamin sedang menghitung uang sembari menunggu anak dan keponakannya di dalam toko. Kalau dilihat lagi, lucu sekali pria itu. Seperti seorang pria yang menunggu pasangannya.

"Enggak deh, gak tau juga sih. Tapi, kata Ayah gak bakal ke sana, ribet katanya." Rinjani kembali menghadap Michelle.

Michelle mendesah kecewa, tapi kemudian dia menganggukkan kepalanya mengerti. "Nanti aku juga pengen trip kayak gini, kalau gak sama Mami-Papi, mungkin sama suami aku." Ekspresi wajahnya berubah ceria, khayalan bagaimana romantisnya melakukan trip berdua dengan pasangan.

Rinjani jadi ikut-ikutan berandai tentang masa depan, lalu terngiang bayangan ketika ayahnya berlaku sangat gentleman pada sang ibu. Berdiri kokoh sebagai suami dan ayah yang sempurna. Yang kemudian menjadi pengharapan Rinjani akan sosok lelaki di masa depan. Dia ingin lelaki yang seperti ayahnya. Persis seperti itu, yang menempatkan keluarga paling atas di segalanya. Sehingga mereka merasa spesial dan begitu dicintai. Sebuah keluarga yang menjadi impian semua orang.

Di sudut lain Chandra, Wendy, Ayu, dan si kecil Nusa tengah menyusuri lelampuan berwarna kuning yang dibentuk seperti lampion menggantung di langit-langit toko. Rencana awal mereka ingin mencari kudapan hangat sambil meluruskan kaki-kaki yang mulai pegal, sengaja memisahkan diri dari yang lain-antusias melihat apa-apa saja yang menarik mata.

Celotehan Nusa meramaikan obrolan kedua orang tuanya. Menunjuk-nunjuk lampu antusias sambil terus mengulang pertanyaan yang sama 'itu apa?', Chandra menjawab dengan sabar seraya melontarkan kalimat candaan untuk Nusa. Beberapa kali anak itu menyembunyikan wajahnya di ketiak sang ayah ketika akan tertawa.

"Itu ada kebab, mau?" Ayu bersuara dengan satu tangan menunjuk sebuah kedai makanan Turkiye itu tanpa melepas gandengannya pada lengan Wendy.

Wendy membalikkan tubuhnya sedikit bersamaan dengan kakinya yang berhenti, sang suami berada di belakangnya terhalang beberapa orang yang berjalan mendahuluinya. Ketika pria itu sudah berdiri di belakang sang istri dengan alis terangkat, Wendy menjawabnya dengan menunjuk sebuah kedai kebab. "Mau itu, udah lama gak makan kebab."

Secercah senyum menghiasi wajah Chandra, anggukan menjadi jawaban. Ini permintaan pertama sang istri, tentu saja Chandra akan mengabulkannya. Hanya sepotong kebab tidak akan membuat kantongnya terkuras habis.

"Uangnya ada, Bun?" Chandra beralih menggandeng sang istri, menyingkirkan Ayu tanpa sadar. Untung saja, wanita itu tak masalah. Dia hanya tersenyum dan kemudian berjalan di belakang keluarga itu.

Journey Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang